Sepuluh - That memories

4.5K 184 4
                                    

Playlist :

Alan Walker - Faded

Taeyeon - U R

Rekomen banget buat backsound saat baca part ini, hehe^^

***

Aku masih menatap pintu itu dengan garang. Ada sebersit perasaan ingin menendang pintu itu. Benar-benar ingin! Ku usap kepalaku yang sudah dipenuhi umpatan-umpatan yang mungkin bisa mengosongkan seluruh kebun binatang di Jakarta.

Seketika rasa ngantukku menguap begitu saja dan digantikan bara api yang siap meledak di atas kepalaku.

Aku langsung berbalik dan masuk ke dalam kamarku sambil membanting pintu kamarku dengan keras. Aku tidak selera untuk tidur lagi. Dan sekarang masih pukul 3.55 pagi. Tidak ada yang bisa kulakukan sepagi ini selain mendobrak pintu manusia serigala itu! Aku hanya menginginkan tidur yang cukup sekarang. Sudah beberapa minggu aku hanya menghabiskan malamku dengan skripsi, dan sekarang aku harus terjaga gara-gara dokter itu?

Jangan harap!

Aku langsung merebahkan badanku diatas spring bed dan menutup kedua telingaku dengan bantal. Aku butuh istirahat dan butuh mimpi yang indah.

Lima menit..

Sepuluh menit..

Tiga puluh menit..

Gagal. Mataku masih terbuka dengan sempurna.

Aku langsung bangkit dari tempat tidur dan melempar selimutku. Entah sudah seberapa banyak sumpah serapah yang ku ucapkan di kepalaku. Dan semuanya untuknya.

***

Ini benar benar pagi yang melelahkan. Belum sampai empat jam tidur, aku harus sudah berada di kampus untuk urusan administrasi. Aku sudah menghabiskan waktu selama satu jam untuk menunggu petugas yang tak kunjung datang. Orang-orang berlalu lalang dan bahkan beberapa orang sudah selesai mengurus keperluan mereka di sini. Dengan harapan semua urusanku dapat terselesaikan hari ini, terpaksa aku harus tetap duduk ditempat ini. Bahkan dinginnya AC tidak dapat menenangkan pacuan adrenalinku akibat rasa bosanku.

Drrrtt drrrrt drrtttt

"Sesill... Kau harus menolongku.." Gumamku begitu menjawab telepon dari Sesill.

"Yaa aku tahu kau di kantor Administrasi sekarang."

"Benarkah? Kau tahu darimana?"

"Yaelah Lid, tadi kamu check in di Path. Ingatlah kau punya tiga medsos yang selalu kau update." Sesill mengendus pelan dan aku tahu dia sedang memutar bola matanya. Kebiasaannya.

"Ups, jadi cepatlah datang, Pak Budi masih lama nih."

"Ini lagi jalan sis, kalau gak sanggup balik aja."

"Aku antrian pertama nih. Udah sekampung nih nunggu dibelakangku. Masa iya balik lagi?"

"Yaudah, aku dah dekat. Gausah nangis. Bye."

Dan dua puluh menit berikutnya Sesill datang dengan bungkusan berlogo salah satu supermarket yang cukup menjamur di mana-mana.

"Bawa apa sill?" Tanyaku begitu dia duduk disampingku.

"Tadi beli roti dulu di simpang depan, aku belum sarapan. Mau?" Aku langsung mengangguk dan mengambil roti dari bungkusan. Menunggu Pak Budi benar-benar menguras energiku.

"Ngomong-ngomong tadi aku jumpa Andra di depan. Kayaknya dia lagi ngehindarin kamu deh." Aku tahu mengapa dia ingin menghindariku. Sikap penolakanku kemarin itu memang terlihat jelas dan dia mengangkapnya dengan baik. Bukan berarti aku tidak ingin menjalin hubungan persahabatan. Hanya saja, melihat kemunculannya dengan tatapan aneh yang selalu diberikannya padaku membuatku ingin mundur sebentar.

DoctorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang