07

32 8 1
                                    

Aku membalikkan tubuhku, bersiap untuk melangkahkan kakiku meninggalkannya.

"Kamu pikir menikah itu hanya untuk main-main?" Ucapnya yang sontak mengurungkan niatku.

"Pernikahan itu ibadah terlama. Kalau kamu salah dalam memilih imam kamu, taruhannya bukan hanya di dunia. Tapi juga di akhirat." Tambahnya.

Aku terdiam untuk sesaat lalu berbalik dan kembali menatapnya.

"Mangkanya, supaya aku nggak salah pilih. Kamu aja yang jadi imamku!" Ucapku mantap.

"Kamu masih terlalu dini untuk menikah."

"Terlalu dini? Tapi aku Reena, bukan dini. Jadi nggak ada kata terlalu dini, adanya terlalu Reena!" Timpaku berusaha untuk merubah suasana saat ini.

"Jangan bercanda."

"Oh. Oke." Jawabku sembari mengangkat kedua tanganku tanda setuju.

"Usia kita terpaut sangat jauh."

"Cuma enam tahun. Lagian kamu juga pasti udah tahu kan kisah antara Rasulullah dan Sayidah Khadijah, atau kisah Rasulullah dan Sayidah Aisyah. Usia mereka juga terpaut jauh, lebih jauh daripada kita malah. Tapi itu bukan masalah." Timpaku yang sontak membuatnya kehilangan kata-katanya karena memang benar itu adanya.

"Jadi nggak ada masalah lagi kan kalau kita nikah?" Tanyaku.

"Kenapa? Apa alasan kamu terus-terusan mendesak perjodohan yang bahkan kita saja belum mengerti saat itu?" Sahutnya.

Terbit senyum diwajahku, ku tatap kedua netranya lekat, mungkin ia sudah mempersiapkan alasan lain untuk menolak perjodohan ini. Tapi aku tidak akan pernah menyerah.

Harga diri? Aku masih memiliki itu, tapi tujuanku jauh lebih penting dari itu. Mungkin aku bisa mempertaruhkan harga diriku agar tujuanku bisa tercapai.

"Karena itu permintaan Ummi." Jawabku.

"Emangnya kamu nggak mau menuhin permintaan Ummi yang terakhir? Bukannya dulu kamu sendiri yang sudah berjanji untuk memenuhi apapun yang Ummi inginkan? Karena janji itu perjodohan ini ada kan." Tambahku, karena memang itulah kenyataannya.

Kenyataan yang baru ku dengar sebelum berangkat ke tempat ini. Janji yang Kafa buat untuk Ummiku.

Janji untuk menjagaku, janji untuk menjadi pangeran berkuda putih dalam kisah hidupku. Dan janji untuk selalu bersamaku.

Sebenarnya memang benar tujuan awalku ke sini hanya untuk membalas apa yang sudah Gus Bara perbuat dengan menikahi Kafa, namun aku juga ingin memenuhi keinginan terakhir Ummiku.

Aku ingin membuat Ummiku bahagia meskipun kami tidak pernah bertemu.

Seperti yang lainnya, aku juga ingin memiliki kesempatan untuk membuat Ummiku bahagia di sana dengan pernikahan ini.

Aku ingin membuat Ummiku tersenyum disana karena anaknya menikah dengan lelaki pilihannya.

"Pernikahan tanpa cinta hanya akan menyakiti kita berdua." Ujarnya dengan suaranya yang terdengar lebih lembut dari sebelumnya.

"Cinta bisa datang setelah kita menikah. Dan syarat utama dalam memilih pasangan bukan hanya cinta." Timpaku lalu kembali terdiam.

Lagi-lagi tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulutnya, ia lebih memilih untuk diam dan bergelut dengan isi kepalanya saat ini.

Aku menghela nafas beratku dan segera melenggang meninggalkannya, kembali menemui Shofi yang masih menungguku di sana.

Langkah kaki terdengar di belakangku. Ya, Kafa mengikutiku, dengan keheningan yang masih menemani setiap langkah kami.

Ternyata si Kafa KW itu juga sudah datang bersama dengan seorang laki-laki paruh baya yang kini tersenyum menyambut kedatanganku dan Kafa.

"Reena ya?" Tanya lelaki paruh baya itu yang langsung ku angguki, akupun segera menghampirinya dan mencium punggung tangannya.

"Masya Allah sudah besar ya sekarang, tambah cantik." Tambahnya yang membuat senyumku mengembang untuk kesekian kalinya.

Sepertinya dia adalah Abi Kafa.

"Kalian sudah berbicara?" Tanyanya, sontak aku menatap Kafa yang kini terlihat tak fokus.

"Sudah." Jawabku tanpa memalingkan pandanganku darinya.

"Abi sudah dengar alasan mengapa kamu datang kemari. Dan Abi akan sangat senang jika memang benar nantinya kalian akan berjodoh." Ujarnya.

"Betul itu, pasti bakal wawww kalau kalian nanti menikah. Cocok. Jadi pasangan viral pasti! Jadi pasangan ter hott di aplikasi tok tok." Celetuk Kafa Kw yang duduk tepat di sebelah Abi.

Tanpa aba-aba Kafa menatapnya tajam, seolah memberi isyarat agar lelaki itu diam menyimpan kata-katanya yang unfaedah itu.

"Hari ini kamu menginap di sini saja, sudah malam, pasti kamu juga capek kan." Pinta Abi yang dengan ramah menyambutku di rumah ini, namun berbeda dengan Kafa, dan aku mengerti hal itu.

"Reena pulang saja Bi, lagipula sepertinya ada yang udah siap buat ngusir Reena di sini." Jawabku bercanda.

"Kafa? Dia memang gitu orangnya, judes." Sahut Kafa Kw. Ya, kita sebut saja dia Kafa KW karena aku bahkan tak tahu siapa namanya.

"Reno,, jangan gitu ihh, nanti Reena malah berubah pikiran nggak mau nikah sama mas mu loh nanti." sahut seorang wanita yang baru saja datang dengan beberapa cangkir minuman di nampan yang ia bawa.

"Lagian tuh mukanya udah mirip sama ikan lohan sih Ummi, jadi sayang kalau nggak digangguin." Jawab Kafa KW yang ternyata namanya adalah Reno.

"Hussst, nggak boleh gitu ah." Sahut Ummi dengan senyumnya dan langsung memposisikan dirinya untuk duduk di sampingku setelah mempersilahkan kami untuk meminum teh yang beliau sajikan.

"Masya Allah," ucapnya menatapku lekat sembari membelai puncak kepalaku.

Seketika suasana menjadi hening, dan air mata mulai menitik dari pelupuk mata Ummi.

Tanpa sadar tanganku terulur, mengusap air matanya yang perlahan mulai menitik. Aku tidak pernah merasakan perasaan seperti ini sebelumnya. Rasanya sakit melihat air matanya terjatuh.

"Kamu adalah satu-satunya yang tersisa saat ini. Maaf karena Ummi tidak pernah menemui kamu selama ini. Ummi hanya belum siap. Tapi memang mungkin sekarang saatnya untuk Ummi memberikan kasih sayang Ummi untuk kamu. Kasih sayang yang sudah seharusnya Ummi berikan sejak dulu " Gumamnya sembari mendekapku erat.

Aku menerima dekapan hangatnya dengan senang hati, jadi seperti ini rasanya mendapat kasih sayang dari seorang ibu?

Tanpa sengaja netraku menangkap sosok Kafa yang kini menundukkan kepalanya, dengan tatapannya yang terlihat bimbang dan penuh kesedihan.

Apa perjodohan ini memang seberat itu untuknya?

MENGGAPAI RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang