Sembilan - What The Hell!

5.1K 245 8
                                    

Aku sudah sampai di apartemen dan masih di liputi emosi. Aku menendang semua botol kaleng yang ku jumpai di jalan. Dompetku tertinggal di apartemen karena awalnya aku hanya berniat jalan-jalan disekitar apartemen. Entah kesialan apalagi yang akan terjadi jika aku mengenal dokter itu.

Tak terasa aku sudah berada di depan apartemen dan mendapati Andra sudah berdiri sambil menendangi kerikil-kerikil. Aku ingin pulang dan tidur di kamar. Tetapi nampaknya Dewa Neptunus tidak ingin hidupku lurus-lurus saja.

Andra yang menyadari kehadiranku sontak langsung menghampiriku.

"Kamu dari mana saja? Tadi aku jumpa dengan mama kamu." Andra masih menatapku dan tampaknya ia mendapati ekspresi lelah dan emosi ku.

Aku hanya tersenyum kecil menjawabnya.

"Kamu baik-baik saja?" Andra tampak ingin menyentuh kepalaku namun di urungkannya. Itu lebih baik.

"Kurasa aku tidak begitu baik." Jawabku yang lebih memberi kode kepadanya. Dan ia mengerti.

"Maaf jika aku mengganggumu. Aku hanya.. Aku merasa kamu masih marah denganku karena tempo hari." Aku tersenyum tipis. Andra sangat berbeda dengan dokter itu. Jika Andra berbicara denganku, kami akan menggunakan 'aku-kamu' sedangkan dokter itu menggunakan 'aku-kau'. Kontras sekali.

"Lid?" Andra menyadarkanku dari lamunan terbodohku! Mengapa bisa disaat-saat aku seharusnya marah pada dokter itu aku justru memikirkannya?

"Kurasa aku benar-benar butuh istirahat, ndra. Maaf." Ucapku yang langsung dijawab dengan anggukan pelan Andra.

Aku melewati Andra yang masih menatapku nanar. Aku sungguh merasa bersalah padanya. Kurasa ia pasti sudah lama menungguku. Namun, yang aku hanya bisa meninggalkannya lagi.

***

Aku sudah sampai di apartemen tepat pukul 20.45 dan itu tandanya aku melewatkan makan siangku. Entah aku akan melewatkan makan malamku atau tidak tapi tampaknya aku akan melewatkannya. Aku membuka pintu kamarku dan tidak melihat mami dimana-mana. Aku langsung menelepon mami. Karena ini adalah hari pertama mamidi Jakarta jadi siapa yang akan dikunjunginya selain aku?

"Halo sayang."

"Mami dimana? Kok enggak ada di apartemen?"

"Bukannya mami sudah pernah bilang ke kamu ya? Mami nginap di rumah teman lama mami malam ini sayang. Ada hal penting."

"Yaudah deh, Lidya tutup teleponnya ya mi. Bye."

"Bye sayang."

Begitu sambungan telepon terputus, aku termenung di atas tempat tidurku. Tugas yang biasanya akan aku kerjakan sudah ku berikan kepada dosen pembimbing. Dan kerjaan yang paling tepat sekarang adalah.. menonton semua kaset yang sudah menumpuk di lemari. Aku selalu mengabaikan mereka karena tugas skripsiku dan ini adalah saat yang tepat untuk balas dendam.

Aku meraih kasetku dan memasukkannya ke dalam DVD player di laptopku. Jadi.. sekarang aku akan mulai menonton Mockingjay 1 yang sudah beberapa bulan ku tunda.

***

Aku menggeliat tidak nyaman di tempatku sekarang. Aku membuka mataku dan terusik dengan suara dari luar apartemenku. Aku melirik jam dinding. Ini pukul 03.45 dini hari! Siapa yang bisa membuat kegaduhan jam segini?

Aku bangkit dari tidurku dan masih terhuyung karena rasa gantuk yang luar biasa. Kurasa inilah tidur yang paling wajar buatku. Namun, lagi-lagi terganggu.

Aku keluar kamar dan melirik dari balik tirai jendela. Aku mendapati anjing dan kucing di dalam gendongan dokter gila itu. Jam segini dia membawa anjing dan kucing?
Tanpa pikir panjang aku langsung membuka pintuku dan berjalan dengan cepat ke arah apartemen nomor 24 yang sudah sempat tertutup itu.

Kurasa aku tidak bisa sabar lagi sekarang. Setelah apa yang di lakukannya semalam, ia juga akan mengangguku sekarang?

Sontak aku langsung mengetuk pintu kamarnya. Dengan keras. Sangat keras. Tidak peduli dengan kehadiran bel ataupun intercom yang ada di samping pintunya. Namun lagi-lagi, gonggongan anjing dan meongan kucing yang menjawabku.

"Hei tuan hewan keluar kau!" Aku makin mengetuk pintunya dengan keras. Aku bukan Lidya Kusuma yang jaim atau feminim. Bahkan aku kadang lupa jika aku adalah seorang gadis.

Dan tak lama kemudian, tampak pria tinggi yang berkulit putih dengan rambut acak-acakan berdiri di depanku. Lebih tepatnya di balik pintu coklat itu. Dan Lebih tepat lagi.. dia adalah dokter menyebalkan itu. Dokter Mario Kendall.

Aku terpaku sejenak melihat sesosok tinggi di depanku. Mataku berkedip beberapa kali sampai kesadaranku penuh.

"Apa kau gila dengan memelihara semua hewan-hewan itu?! Mereka sudah mengganggu tidurku!" Aku membentaknya dengan keras dan dengan semua emosi yang terkumpul di dadaku.

Namun.. pria itu hanya tersenyum miring menjawab bentakanku dan menutup pintu coklat itu kembali. Dengan keras. Meninggalkanku yang masih berdiri terpaku.

What. The. Hell?

***

TBC

Halo readers :)
Untuk kesekian kalinya, aku minta vote dan comment kalian yaa :) Kritik dan saran akan sangat membantu author yang masih sangat baru ini. Mau marah sama tokoh di cerita ini juga boleh. Apapun akan author tampung.

Dan part lain dari cerita ini akan author edit sedikit jika ada yang typo atau tidak sesuai alur.

Merci^^

DoctorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang