4. Sekretaris Cantik

375 13 2
                                    

Pernikahan Almira dan Hamzah sudah terlaksana dengan lancar. Tamu undangan kebanyakan relasi dari Papa dan neneknya Hamzah. Setelah Acara resepsi selesai Almira dan Hamzah langsung pindah ke rumah yang telah disiapkan oleh Ana.

Almira melangkahkan kaki memasuki rumah yang cukup besar itu. Rumah itu bergaya minimalis dengan 2 lantai. Terdapat 4 kamar dalam rumah itu, 2 di lantai atas dan 2 di lantai bawah. Almira tak berhenti kagum memandang seisi rumah tersebut.

"Almira, bisa kita bicara sebentar?" Panggilan Hamzah membuyarkan kekaguman Almira pada rumah tersebut. Ia pun langsung menghampiri Hamzah yang tengah duduk di sofa ruang tamu.

"iya mas? Ada apa?"

Hamzah terdiam sejenak. Jemarinya saling bertaut seolah sedang memikirkan sesuatu. Setelah terdiam cukup lama akhirnya sebuah kalimat keluar dari bibir kecilnya. "Bagaimana kalo kita pisah kamar dulu?"

Almira memandang hamzah dengan tatapan kaget dan bingung "Kenapa mas?"

"Aku hanya belum siap, kamu pasti juga belum siap kan?"

"Kamu benar-benar terpaksa ya menjalani pernikahan ini? Kamu menyesal?" Tanya Almira

"Nggak, aku nggak menyesal Ra, aku hanya belum siap, aku butuh waktu" Almira memandang lekat Hamzah. Hamzah benar, semuanya terlalu mendadak. Namun jika mereka memutuskan untuk berpisah kamar bukankah hubungan mereka tidak akan ada kemajuan?

"Mas, aku tau kita masih butuh pendekatan karena semua ini terlalu mendadak, tapi lebih baik kita tetap satu kamar sampe kita benar-benar siap, bukankah begitu?" Hamzah terdiam mendengar penuturan Almira "Santai saja mas, kita ngga perlu terburu-buru, masih banyak waktu"

"Baiklah, sepertinya memang itu keputusan terbaik. Maaf ya Almira, ngga seharusnya aku bersikap seperti ini"

Almira menggenggam tangan Hamzah " Ngga papa mas, aku ngerti kok, aku mau beresin barang-barang aku dulu ya, oh iya mau kamar yang mana?"

"Di kamar atas aja "ucap Hamzah. Almira mengangguk dan mulai menggeret kopernya menuju kamar yang dimaksud.

****

Hari demi hari mereka lewati bersama-sama. Almira telaten dalam mengurus segala keperluan Hamzah. Mulai dari menyiapkan makan, pakaian, hingga membersihkan rumah. Hamzah mengusulkan untuk memperkerjakan ART namun ditolak oleh Almira. Baginya mengurus segala keperluan suami adalah sebuah ladang pahala baginya. Ia tidak ingin menyia-nyiakan hal tersebut, toh dia juga senang dan tidak keberatan.

Hamzah sudah bersiap siap menuju ke kantor. Ia menuju dapur mencari istrinya untuk menanyakan di mana dasi kesukaannya berada. Namun Hamzah tak menemukan Almira. Ia melirik ke arah wajan di atas kompor yang berisikan udang asam manis kesukaannya.

Senyuman manis tersungging di bibirnya. Ternyata ini alasan Almira menanyakan makanan kesukaannya kemarin.

Hamzah mengambil piring dan menuangkan isi wajan tersebut di atas piring dan membawanya e meja makan untuk dimakan. Ia menyuapkan sesendok ke mulutnya. Mengecapnya beberapa kali untuk mengoreksi rasanya.

"Hambar" Meskipun begitu, dia tetap memakannya dengan lahap. Almira sudah bekerja keras membuat ini untuk dirinya. Tentunya dia harus menghargai masakan Almira.

"Mas kamu ngapain?" tanya Almira yang baru datang dengan menenteng beberapa belanjaan.

"Sarapan" Jawab Hamzah sembari menyuapkan satu sendok terakhir ke mulutnya. Almira melotot melihat apa yang dimakan Hamzah.

"Mas, kenapa kamu makan itu? Ini aku beliin nasi campur buat sarapan"

"Kamu masak buat aku kan? Yaudah aku makan"

"Tapi kan ngga enak, tadi aku cobain hambar banget, makanya aku beli sarapan buat kamu" Almira menghampirinya dan melihat piring Hamzah bersih tanpa sisa.

"Iya tadi agak hambar, tapi gapapa namanya juga belajar. Aku seneng kok makan makanan yang di buati sama istriku" ucapan Hamzah tentu saja membuat Almira merasakan kupu-kupu beterbangan di perutnya. Ia tak kuasa menahan senyumnya.

"Oh iya, dasi yang biasa aku pakai di mana? Kok aku cari gaada?"

"Sebentar aku ambilin mas" Almira menuju kamarnya untuk mengambil apa yang dibutuhkan suaminya sedangkan Hamzah mencuci piring yang telah ia gunakan tadi. Jika ada kesempatan, Hamzah selalu membantu pekerjaan rumah. Mereka benar-benar saling membantu dan melengkapi. Definisi hidup bersama yang sesungguhnya.

Almira kembali dengan membawa sebuah dasi di tangannya. "sini aku bantu pake" Almira mendekat pada Hamzah dan mengalungkan dasinya pada leher Hamzah. Jarak antara mereka hanya tinggal beberapa cm saja. Almira fokus memasangkan dasinya dan Hamzah secara tak sadar menahan napasnya karena jarak antara mereka berdua sangat dekat. Ia gugup karena tak pernah sedekat ini dengan Almira.

Dering notifikasi pesan berbunyi di ponsel Hamzah bersamaan dengan dasi yang sudah terpasang rapi. Ia melirik sebentar pada ponselnya. "Grab aku udah dateng, aku berangkat dulu ya"
"loh, kok naik Grab? Emang kenapa mobil kamu?"

"Pak Tio lagi cuti, aku ga suka naik mobil sendirian" Hamzah mengulurkan tangannya dan Almira mencium tangan Hamzah untuk berpamitan. Jika di pikir-pikir Almira tidak pernah melihat Hamzah membawa mobil sendiri. Ia selalu bersama dengan Tio sopir pribadinya. Padahal dulu waktu menjadi guru lesnya, Hamzah datang ke rumah Almira selalu membawa mobil dan menyetir sendiri.

****

Almira melangkahkan kaki masuk menuju bangunan yang cukup besar. Beberapa waktu lalu suaminya bilang bahwa ada beberapa dokumen yang ketinggalan. Hamzah menyuruhnya untuk mengirim melalui Gosend saja, tetapi Almira memilih untuk mengantarnya sendiri karena ia sedang bosan di rumah. Begitulah ceritanya hingga ia sampai di sini.

Perusahaan Hamzah cukup besar meskipun tak sebesar perusahaan Daffa. Namun ini sudah termasuk hebat karena Hamzah merintis usaha ini mulai dari nol sampai sebesar ini hanya dalam kurun waktu 5 tahun.

Almira memasuki lift bersama seorang perempuan yang sedang membawa beberapa makanan. Ternyata lantai yang mereka tuju sama sehingga Almira tidak perlu menekan tombol lagi.

"Istrinya Hamzah?" tegur wanita itu membuat Almira refleks menganggukkan kepala.

"Aku sekretarisnya Hamzah" Wanita itu mengulurkan tangannya seraya memperkenalkan diri "Aisyah"

Almira membalas uluran tangan itu "Almira, kalo begitu ini tadi dokumennya mas Hamzah ketinggalan" Almira menyerahkan dokumen yang sedari tadi ia bawa.

"Ah iya, kebetulan kamu kesini kia sekalian makan siang bareng ya" Pintu lift terbuka. Wanita cantik itu berjalan mendahului Almira menuju ruangan Hamzah.

Wanita itu cantik banget, bahkan dari belakang pun masih kelihatan cantik. Batin Almira.

Almira sedikit melamun memikirkan pikiran-pikiran negatif yang menghampiri kepalanya. Mengetahui Hamzah memiliki sekretaris secantik ini tentu membuat Almira was-was. Bukankah skandal asmara perkantoran banyak ditemukan antara atasan dan sekretaris? Hal itu membuat Almira sedikit tidak tenang.

Jangan Lupa Vote dan Comment ya
itu bener bener jadi semangat buat para penulis.

Certa ini juga ada versi AU nya.
Kalian bisa lihat di akun tik tok @itsmealita2

See you next part

Bahtera KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang