Sebelas - Genjatan Senjata

5.3K 203 15
                                    

Entah sudah berapa lama aku masih terduduk di depan apartemenku, dan entah sudah berapa banyak mobil taksi melewati ku. Pikiranku benar-benar berkecamuk dengan sosok Andra yang akhir-akhir ini selalu mengusik. Aku tidak tahu jika kehadirannya akan berefek seperti ini, dan sejujurnya ia berhasil meluncurkan semua rencana yang mungkin telah disusunnya sebelumnya. Bahkan aku, Lidya, mungkin satu fakultas mengenalku dan segudang laki-laki yang setiap hari  kujumpai bisa saja menarik perhatianku. Namun kenapa harus Andra, lagi?

Aku menggelengkan kepalaku dan mencoba mengusir semua bayangan Andra dari kepalaku. Aku tidak akan bisa melupakannya jika otakku terus saja memikirkannya. Aku memutar pandanganku untuk mencari pengalihan. Dan betul saja, aku langsung mendapati anjing kecil yang sangat lucu itu sedang berlari kearahku.

Giselle.

Dan dokter itu di belakangnya.

Giselle datang padaku dan menjilati kakiku yang masih dibalut celana jeans. Seandainya majikannya sebaik dan seramah ini pasti dia tidak akan memelihara binatang saja di apartemennya, melainkan seorang istri atau apalah itu.

Dan, kenapa sekarang aku harus mengurusi dokter itu?

"Kau harusnya tersanjung dengan sapaan Giselle, bukannya memutar-mutar kepalamu."

Aku mendongak dan mendapati dokter berwajah sinis itu. Ia duduk disampingku, meskipun tidak tepat duduk disampingku, aku dapat mencium wangi cologne yang ia pakai. Itu benar-benar jelas wangi kayu manis.

"Kau sedang mengendusku?" Ucapnya sambil menjauhi badannya yang sebenarnya sudah cukup jauh dariku.

"Dalam mimpimu."

"Aku tidak pernah memimpikan seorang wanita yang mengendusku."

"Ohya? Aku tidak peduli sebenarnya." Aku meraih Giselle dan mengelus bulunya yang lembut, mencoba mengalihkan pikiranku.

"Dan sekarang kau menggunakan Giselle untuk mengalihkan pikiranmu?" Bang! Aku tertegun. Ini bukan semacam acara jodoh-jodohan yang sedang menguji kecocokan atau apalah itu namanya. Namun kenapa ia tahu apa yang ku pikirkan?

Aku meliriknya sekilas dan mendapati senyum kecil di bibirnya. Aku tidak tahu apa ia sedang serius atau sedang mempermainkanku. Ia mengalihkan pandangannya dan menunduk sedangkan kedua sikunya bertumpu di lututnya.  Aku masih menatapnya, bukan karena terpana. Hanya saja aku merasa aneh dengan dirinya. Pada awal bertemu dengan seseorang, kau pasti bisa merasakan aura mereka, entah itu bersahabat atau tidak cocok dengan kita, namun dia sangat tidak jelas denganku.

"Maaf soal semalam."

Aku mengerutkan kening dan mengerjapkan kedua bola mataku.

Dia minta maaf..

"Ha?"

"Soal suara-suara itu." Oh, aku tahu pembicaraan ini mengarah kemana.

"Sebenarnya aku tidak berniat memafkanmu, tapi aku manusia beragama, jadi kau kumaafkan." aku melipat kedua tanganku dan menarik senyum.

Ia hanya mendengus kecil tanpa merespon ucapanku, trying to be cool, huh?

"Ngomong-ngomong, itu pets siapa? Setiap siang aku gak pernah dengar suara mereka."

"Milik kakakku. Itu hanya dititip sebentar semalam."

"Wah, berarti kau bukan anak tunggal?"

"Hm."

"Awalnya aku mengira kau anak tunggal karena sifat sok bossy mu." Dia hanya diam dan mengelus-elus kepala giselle yang kini sudah berada diatas pangkuannya. Aku rasa hanya giselle dari semua makhluk hidup yang pernah ia elus, mengingat sifatnya yang sangat dingin itu. Dan satu hal lagi yang selalu menjadi pertanyaan penting yang selalu ingin kutanyakan, apa dia juga bersikap sedingin itu dengan pasien?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 15, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DoctorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang