Chapter 07 : The Much Anticipated Meeting

1.5K 202 12
                                    

Pagi mulai menyapa dengan gemerlapnya yang tenang di dalam hutan. Cahaya matahari yang memancar masuk di antara pepohonan, menari-nari di atas dedaunan hijau yang menari-nari oleh angin pagi. Suara riuh rendah air sungai yang mengalir menjadi sebuah serenade yang menenangkan di tengah heningnya alam.

Sakura membuka matanya perlahan, tersentak oleh keindahan pemandangan yang memukau. Wajahnya disentuh oleh sinar matahari yang masuk lewat celah-celah dedaunan, menciptakan pola-pola cahaya yang memesona. Suasana tenang pagi memenuhi pikirannya, membangkitkan rasa damai dan syukur di dalam hatinya. Sakura merasakan kesejukan udara pagi yang masih segar, dan senyumnya merekah ketika ia menyadari Sasuke masih tertidur di seberang sana, baru tidur 20 menit yang lalu.

Tidak lama kemudian, suasana hening dipenuhi oleh kegaduhan yang tiba-tiba muncul. Suigetsu, Juugo, dan Karin muncul dengan riuh, mengobarkan kehidupan di tengah kesunyian pagi yang damai. Suara mereka yang keras dan riang membangunkan Sasuke dari tidurnya yang masih lelap, memecah keheningan di sekitar mereka dengan gemuruh yang menyenangkan.

Sasuke, meskipun masih dalam tidur yang lelap, merespons dengan refleks yang cepat. Matanya terbuka perlahan, memancarkan sinar onyx yang mengintimidasi seolah menunjukkan kesiagaannya meskipun tubuhnya masih terjaga dalam kelelapannya. Dalam sekejap, ia bangkit dari tidurnya dengan gesit, siap menghadapi apa pun yang mungkin terjadi.

"Sasuke, kami sudah menemukan rute yang kau maksud," ucap Suigetsu, menjadi orang pertama yang berbicara sampai ekspresi wajah Sasuke mulai serius, menatap Sakura yang juga membalas tatapannya.

Selama 15 menit, Sasuke memberikan arahan tentang apa saja yang harus mereka lakukan hingga akhirnya mereka berpisah, lebih tepatnya berpisah dengan Sakura. Sakura mengambil rute yang berbeda sementara Suigetsu, Karin, Juugo dan Sasuke mengambil rute lurus ke depan. Hingga di tengah jalan mereka dihadang oleh Kisame, pria dengan kulit biru itu berdiri di salah satu tiang pondasi yang kokoh.

"Kau....," ucap Suigetsu yang bereaksi lebih dulu, melihat Kisame yang berjongkok di atas tiang pondasi yang kokoh itu. Ekspresi Suigetsu tampak serius, mengenali sosok Kisame.

"Hanya Sasuke yang bisa melewati jalan ini," ucap Kisame yang kemudian berdiri. "Ini perintah Itachi. Sisanya dipersilahkan untuk menunggu di sini."

"Hn," sahut Sasuke yang kemudian segera melewati Kisame tanpa menoleh ke belakang sama sekali dan Kisame membiarkannya lewat begitu saja.

Sasuke meneruskan perjalanannya, memasuki sebuah gedung tua dengan langkah yang mantap, menembus kesunyian ruangannya yang seolah menyimpan berbagai misteri. Dengan tatapan tajamnya, ia melangkah menuju aula yang luas, di mana bayangan Itachi sudah menantinya. Di ujung aula, Sasuke menemukan Itachi duduk dengan tenang di sebuah tempat duduk. Wajahnya yang dingin tidak menunjukkan sedikit pun emosi, seolah menjadi citra keheningan yang menakutkan.

"Sharingan itu, seberapa banyak sudah kau lihat?" tanyanya dengan suara datarnya yang khas, dingin nan menusuk disaat Sasuke melangkahkan kakinya maju beberapa langkah ke depan.

Itachi tiba-tiba bergerak, melewati Sasuke dan berbalik menyerang. Sasuke segera menahan gerakannya, bukan hanya sekedar membaca gerakan Itachi namun ia mengingat momen itu dengan baik dalam ingatannya yang menyakitkan. Itachi berusaha menyerangnya namun sekali lagi Sasuke menangkisnya dan segera menghabisinya dalam satu kali serangan chidori.

"Kau semakin kuat," ucap Itachi yang tergeletak di atas lantai, sudut bibirnya tampak mengeluarkan darah.

Itachi tiba-tiba mengangkat dua jarinya, menunjuk kembali ke arah tempat dimana ia duduk sebelumnya dan ia ada di sana. Hingga tubuh Itachi yang tergeletak di tanah itu berubah menjadi burung gagak.

"Apakah itu terlihat menyenangkan, Itachi," ucap Sasuke yang suaranya tiba-tiba terdengar di belakang tempat duduk Itachi, sukses besar mengangetkan Itachi sementara sosok Sasuke yang berdiri di depan Itachi berubah menjadi ular putih.

"Genjutsu," gumam Itachi.

"Sebaiknya kita hentikan omong kosong ini," ucap Sasuke yang kemudian berdiri di samping tempat dimana Itachi duduk. Perlahan, Sasuke menolehkan kepalanya dan menatap Itachi. "Kakak...."

"Aku tidak butuh ceramah bodohmu, itu menyebalkan. Aku sudah mengetahui semuanya," ucap Sasuke melangkahkan kakinya ke depan. Hingga ia kembali berhadapan dengan Itachi.

"Aku sudah tau apa yang sebenarnya terjadi, bagaimana situasi terdesakmu hingga kau harus membunuh semua orang kecuali aku," terang Sasuke dan kata-katanya itu membuat Itachi melebarkan bola matanya. Ini adalah sebuah fakta yang sangat mengejutkan baginya karena tidak ada orang yang tahu pasti apa yang sebenarnya terjadi selain petinggi Konoha dan Sasuke tidak berhubungan dengan mereka.

"Kau pasti bertanya-tanya, bagaimana aku bisa tahu. Karena aku sudah melewatinya, aku pernah membunuhmu," ucap Sasuke menatap Itachi dengan tatapan tajam dan meyakinkan. Tak ada sedikitpun keraguan di bola mata onyx yang kontras dengan warna sharingan Itachi.

Sesaat kemudian Sasuke memulai ceritanya dengan suara yang tegas, menggambarkan setiap detil pertarungan yang mereka alami, serta rencana yang Itachi rancang dengan cermat untuknya. Itachi mendengarkan dengan perhatian yang mendalam, menyerap setiap kata yang diucapkan Sasuke tanpa menunjukkan ekspresi apa pun. Kemudian, dalam keheningan yang menyelimuti ruangan, keduanya terdiam, membiarkan kata-kata mereka tergantung di udara.

Tiba-tiba, langkah kaki Itachi terdengar bergema di ruangan itu, menandakan bahwa ia bangkit dari tempat duduknya. Dengan setiap langkah yang diambilnya, suasana semakin tegang. Sasuke mengangkat pandangannya saat Itachi berdiri di depannya, wajah dingin kakaknya mulai memancarkan kelembutan yang tak terduga. Sorot matanya yang tajam perlahan berubah menjadi tatapan penuh kerinduan.

Tanpa kata-kata, Itachi merenggangkan kedua tangannya, mengundang Sasuke untuk mendekat. Sasuke tidak bisa menahan getar emosi di dadanya saat ia dipeluk oleh kakaknya, merasakan kehangatan yang lama ia rindukan. Di antara mereka, dalam dekapan itu, terdapat kedamaian yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Mereka telah menemukan titik temu dalam keheningan, mengakhiri pertarungan yang panjang dan penuh konflik dengan kedamaian yang tak tergantikan.

Dalam dekapan hangat Itachi, Sasuke merasakan ketegangan yang terpendam dalam dirinya mulai luluh. Setiap sentuhan, setiap helaan napas, menyirami hatinya dengan rasa nyaman yang begitu mendalam. Kenangan masa kecil mereka yang penuh keceriaan dan kedekatan mulai membanjiri pikirannya, mengusir bayang-bayang kegelapan yang selama ini menghantui dirinya.

Namun, seiring dengan kehangatan itu, Sasuke merasakan sesuatu yang jauh lebih dalam. Perasaannya yang terkekang selama ini, kepedihan yang selama ini ia sembunyikan, mulai merayap ke permukaan. Dalam dekapan kakaknya, semua emosinya meledak. Tubuhnya yang tegap mulai bergetar, mata yang selama ini begitu kuat dan tajam, kini terisi oleh air mata yang tak terbendung.

Sasuke menangis. Dia menangis dengan keras, membiarkan semua beban yang selama ini ia pikul tumpah di dalam dekapan hangat kakaknya. Ia memeluk tubuh Itachi dengan erat, seolah tak ingin melepaskan kesempatan ini, sebagai ungkapan dari semua kerinduan, kehilangan, dan kepedihan yang ia rasakan selama bertahun-tahun. Dalam tangisannya, Sasuke menemukan kedamaian yang telah lama ia cari, di dalam pelukan yang terasa begitu akrab.

Dalam tatapan mata yang penuh penyesalan, Itachi mencoba mengekspresikan kata-kata yang begitu sulit untuk diucapkan. Suaranya terdengar serak, terhalang oleh beban berat yang ia pikul selama ini. "Aku pulang, Sasuke. Maafkan aku..."

Setiap suku kata yang keluar dari bibir Itachi terasa terengah-engah, sebagai ungkapan penyesalan yang mendalam. Tidak sehari pun berlalu tanpa ia merasakan beban dari dosa-dosa yang telah dilakukannya. Namun, kali ini, Sasuke ada di sampingnya, menerima kebenaran yang selama ini tersembunyi.

"Kakak, mengapa kau begitu bodoh?" desisnya, suaranya terputus-putus oleh emosi yang meluap-luap. Ia mempertanyakan kebodohan Itachi yang begitu ingin mengakhiri hidupnya sendiri, bahkan dengan tangan Sasuke sendiri, dan memberikan mangekyou sharingannya padanya.

Itachi tidak bisa menjawab. Dia hanya menggelengkan kepalanya pelan, seolah mencoba memaklumi bahwa mungkin kebodohannya telah membawa mereka berdua ke ujung kehancuran. Dalam pelukan yang erat, Itachi dan Sasuke saling berduka, menumpahkan semua rasa yang selama ini terpendam, mencampurkan rasa sayang, rindu, dan rasa bersalah menjadi satu. Dalam keheningan yang meresap, keduanya merasakan kehangatan yang saling mereka berikan, sebagai penyelesaian dari semua kekosongan yang selama ini mereka rasakan.

The Second TimelineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang