Di dalam dapur yang sunyi, cahaya lembut lampu memancar, menerangi setiap sudut ruangan dengan kehangatan yang menyelimuti. Sakura duduk di sebuah kursi kayu di tengah-tengah ruangan, hampir seperti patung yang terpahat dengan sempurna. Matanya yang cemas memandang ke arah langit-langit, mencoba memproses apa yang sebenarnya terjadi di sini. Raut wajahnya terpecah dalam keheningan, memikirkan setiap detail yang baru saja terungkap. Luka Sasuke, yang sebelumnya tersembunyi di balik sandiwara sakitnya, kini tampak jelas. Itu masih segar dan itu membuat Sakura merenung dalam keheningan, memutar kembali setiap momen yang mereka lewati, mencari jawaban atas teka-teki yang semakin rumit ini.
"Itu artinya...!!" Sakura berbisik, suaranya terdengar penuh keheranan dan kebingungan, mencerminkan kekagetan yang meloncat-loncat di dalam dadanya. Matanya membelalak, mencari pemahaman dalam kebingungan yang menyelimuti pikirannya.
"Apakah... apakah Sasuke sedang berpura-pura sakit untuk... untuk mencari perhatianku?!" gumamnya, suaranya melankolis dan penuh dengan getaran yang tak terduga, menciptakan melodi yang merdu namun penuh dengan ketegangan yang tidak terlukiskan.
Dalam hitungan detik, Sakura merasakan sensasi yang menggelitik memenuhi perutnya, seolah-olah sekelompok kupu-kupu berterbangan di dalamnya. Detak jantungnya berdegup lebih cepat dari biasanya, memompa adrenalin ke seluruh tubuhnya dengan riang. Wajahnya mulai memerah, terpancar kegembiraan yang tak terbendung dari dalam dirinya, membuatnya tersenyum tanpa henti.
Napasnya menjadi berat, seakan-akan dunia di sekitarnya berputar lebih cepat dari biasanya. Namun, di tengah kekacauan yang tercipta, Sakura merasa bahagia. Bahagia karena mendapati Sasuke berusaha mencari perhatiannya dengan tindakan yang nekat. Rasanya seperti terbang di awan-awan putih yang lembut, terpisah dari keramaian dunia dan tenggelam dalam keindahan yang tak terukur. Meskipun seharusnya marah, perasaan bahagia itu membawa Sakura ke dalam dunia yang indah dan berwarna. Ia tersenyum, merasa seperti melayang bebas di bawah langit biru yang tenang, tanpa beban atau kekhawatiran. Hanya ada kebahagiaan yang mengalir dalam dirinya, memenuhi setiap serat tubuhnya dengan hangat dan damai.
"Sasuke keterlaluan sekali, bisa-bisanya dia begitu agresif," bisik Sakura dengan malu, raut wajahnya kemerahan seperti buah stroberi yang baru dipetik. Ia menggoyangkan tubuhnya dengan lembut, seolah menyentuh kedua pipinya sebagai perwujudan rasa malunya yang membara.
Dalam perasaan berbunga-bunga, Sakura akhirnya mulai memasak, namun senyum di bibirnya tak kunjung luntur. Pikirannya terus melayang pada tindakan Sasuke yang membuatnya benar-benar bahagia. Begitu semuanya selesai, Sakura tidak bisa menahan dirinya lagi. Ia bergegas kembali ke ruang tengah sambil membawa semangkuk bubur yang ia letakkan dengan hati-hati di atas meja. Dalam pandangan Sakura, semangkuk bubur itu bukan hanya sekadar makanan, melainkan simbol kasih sayang dan perhatian untuk Sasuke.
"S-sasuke, buburnya. M-makanlah," ucap Sakura dengan suara yang gemetar karena rasa malu yang tak terkendali. Wajahnya memerah merona, menambah pesona alaminya yang begitu memesona. Ia menarik helaian rambutnya ke belakang telinga dengan lembut, menampilkan ekspresi malu yang begitu menggoda.
Sasuke menegakkan tubuhnya dengan susah payah, mencoba menahan gairah yang melonjak di dalam dadanya saat melihat telinga Sakura yang memerah dengan begitu manis. Sangat menggairahkan, seolah-olah memanggilnya untuk menciumnya. Tetapi ia harus menahan diri, setidaknya untuk saat ini.
"Ehem!!" Sasuke berdehem pelan, mencoba menetralkan diri dari pikiran-pikiran yang merayap liar. Tetapi, itu tak berarti Sasuke bermaksud menghentikan upayanya untuk mencari perhatian dari Sakura.
"Sakura, lenganku sakit," bisik Sasuke dengan suara lemah, matanya berusaha menampilkan ekspresi yang sesuai dengan orang yang benar-benar sakit, sementara ia berharap agar Sakura dapat menangkap kode tersebut dan menyuapinya dengan bubur.
"K-kalau begitu, aku akan menyuapi Sasuke....," jawab Sakura malu-malu dan gemetaran saat ia duduk di sofa dimana Sasuke kini memposisikan dirinya duduk.
Dalam keadaan gemetar yang campur aduk antara gugup dan kegembiraan yang meluap-luap, Sakura meraih mangkuk bubur dan dengan penuh kelembutan, mulai menyuapinya ke mulut Sasuke. Namun, di tengah-tengah adegan yang seharusnya manis itu, Sasuke seolah-olah mempermainkannya dengan kehadiran wajahnya yang tampan. Saat bibirnya menyentuh sendok, sebelum Sasuke menarik kepala mundur, mata onyx yang dalam itu menatap Sakura dengan keindahan yang tak terbantahkan. Seakan-akan, Sasuke memamerkan pesonanya yang tak tertandingi.
Setiap detik yang dihabiskannya untuk menyuapi Sasuke membawa kegembiraan dan ketegangan yang tak terlukiskan bagi Sakura, melebihi sensasi latihan dengan Tsunade sekalipun. Namun, dengan penuh tekad dan kelembutan, Sakura berhasil menyelesaikan tugasnya dengan baik. Seiring berjalannya waktu, ia berhasil membuat mangkuk bubur itu kosong, menunjukkan ketekunan dan perhatiannya yang tulus pada Sasuke.
"Rasanya enak sekali, sayangnya sudah habis," ungkap Sasuke, memuji masakan Sakura yang begitu ia rindukan. Rasanya makan masakan Sakura dan bersama Sakura adalah sebuah momen yang menjadi kewajiban baginya, itu menyenangkan.
Sakura tergagap saat mencoba merespons pujian Sasuke. Kepalanya terasa berat dan hatinya berdebar kencang di dalam dadanya. Dengan tangan gemetar, ia membelai ujung pakaiannya dengan tidak menentu, mencoba menenangkan diri dari kegugupan yang kian memuncak.
"S-sasuke...," panggilnya, suaranya rendah dan penuh keraguan, mencerminkan keadaannya yang kini begitu terkejut dan tak berdaya di hadapan pujian pria yang dicintainya.
"Sebenarnya, aku tahu apa yang sebenarnya tengah Sasuke lakukan," lanjut Sakura dengan suara lambat.
Sasuke menatap Sakura dengan ekspresi campuran antara kebingungan dan kekhawatiran. Pikirannya berkecamuk, mencoba mencerna kata-kata Sakura dengan hati-hati. Apakah Sakura benar-benar mengetahui maksud sebenarnya di balik sandiwara yang sedang ia perankan? Tubuhnya tegang, siap untuk menanggapi jika Sakura memang mengetahui rahasia gelapnya. Namun, ia berusaha menunjukkan ketenangan di wajahnya, meskipun dalam hati, kepanikan mulai merayap.
Sesaat kemudian Sakura membalikkan tubuhnya, menatap Sasuke dengan tatapan yakin, entah darimana keberaniannya itu datang namun secara lantang, Sakura buka suara. "Ayo kita lakukan itu!!"
"I-itu?!" ucap Sasuke dengan gugup, menegak salivanya dengan susah payah hingga bola mata onyx itu menatap tubuh indah Sakura yang dibalut pakaian ninjanya. Pikirannya mulai gila terutama pose Sakura seperti anak polos yang manis, itu membuatnya semakin merasa gila dan hilang akal.
Sasuke merasa detak jantungnya meningkat dengan cepat, mengikuti setiap gerakan Sakura dengan cermat. Dalam kegugupannya yang mendalam, ia berusaha menekan pikiran-pikiran yang muncul, namun kecantikan dan kemurnian Sakura tak bisa dipungkiri. Pikirannya mulai melayang jauh, menyibak bayangan-bayangan yang tak patut ia pikirkan.
"Tidak Sakura, kau masih di ba-" "Ayo kita menonton televisi bersama!!" teriak Sakura sembari memejamkan matanya, memotong ucapan Sasuke yang terdiam mematung di tempatnya, ini tidak seperti yang ia pikirkan.
"S-sasuke?" panggil Sakura berusaha memastikan, mulai mengintip dan secara perlahan membuka matanya, menatap Sasuke yang terdiam lama.
"Televisi ya? Tentu saja, ayo," jawab Sasuke pada akhirnya namun dengan senyuman masam tercetak di bibirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Second Timeline
FanficSetelah mengorbankan dirinya untuk menjadi pohon suci, Sasuke terbangun di masa lalu setelah mengalahkan Orochimaru. Dengan kesempatan kedua ini, dia berjanji untuk mempersiapkan Konoha untuk masa depan yang sulit. Tetapi, perjalanan ini membawa leb...