Keesokan malamnya, Gama kembali membawakan beberapa nasi kotak yang dibeli dari restoran milik kepala sekolah untuk Paula.
Tak lupa juga, ia mengendap-endap agar suara langkah kakinya tidak terdengar oleh ibu Paula.
Paula menerima pemberian Gama dengan senang hati. Ia pun kembali duduk di tengah jendela lalu memakan pemberian Gama dengan lahap.
Gama pun sama seperti malam kemarin, hanya memantau Paula dari bawah. Ia ingin memastikan gadis itu makan dengan baik.
Gama merasa bahwa perubahan pada Paula sangat baik. Sepertinya ia sudah sehat. Gama menunggu kedatangan gadis itu di sekolah.
"Gama, kamu kenapa liatin aku kayak gitu?"tanya Paula dengan makanan masih di dalam mulutnya.
Gama terkekeh pelan, "Makan dulu sana, entar tersedak loh."
"Hehehe.."
Paula kembali melanjutkan aksi makannya sampai ludes. Perut yang tadinya keroncongan akhirnya bisa tenang juga. Setelahnya, ia pun menegak habis sebotol air mineral.
"Gama, kamu pulangnya hati-hati, ya. Aku takut kalau ayahku sampai tau kalau kamu ke sini."ucap Paula dengan suara lirih.
Deg!
Gama terenyuh mendengar ucapan Paula.
Bahkan kamu udah nggak pikirin dirimu sendiri. Kamu hanya khawatir aku kenapa-kenapa.
Dengan demikian, Gama akhirnya menyetujui permintaan Paula. Setelah mendapat anggukan kepala dari Gama, Paula pun pamit untuk menutup jendela.
Sama seperti kemarin, sebelum Paula menutup jendela, Paula menatap Gama lama seakan ada makna tersirat di dalam hatinya.
"Bye , Gama."ucap Paula lalu menutup jendela.
Gama pun akhirnya meninggalkan halaman rumah Paula. Ia berdiri sebentar sembari menunggu Paula mematikan lampu kamarnya.
Tapi, Gama merasa ada yang aneh. Tidak seperti kemarin, malam ini Paula agak lama mematikan lampu kamarnya.
Ada satu jam Gama menunggu, hingga akhirnya Paula mematikan lampu kamarnya. Gama sedikit khawatir dengan keadaan gadis itu. Takut saja ternyata ibunya mengetahui keberadaan Gama.
Namun, Gama tidak bisa berbuat lebih. Ia hanya berdoa agar Paula tidak tekena masalah lagi. Setelahnya, ia memutuskan meninggalkan tempat itu.
°°°
Setelah menutup jendela, Paula mengintip sedikit pada celah jendela. Ia memantau keberadaan Gama. Setelah melihat Gama keluar dari halaman rumahnya. Ia pun merebahkan diri di atas ranjang.
Paula meraih buku tulis dan pensilnya kemudian mulai mencoret-coretnya dengan sketsa wajah lelaki tampan yang selalu menjaganya.
Menjagaku? Iya ya, baru kali ini ada laki-laki yang benar-benar khawatir sama keadaanku. Baru kali ini juga aku merasa diistimewakan.
Setelah membuat gambar Gama dengan sempurna, Paula pun meraih beberapa pensil warnanya. Ia mewarnai gambar itu dengan mengingat jelas warna kesukaan lelaki itu.
Setelah melihat hasil gambarnya dengan puas. Paula menatapnya tajam. Hal yang paling tidak bisa ia lupakan adalah ketika ciuman tiba-tiba dari Gama.
Seketika pipi Paula memanas, muncul semburat merah jambu di sana. Bukannya marah, namun ia bahagia bisa mengenal Gama.
Didekapnya gambar itu dengan perasaan bahagia. Sangat hangat. Begitu saja namun membuat Paula merasa aman.
KAMU SEDANG MEMBACA
DI ATAS LANGIT BIRU
Roman pour AdolescentsKetika cinta dan cita menyatukan kita dari keluarga yang berbeda