Scene 7

376 43 8
                                    

[Cerita ini hanya hanya fiktif belaka, apabila terdapat kesamaan nama, tokoh/karakter dan tempat dalam cerita ini hanya merupakan kebetulan semata tanpa ada unsur kesengajaan]

*Mari mengungkap apa yang terjadi Di Balik Kamera

*Seminggu sekali mari mengungkap apa yang terjadi Di Balik Kamera!

***

Flashback On

Suasana restoran cukup ramai malam ini, namun tak terasa menyesakkan. Beberapa pelayan terlihat mondar-mandir melayani pengunjung. Langit-langit restoran yang tinggi itu dihiasi beberapa lampu gantung yang indah. Suara denting piano yang dimainkan di sudut restaurant membuat suasana terasa syahdu, sehingga membuat orang berasa nyaman.

Namun tidak dengan Jenny yang duduk dengan kikuk di kursi. Makanan dihadapannya nyaris tak tersentuh meski sudah terjamin kelezatannya. Perempuan itu melirik seorang laki-laki yang menjadi sumber tak nyamannya, Bramtyo Dikson. Ya laki-laki itu yang membawanya kemari, di tengah break syutingnya malam ini.

Berbeda dengan Jenny yang tak nyaman dengan situasi ini, Bram justru begitu menikmatinya. Dengan santai, ia menyantap Tenderloin Angus Reserve pesanannya.

" Lo diet?" tanya Bram, membuyarkan keheningan Jenny. Perempuan itu tak memberi respon apapun. " Kenapa gak di sentuh makanannya?"

" Gak lapar"

" Masih saja suka bohong"

Jenny memandang wajah Bram dengan penuh kebingungan. " Sorry?"

" Itu faktanya" Bram menaruh garpuh dan pisau di atas piring, ia menatap Jenny. " Lo gak tahu gue? Gak pernah nyari tahu soal gue?"

" Siapa lo? Penting buat gue? Lo bokap gue? Yang ada, buang-buang waktu nyari tahu soal lo"

" Kalau gue bilang, suatu saat nanti, saat aku liat bintang disitu aku liat kita. Apa kamu masih kekeuh dengan ucapan lo tadi itu?"

Tunggu, kalimat itu tak asing buat perempuan yang lama tinggal di Semarang itu. Dahi Jenny berkerut, ia menatap lekat laki-laki di depannya. " Lo siapa?"

" Bramantyo Dikson" jawab Bram

".."

" Itu nama gue sekarang. Aryo Bram Dewangga itu nama gue dulu" lanjut Bram

Jenny mendelik. " Aryo?"

Kedua sudut bibir laki-laki itu tertarik ke atas. Ia menggangguk.

" No way! Bohong kan lo?"

" Setiap malam seorang anak kecil laki-laki selalu menangis karena seseorang tanpa rasa bersalah menghabiskan dua gelas susu setiap malam. Masih bilang gue bohong?"

" Lo Aryo!" ucap Jenny pasti, saat Bram menyebutkan kejadian puluhan tahu silam yang masih begitu lekat di benaknya.

Jenny masih tak menyangka bahwa orang yang selama ini ia cari kini berada di hadapannya. Bram atau yang Jenny lebih kenal dengan sebutan Aryo adalah anak dari mantan ayah tirinya. Yang artinya, Aryo atau Bram adalah saudara tiri Jenny. Aryo adalah orang special Jenny saat itu, bukan hanya karena hubungan saudara, tetapi Bram adalah orang yang mampu membuat Jenny nyaman dengan makhluk berjenis kelamin laki-laki, dan mampu membuat Jenny merasakan rasa ingin memiliki yang lebih pada Aryo saat itu.

Namun sayangnya jauh sebelum perceraian kedua ibunya itu terjadi, Jenny dan Aryo harus berpisah karena Aryo saat itu di ambil paksa oleh ibu kandungnya, saat Jenny dan Aryo baru merasa memiliki saudara selama 2 tahun, hingga Jenny harus mengubur rasa ingin memiliki pada adik tirinya. Dan sejak saat itu, Jenny dan Bram tak pernah saling bertemu hingga pertemuan kali ini dengan nama dan penampilan Aryo yang sudah 180 derajat berubah.

Di Balik KameraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang