Empat - Dia Kembali

6.6K 295 0
                                    

Ini sudah hari yang ke tiga sejak pertemuanku dengan Giselle. Ya, anjing imut nan lucu milik apartemen depan. Sebenarnya, bukan anjingnya yang ku permasalahkan. Namun, pemiliknya yang sok cool itulah yang ingin ku keluarkan dari apartemen ini.

Tapi apa daya? Ini juga bukan apartemenku.

Memang aneh mengingat awal pertemuan kami yang bisa dibilang tidak wajar itu, sampai membuatku selalu emosi begitu melihatnya.
Bagaimana tidak?
Dia memanggilku orang gila!

Hati siapa yang tahan jika disebut orang gila. Apalagi itu berasal dari orang yang bahkan tidak mengenalmu.

Are you kidding me, doctor?

Sampai saat ini belum ada tanda-tanda akan terjadinya perang dengannya. Karena, kemarin malam tampaknya Giselle tidak menggonggong. Baguslah kalau begitu. Dan aku bisa mengerjakan tugas skripsiku sebagaimana mestinya.

Drrtt... Drrtt
Tanpa tahu siapa yang menelepon, aku langsung mengangkat panggilan itu.

"Halo? Dengan Lidya disini." ujarku.
"..."
"Halo?" aku memandang layar HPku dan menemukan nomor yang belum terdaftar di kontak HPku.
"Heeyyho?" Ucapku sambil setengah berteriak.
"..."
Oke baiklah.
Ku anggap ini telepon dari fans fanatikku yang masih berulah. Begitu panggilan itu kumatikan, aku langsung membuka laptopku dan mempersiapkan masa depanku.

Yang tak lain dan tak bukan,

Skripsi.

***

Jangan tanya aku bangun jam berapa. Karena jika aku bangun cepat, aku tidak akan terdampar di pulau terpencil yang selalu menyediakan makanan ini.

"Aseemm banget tau gak sill! Masa cuma telat 5 menit, Mas Anung gak ngasih masuk." Aku menatap Sesill yang masih menikmati es kelapa mudanya dengan kesal.

"Mas apanya? Umur udah mau setengah abad juga."

"Nah, seharusnya Mas Anung sadar! Umur udah segitu tapi masih buat dosa."
"Terus kenapa kamu masih manggil Pak Anung pake Mas segala?"

"Hah? Emang aku bilang gitu?" Ucapku sambil kembali memikirkan apa yang kuucapkan tadi.

Sesill memutar bola matanya begitu melihat tingkahku. Yah, resiko aja deh punya sahabat kayak aku, Sill.

"Tapi kok kita jadi bahas itu sih? Kan tadi aku marah." Aku mengambil es kelapa muda milik Sesill dan meminumnya.

"Yaaah, es kelapaku" Sesill berusaha menarik kembali gelasnya yang sudah ku jarah.

"Salah siapa yang nyuekin aku. Padahal aku lagi sedih dan gegana loh!" Jawabku yang dihadiahi sebuah bogeman dari Sesill.

"Gegana apaan. Yang ada duduk nyantai di kantin, iya!"

"Gak asik ah." Jawabku sambil berdiri dan mengembalikan gelas es kelapa muda yang sudah habis ke Sesill.

"Yak, mau kemana Lid?"

***

Aku memutari perpustakaan dengan alasan mencari buku referensi buat skripsi. Tapi apa yang dapat? Justru sepasang manusia yang sedang bermesraan di pojok.

Salah tempat banget kan!

Aku masih membalik-balik buku saat ada sepasang tangan yang menutup mataku dari belakang.

"Gak lucu, Sill. Lepasin ah." Ucapku sambil berusaha melepaska tangan itu. Tapi kok agak keras ya tangan Sesill?
" Sesill apaan? Ini aku Lid."

Lidya terpana begitu mendengar suara bariton yang serak-serak basah itu. Hanya ada satu manusia yang memiliki suara seperti itu sepanjang hidupnya.

"Andra.." Gumamku pelan yang diikuti detakan jantungku yang makin cepat.
"Gotcha!" Andra langsung melepaskan tangannya dan membalik badanku.
"Apa kabar Lid?" Andra menyapaku dengan senyumannya yang mirip David Archuleta itu.

TBC

Agak lama di lanjut ya? Hehe
soalnya aku masih baruuu banget di watty. Jadi yang respon cerita ini juga sedikiiiiit banget. So, diriku agak lemes pas nyari nyari mood buat nulis.
Semoga kedepannya banyak yang respon yaa^^ Ohya, di mulmed ada gambar Giselle tuh.

Thankyou so much^^
Vomment jangan lupa yaw

DoctorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang