Dengan sedikit kesal, Paula membalikkan tubuh menghadap si lelaki tampan.
Brukk!!!
Hanya menggunakan satu tarikan, Gama bisa membuat Paula berada dalam pelukannya.
Refleks, Paula mendorongnya. Namun, Gama tidak mau. Ia masih ingin memeluk gadis itu.
"Kalau ada yang melihat, bisa bahaya aku, Gama!"pekik Paula.
Lelaki itu tidak mau tau. Dan, bahkan ia pun tidak mengerti alasannya melakukan itu.
Tanpa sengaja, Paula menyentuh dada Gama yang sedang bergemuruh. Debaran di jantung lelaki itu membuatnya kikuk.
Paula menutup matanya rapat. Dalam hati ia merapalkan sebuah kalimat. Ia memohon agar tak satupun orang melihat mereka.
Gama melonggarkan pelukan dan melihat ke wajah Paula. Melihat gadis itu menutup mata seakan menyuruhnya untuk melakukan hal yang lebih.
Apa kamu mau aku cium?
Gama tersenyum maut. Ia pun dengan hati-hati memegangi belakang kepala Paula.
Dalam sekejap saja, kecupan hangat itu terjadi. Tidak lama. Sebab Paula mendorongnya dengan keras.
"BIADAB KAMU, GAMA!!!"
Gama tersentak kaget. Ia tidak menyangka Paula akan berteriak seperti orang kesetanan.
"Bukannya kamu yang mau aku cium? Kenapa tadi kamu nutup mata segala?"balas Gama tak terima.
Kata-kata dari mulut Gama seakan melecehkannya. Paula menangis sejadi-jadinya. Kemudian, ia melangkah pergi meninggalkan Gama yang kebingungan.
"Pau! Paula!"
"Paula!"
Tidak dihiraukannya lagi. Paula tetap melangkahkan kakinya dengan cepat. Sedangkan, di belakang sana, Gama hanya bisa menjambak rambutnya.
°°°
"Ibu, aku pulang."ucap Paula lalu melepas sepatunya.
"Ayo, Nak, makan dulu."ucap Ibu seraya menata makanan di atas meja.
"Aku ganti baju dulu, Bu."balas Paula lagi lalu menaiki tangga.
Grasak-grusuk dari dalam kamarnya membuat Paula langsung memutar kenop pintu.
Ada Amelia yang sedang mencari bajunya di lemari Paula. Ia tidak peduli dengan mata sembab sang adik.
"Kakak 'kan punya kamar sendiri, kenapa masuk terus ke kamar aku sih?"tanya Paula sembari meraih baju-bajunya di lantai.
"Ya terus kenapa? Kan kamarku udah dijadikan gudang sama Ibu. Pakaianku juga nggak ada. Makanya aku nyari ke lemarimu."jawab Amelia sembari menatap adiknya yang tampaknya baru saja menangis.
Paula yang menyadari itu bergegas memalingkan wajahnya dan berusaha mencari aktivitas lain.
Amelia hanya tersenyum remeh melihat kelakuan adiknya. "Kenapa menangis? Bukannya enak ya udah ciuman sama pacarmu?"
Deg!
Amelia tersenyum lebar mendapati respon Paula yang tidak biasa. Gadis di hadapannya hanya mematung dengan nafas yang tercekat.
"Kenapa, Pau? Kok diam? Takut ketahuan Ibu sama Ayah? Udah..kamu tenang aja. Kakakmu ini paling ahli dalam menjaga rahasia."terang Amelia sembari menepuk bahu kanan Paula.
Paula terduduk di sudut ranjang. Matanya menatap lurus dengan pandangan kosong.
"Dia bukan pacarku, Kak." Satu kalimat itu membuat kakaknya terkejut.
KAMU SEDANG MEMBACA
DI ATAS LANGIT BIRU
أدب المراهقينKetika cinta dan cita menyatukan kita dari keluarga yang berbeda