"Apa kabar Lid?" Andra menyapaku dengan senyumannya yang mirip David Archuleta itu.
Aku masih menatapnya bingung. Bingung dengan respon apa yang harus kuberikan padanya.
Apa aku harus tertawa?
Ya, mungkin aku harus tertawa."Lid? Kenapa? Apa ada yang salah?" Andra menatapku khawatir.
"Ha? Haha, enggak kok. Kok baru muncul?" Ucapku sambil berusaha tidak menatap matanya.
"Baru aja selesai sidang Lid. Jadi baru bisa bernapas sekarang. So, apa kabar?" Ia menatapku geli.
Demi apa sampai-sampai Andra muncul di depanku???
"Baik kok. Eh, mana tunangannya? Biasanya sama 24/7." Aku memancingnya agar jujur mengenai pertunangannya. Yah bisa dibilang aku berusaha TIDAK berharap lagi.
"Eh? Maksud kamu Emmie?"
Aku mengangguk."Udah selesai Lid, kami gak cocok sih." Ia menjawabku sambil menatap manik mataku tajam.
Darahku seketika berkumpul di kepalaku. Seharusnya ini kabar baik! Tapi aku tidak ingin tampak seperti gadis murahan yang bisa luluh hatinya dalam sekejab.
"Oh begitu. Ya udah, kamu yang sabar ya. Aku mau balik dulu. Bye!" Aku langsung membalik badan agar terhindar dari percakapan yang awkward dengannya.
"Lid!" Tak disangka-sangka Andra memanggilku. Terpaksa akupun berbalik dan menatapnya.
"Yang menghubungimu semalam itu aku. Simpan nomorku ya!" Ia tersenyum dan aku membelalakkan mataku.
WHAT??!
***
Aku sudah tiba di apartemen sejam setelah percakapanku dengan Andra. Dan sampai sekarang aku masih bingung dengan maksud teleponnya yang jelas-jelas kurang kerjaan.
Tiba-tiba aku mengingat hari terakhir kami berhubungan. Dan itu adalah hari terakhirku merasakan "ketertarikan" kepada lawan jenis.Ironis.
Padahal banyak kakak tingkat yang mengajakku untuk sekedar jalan-jalan, yang semuanya kutolak. Bahkan, Sesill sempat memarahiku habis-habisan karna menyia-nyiakan kesempatan emas untuk mendapatkan laki-laki yang baru.
Dia kira kayak beli pasta gigi, apa? Begitu habis langsung beli yang baru.
Aku masih termenung di pintu apartemenku. Aku baru saja sampai dan masih termenung. Entah dewa apa yang merasukiku sampai bingung mau masuk atau tidak.
"Gak tau cara buka pintu ya?"
Aku mendelik begitu suara yang saaangat berat itu terdengar jelas di telinga kananku."Kayak lihat setan aja."
Aku membalikkan badanku dan mendapati dokter-yang namanya sudah tidak kuingat lagi-menyebalkan itu sudah ada tepat di depanku sambil menatapku geli.
"Iissh! Buat terkejut aja!" Aku berteriak tepat di depan mukanya dan mengambil ancang-ancang untuk menendang tulang keringnya. Namun gagal. Ia sudah mundur beberapa langkah duluan.
Aku mendengus kesal.
"Pulang sana! Om lagi gak ada pasien ya?" Ucapku sambil mencoba menyulut emosinya.
Ia diam dan berjalan mendekatiku.
Waah, ternyata Om dokter yang satu ini tinggi juga! Giginya putih lagi!
"Jangan urus urusanku. Dan satu lagi, palingan kita cuma beda empat tahun. Jadi jangan pernah memanggilku Om lagi!" Ucapnya sambil menjentikkan jarinya ke keningku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Doctor
RomanceLidya Kusuma, seorang mahasiswi tingkat akhir yang sedang dihadapkan dua pria yang jelas berbeda karakter. Masih berusaha tidak terjerat lagi di masa lalunya. Namun, itu saja tidak cukup. Kehadiran Dokter yang menjadi tetangganya cukup membuatnya te...