Waktu berlalu begitu cepat. Tidak terasa 1 minggu lagi Gladys akan berangkat ke Belanda. Sebagian barang milik Gladys dan ibunya sudah lebih dulu dibawa ke sana oleh calon ayah tiri Gladys.
Seminggu yang lalu ibu Gladys memperkenalkan seorang laki-laki bernama George sebagai kekasihnya. Dan akhirnya Gladys mengerti alasan mereka harus pindah ke Belanda bukan karena pekerjaan, tapi karena ibunya akan menikah dengan laki-laki itu.
Gladys tidak protes dengan keputusan ibunya. Meskipun George akan menikah dengan ibunya, posisi alm ayah Gladys tidak akan pernah tergantikan. Bagi Gladys ayahnya hanya Abiemana Hussein.
Ibu Gladys memberitahu bahwa di Belanda nanti Gladys akan bersekolah di sekolah khusus putri dan tinggal di asrama. Gladys hanya bisa tersenyum sinis mendengarnya. Sudah sangat jelas ibunya tidak mau mengurus Gladys. Seandainya saja Gladys tidak memendam perasaan lebih pada Haikal, ia akan minta izin untuk tetap tinggal di indonesia bersama tante cantika. Karena Gladys yakin ibunya akan memberikan izin.
Hanya saja jika Gladys tetap berada di sekitar Haikal, ia tidak percaya diri bisa mengubur perasaannya.
Hari ini Gladys pergi bersama teman sekelasnya untuk melakukan foto studio seperti yang di sarankan Shania. Untuk pertama kalinya sejak Gladys masuk SMA, ia merasa akrab dengan teman sekelasnya. Shania bahkan sempat menitikkan air mata. Gladys tidak pernah menyangka ia akan bisa seakrab ini dengan Shania. Gadis paling populer di angkatannya.
Acara Gladys bersama teman sekelasnya selesai pada pukul 7 malam. Sebelum berpisah, mereka semua makan bersama di cafe milik orangtua salah satu teman sekelas Gladys. Satu persatu teman Gladys pulang ke rumah masing-masing karena hari semakin malam.
Beberapa kali terdengar suara petir menandakan akan turun hujan. Tante Cantika tidak bisa menjemput Gladys karena sedang melakukan liputan di luar kota bersama mas ricky. Tapi Gladys tidak khawatir karena kini ia selalu membawa payung di dalam tasnya. Payung lipat pemberian tante cantika.
"Duh dys, lo beneran mau pulang jalan kaki?" Tanya Shania untuk ke sekian kali. Kalau saja kekasihnya membawa mobil, Shania akan dengan senang hati mengajak Gladys pulang bersamanya. Sayangnya, mischa menjemput Shania menggunakan motor.
"Iya, Sha. Udah ga apa-apa lo duluan aja sana. Keburu hujannya turun lho" Gladys kembali menyuruh Shania pergi. Tapi gadis itu tidak juga beranjak dan malah mengecek ponselnya beberapa kali. Shania juga sesekali memutar kepalanya seperti mencari sesuatu.
"Udah,Sha. Lo pulang sana, kasian itu kak mischa nungguin dari tadi" belum sempat Gladys mengeluarkan payung dari dalam tasnya, tiba-tiba sebuah mobil sedan hitam yang sangat Gladys kenali berhenti di depan mereka. Gladys menatap Shania yang kini tersenyum jail.
"Gue duluan ya, jangan berantem lo berdua, kalau berantem gue seret ke KUA" ancam Shania lalu naik ke motor mischa dan pergi meninggalkan Gladys bersama Haikal yang baru turun dari mobil.
"Mau pulang sekarang?" Tanya Haikal begitu sampai di hadapan Gladys. Gladys mengangguk dan berjalan lebih dulu menuju mobil Haikal.
Gladys memasang earphone dan mendengarkan musik dari ponselnya. Ia terkejut saat Haikal menarik earphone dari telinganya dan menepikan mobil.
"Mau sampai kapan kamu kaya gini?" Tanya Haikal menatap tepat ke mata Gladys. Gladys menelan ludah gugup. Kejadian seminggu lalu di lab kimia kembali teringat. Tapi setidaknya kali ini Haikal tidak terlihat seemosi hari itu.
Haikal mengambil tangan kanan Gladys dan menggenggamnya dengan kedua tangannya.
"Jangan pergi. Please" ujar Haikal hampir tak terdengar. Gladys melihat sudut mata Haikal mulai mengeluarkan cairan bening. Haikal menangis. Memohon agar Gladys tidak pergi?? Kalau seperti ini bagaimana Gladys bisa move on?
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Story
RomanceMasih dan akan selalu tentang Gladysta Paramitha Hussein Shania Aurora Pratama Githa Putri Ramadhan Andhira Salsabila Zein kumpulan short - semi long story Mix Couple