Chapter 21 : Seek a Doctor's Attention

1.1K 166 14
                                    

Suara ketukan pintu memecah keheningan malam di kediaman Uchiha, menandai kedatangan seseorang yang sudah diduga. Di balik pintu, Sasuke berdiri dengan wajah yang berusaha menampilkan ekspresi sakit sekuat mungkin, siap untuk memainkan perannya dalam sandiwara malam itu. Ia tahu bahwa di balik pintu itu, Sakura menanti dengan kecemasan yang tidak tersembunyi.

Dengan napas yang terengah-engah, Sasuke mempersiapkan diri untuk bertindak. Setelah memastikan bahwa ekspresinya cukup meyakinkan, ia dengan hati-hati membuka pintu, membiarkan cahaya redup dari ruangan di luar menyinari wajahnya yang berusaha berperan sebagai orang sakit. Udara yang sejuk malam itu berhembus masuk, menyentuh wajahnya yang berubah pucat karena usahanya mempertontonkan keadaan yang lemah.

Sementara di depan sana, Sakura tak bisa menyembunyikan ekspresi penuh kecemasannya setelah ia menerima surat Sasuke. Isi surat itu sederhana, hanya dua kata yang ditulis dengan huruf tegas: 'aku sakit'. Meskipun pendek, kata-kata itu berhasil menimbulkan gelombang kekhawatiran yang mendalam di hati Sakura dan begitu pintu itu terbuka, Sakura, dengan mata yang penuh kekhawatiran, langsung menyambut Sasuke dengan pandangan yang memancarkan kecemasan. Matanya memperhatikan setiap gerakan Sasuke dengan cermat, mencari tanda-tanda keadaan yang sesungguhnya di balik ekspresi yang diperlihatkan oleh pria yang ia cintai itu.

"Sasuke?!" pekik Sakura, suaranya penuh kepanikan saat ia melihat wajah pucat Sasuke. Kecemasannya semakin bertambah ketika tubuh pria itu lunglai dan ambruk ke arahnya, memaksa Sakura untuk meraihnya dan berusaha menopangnya.

"Sasuke?! Sasuke?!!" panggil Sakura panik.

Dalam kepanikannya, Sakura merasa seolah-olah segalanya berputar di sekitarnya. Dengan perasaan campur aduk antara cemas dan kekhawatiran, ia membopong tubuh lemah Sasuke masuk ke dalam rumah, mengatur posisi pria itu dengan lembut di atas sofa. Namun, begitu Sakura melihat luka yang menghiasi lengan Sasuke, kekuatannya hampir meleleh. Bola mata emeraldnya mulai berkaca-kaca, dan getir dalam dadanya hampir tak tertahankan. Ia merasakan dorongan kuat untuk menangis, namun ia menahan diri dengan keras. Saat itu, Sasuke merasakan rasa bersalah yang tak terbendung. Ia menyadari bahwa sandiwara yang ia mainkan mungkin terlalu berlebihan.

"Sakura?" panggil Sasuke dengan suara lembut yang penuh penyesalan, menyadari bahwa saatnya untuk membuka diri tentang sandiwara yang ia mainkan. Ia merasa seolah-olah beban berat telah menghimpit dadanya, dan ia tahu bahwa ia harus mengungkapkan kebenaran kepada wanita yang ia cintai sebelum air mata mengalir dari mata indahnya yang teduh.

Sementara Sakura mendengar panggilan itu, ia segera menolehkan kepalanya ke arah Sasuke. Wajahnya penuh dengan kekhawatiran dan kebingungan saat ia menatap . "Kenapa tidak segera diobati?! Kenapa? Kenapa didiamkan saja? Kau sudah di rumah sakit tadi, kenapa tidak diobati?"

"Maaf, aku melihatmu sibuk mengobati Naruto tadi," terang Sasuke dengan suara pelan, meskipun hatinya terasa berat untuk mengakui. Ia tidak sepenuhnya berbohong, karena ia memang melihat Sakura sibuk mengobati Naruto sebelumnya.

Dalam momen yang tegang, Sakura merasa denyut amarahnya berdesir di dalam dadanya, tetapi ia dengan cepat menahannya, menekan gelombang kecemasan yang menghantamnya. Dalam keputusannya yang terbimbing oleh rasa tanggung jawab dan cinta, Sakura memutuskan untuk mengatasi luka-luka Sasuke terlebih dahulu sebelum mengungkapkan kekhawatirannya.

Dengan telaten dan keahlian yang hanya dimiliki oleh seorang yang berpengalaman, Sakura memulai proses penyembuhan luka-luka Sasuke. Setiap gerakan tangannya begitu cermat dan penuh perhatian, mencerminkan dedikasi yang tulus untuk mengobati orang yang ia cintai. Sasuke, dalam diamnya, memperhatikan setiap langkahnya dengan tatapan yang tenang, memberi penghormatan kepada keahlian dan kelembutan Sakura.

Setiap ekspresi wajah Sakura, saat ia fokus pada tugasnya, terpancar kecantikan yang tak terbantahkan dan itu membuat Sasuke tak bisa berhenti untuk jatuh cinta padanya berulang kali. Baginya, Sakura bukan hanya seorang dokter atau ninja medis yang mahir, tetapi juga sosok yang memancarkan pesona yang tak terlukiskan, memikat hatinya dengan keanggunan dan kelembutan yang mengalir begitu alami.

"Sakura, terima kasih," ucap Sasuke dengan suara lembut, melontarkan ungkapan terima kasihnya saat Sakura selesai mengobatinya.

Kata-kata lembut Sasuke tentunya berpengaruh terhadap suasana hati Sakura namun itu tidak membuat suasana hatinya membaik, ia masih kesal, melihat bagaimana pria itu mengabaikan kondisi tubuhnya sendiri. Sementara Sasuke yang melihat guratan emosi di wajah istrinya itu segera menyalakan alarm bahaya di otaknya. Ini akan menjadi masalah serius jika wanitanya itu merajuk maka Sasuke tak punya pilihan lain selain melanjutkan sandiwaranya lebih berlebihan lagi.

"S-sakura, sepertinya aku demam juga," ucapnya, mencoba menempati peran sebagai yang sakit. Mendengar pengakuan tersebut, Sakura segera menatapnya dengan ekspresi cemas, khawatir akan kondisi kesehatan Sasuke.

Dengan gerakan cepat dan cemas, Sakura menyentuh lembut kening Sasuke dengan punggung tangannya, merasakan setiap detil permukaannya. Mata Sakura menyorot dengan ketegangan yang jelas saat dia membandingkan suhu kening Sasuke dengan suhunya sendiri. Tapi, saat sentuhan itu menyentuh kulitnya, Sakura merasa kebingungan yang membelenggu dirinya semakin menguat. Kening Sasuke tidak memancarkan panas sedikit pun, membuatnya terselimuti dalam kebingungan yang semakin dalam.

"Tidak panas sama sekali?" gumam Sakura mempertanyakan kembali kondisi Sasuke, ekspresinya semakin mencerminkan kebingungannya yang tumbuh. Sasuke bisa merasakan detak jantungnya yang semakin cepat, kegelisahannya mulai merayap perlahan-lahan, menggerogoti ketenangannya. Wajahnya menjadi semakin pucat, dan keringat dingin mulai mengalir di pelipisnya. Sesuatu yang tak biasa bagi Sasuke yang selalu tegar dan kuat.

"Aku tidak tahu, pemimpin Akatsuki itu mengeluarkan jutsu yang tidak pernah aku lihat sebelumnya," ucap Sasuke berusaha menyakinkan Sakura jika ia benar-benar sakit.

"Kita harus bagaimana? Haruskah kita melapor pada Nona Tsunade?" ucap Sakura dengan panik, percaya saja pada kebohongan yang keluar dari bibir Sasuke.

Sasuke memandang Sakura dengan penuh kehati-hatian, mengangkat dirinya dari posisi berbaring dengan perlahan. Saat ia duduk, ia meraih tangan Sakura dengan lembut, memberikan sentuhan kecil keberanian dan dukungan. Dengan lembut, ia menggelengkan kepalanya, memberikan tatapan yang menenangkan.

"Terburu-buru juga tidak baik," ucapnya dengan suara yang lembut namun tegas. "Mari kita lihat dulu perkembangannya. Jika besok tidak membaik, baru kita lapor."

"Aku akan menjagamu sepanjang malam, Sasuke," balas Sakura, membalas genggaman Sasuke dengan tak kalah eratnya seolah dirinya ingin menyakinkan Sasuke jika mereka bisa melewati ini bersama-sama.

"Kalau begitu, berbaringlah kembali. Aku akan memasakkan bubur untukmu," ucap Sakura lebih lanjut dengan lembut, menuntun Sasuke untuk kembali berbaring dalam posisi yang nyaman.

Setelah memastikan Sasuke sudah berada diposisi yang nyaman, Sakura akhirnya pergi ke dapur, memeriksa bahan yang bisa diolahnya. Namun tanpa sengaja, Sakura menemukan sesuatu yang tidak seharusnya ia temukan. Semacam bercak noda darah yang dibersihkan secepat mungkin sehingga masih membekas atau justru pisau yang masih sedikit tersisa noda darah.

The Second TimelineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang