Tepat pukul 07.00, Paula dan Raisya berlari kencang menuju gerbang sekolah. Hari ini adalah hari pertama mereka bersekolah di SMA NEGERI CITRA BANGSA.
Gerimis kecil turun membasahi bumi. Lantas mereka menjadikan tas sebagai payung.
Pak Satpam yang melihat kedatangan mereka berdecak kesal. Baru hari pertama sudah terlambat. CK!
"Eh, Pak, jangan ditutup dulu!"pekik Raisya sudah dekat dengan gerbang.
"Makanya jangan telat dong adik-adik. Saya hanya mengikuti peraturan yang ada."balas Pak Satpam langsung menggembok pintu gerbang.
"Yahh..padahal kita udah rela kehujanan loh, Pak. Ayolah. Kasihani kita." Raisya menelungkup kedua tangannya dengan wajah memelas.
Di sampingnya, Paula, hanya mengangguk kecil dan berdoa dalam hati agar Pak Satpam dibukakan pintu hati nuraninya.
"Nggak ada alasan. Sekarang kalian putar balik dan pulang ke rumah kalian."tegas Pak Satpam tidak bisa ditawar.
"Pak, plis, nanti saya traktir makan di KFC deh."ucap Paula sembari mengerling kedua matanya.
Hal itu membuat Pak Satpam terkejut. Wajahnya tampak merah padam. Sedangkan, Raisya meneguk ludahnya. Baru kali ini ia melihat temannya memainkan matanya.
"Nama kamu, Paula, kan? Besok temui Kepala Sekolah. Hari ini saya akan laporkan kamu dengan kasus pungli. Pulang sekarang!"titah Pak Satpam berkacak pinggang.
Raisya dan Paula menghela napas panjang. Mereka pun berjalan gontai meninggalkan sekolah. Sesekali melirik ke belakang berharap ada keajaiban.
"Kamu sih, Pau. Malah bikin semuanya runyam. Emangnya kamu ada uang buat traktir Pak Satpam ke KFC?"tanya Raisya penasaran.
Paula terkikik geli, "Ya enggak ada dong, Cha. Kamu tau sendiri 'kan uang jajanku berapa. Ya kali bisa traktir ke KFC."
Raisya tertawa kecil, "Terus ngapain kamu nawarin ke KFC? Uangnya dari mana?"
"Nanti aku suruh bayar sendiri kalau udah sampe sana. Hahah. Hebat, kan?"sahut Paula dengan wajah memerah.
"Dasar gila! Yang ada kamu nggak bisa masuk sekolah lagi dong."balas Raisya.
Mereka pun terdiam sembari melihat lalu lalang kendaraan. Polisi lalu lintas berjaga di setiap sudut jalan. Demi menjaga ketertiban pengguna jalan.
"Icha, aku singgah di rumah kamu dulu, ya. Soalnya ibuku pasti ada di rumah. Hari ini beliau nggak mengajar karena lagi nggak enak badan. Kamu tau 'kan kalau sampai orang tuaku tau aku bolos. Aku bisa digantung mati. Hahah.."ucap Paula menghibur dirinya.
Raisya berdecih pelan, tangannya segera merangkul sahabatnya itu. "Iya, aku tau kok. Aku akan bilang ke ibuku juga biar nggak ngangkat telpon kalau di telpon ibumu. Heheh.."
Mereka pun tertawa bersama.
Raisya paham betul keadaan keluarga Paula. Mereka adalah sahabat dari kecil.
Keluarga Paula adalah keluarga yang menjunjung tinggi kedisiplinan. Walaupun sebenarnya hal itu lebih mengarah ke strict parents.
Paula tidak pernah bergaul dengan lelaki sebayanya. Bahkan hal itu sudah ditanamkan dari kecil.
Kalau kedapatan, Paula langsung diboyong oleh bapaknya ke rumah. Di situ lah hal paling dibenci oleh Paula. Ia harus menerima dirotan oleh kedua orang tuanya.
°°°
"Aku pulang!"teriak Raisya menghambur di pelukan ibunya. Paula tersenyum simpul melihatnya.
"Kok cepat sekali pulangnya?"tanya ibu sembari menatap Raisya dan Paula bergantian.
"Bolos tuh, Bu. Kebiasaan."celetuk Fahmi yang baru saja keluar dari kamar.
Ia gelagapan ketika mendapati sosok Paula di antara mereka. Ia pun memutuskan untuk mengambil botol air minum dan segera masuk ke kamarnya. Buru-buru ia mengunci pintu kamarnya.
"Enak aja bolos. Kita tuh cuma terlambat semenit doang, tapi Pak Satpam nggak ngizinin makanya kita disuruh pulang."sahut Raisya tak terima atas tuduhan Fahmi.
"Wah, nggak apa-apa. Besok tinggal jalani hukuman dari guru piket kok. Ya sudah kalian masuk ke kamar. Ibu buatkan cemilan, ya."ucap ibu dengan lembut. Keduanya pun memasuki kamar Raisya.
Paula segera mengganti seragamnya dan duduk di balkon kamar Raisya. Hujan semakin lebat. Pemandangan yang sangat ingin dinikmati Paula ketika di rumahnya. Namun, sayang. Rumahnya bagaikan penjara.
"Pau, aku mau ke kamar mandi bentar, ya. Kamu nggak apa-apa 'kan kalau ku tinggal?"celetuk Raisya sembari menyembulkan kepala dari balik pintu.
"Aman, Cha. Lagian udah biasa waktu SMP."jawab Paula sembari memberikan jempol. Raisya pun turun ke lantai bawah.
Paula menopang dagunya sembari mengamati lapangan basket di hadapan rumah Raisya.
Setelah memicingkan matanya, ternyata ada sosok lelaki sedang duduk di bawah pohon sembari mengamati bola basket di tengah lapangan.
Untuk beberapa menit pertama, lelaki itu tidak menyadari keberadaan Paula. Namun, ketika 15 menit kemudian ia segera berdiri dan berjalan ke tengah lapangan.
Seraya menggunakan kedua tangannya bagaikan teropong. Ia mendapati seorang gadis cantik nan imut sedang asik menertawai dirinya.
Baru pertama kalinya mereka bertemu. Terakhir kali Paula berkunjung waktu SMP kelas dua. Lagian mungkin lelaki itu adalah orang baru.
Lelaki itu mendekati rumah Raisya. Ia berdiri tepat di bawah balkon kamar Raisya. Paula tersenyum kikuk. Harusnya aku tidak memperhatikannya. Kalau bapak sampai tau, aku bisa mati.
"Hai, apa dari tadi kamu memperhatikanku?"tanya lelaki berkaos biru muda itu. Ia tak menghiraukan hujan yang sudah membasahi tubuhnya.
"Maaf, ya, kalau aku lancang."balas Paula tak enak hati.
"Nggak apa-apa kok. Oh iya kenalkan, namaku Gama. Rumahku ada di seberang rumahmu. Tapi, sepertinya aku belum pernah melihatmu."tutur Gama dengan hangat.
"Aku ng—"
"Pau, ibu menyuruh kita untuk makan. Ayo!"panggil Raisya setelah membuka pintu kamar.
"Hm, baiklah."jawab Paula lalu melambaikan tangannya pada Gama. "Bye, Gama."
"Bye!"
°°°
KAMU SEDANG MEMBACA
DI ATAS LANGIT BIRU
Teen FictionKetika cinta dan cita menyatukan kita dari keluarga yang berbeda