Petra ke bengkel Harapan, bengkel langganan yang tiga bulan lalu Petra kunjungi bersama Alvin buat servis motor. Beda kayak suasana dulu yang ramai, bengkel sekarang terlihat suram.
Istri pemilik bengkel yang hamil biasanya ikut duduk di bengkel sambil bantu packing barang di ruang sebelah untuk dijual di akun jual beli online, sekarang nggak ada. Bengkel yang biasanya diisi sama pemilik dan satu karyawannya, sekarang ditambah dua karyawan lain.
Sementara pemilik bengkel duduk pojokan bengkel sambil natap mobil yang hancur. Keadaannya jelas nggak bisa disebut baik-baik aja. Kakinya di gips, tangannya yang nggak diperban kelihatan ada bekas jahitan setengah kering dengan penuh memar. Dagunya robek, kain kasa tertempel di dahi. Pandangan matanya kosong, sesekali tangannya terangkat waktu air matanya turun.
"Jangan dilihatin."
Petra noleh ke Wirdan, dia berbalik, sekarang menghadap Wirdan.
"Nggak baik ngelihatin orang pakai tatapan kasihan kayak gitu."
Dengan kepala tertunduk, Petra mengangguk. "Maaf."
"Nggak apa-apa. Tanpa perlu aku jelasin, harusnya kamu tau kan kenapa?"
Petra memainkan jari, dia mengangguk. "Iya."
Mobil hancur, keadaan pemilik bengkel yang nggak bisa disebut baik, istri yang tiap hari ada di bengkel sekarang udah nggak kelihatan batang hidungnya. Tanpa Wirdan bilang, Petra udah tau.
"Bagus. Ini motor aku bentar lagi selesai, nanti kamu bawa dulu. Biar aku yang nungguin servis motormu."
Petra mengangguk.
"Katanya ada rapat di kampus? Kalau takut telat, bisa pinjem motor yang punya bengkel dulu."
Petra menggeleng.
Wirdan menunduk, mengintip wajah Petra. "Mau bakso?"
Memalingkan wajah, Petra mengulum senyum. Curang banget, mainnya sama makanan.
"Mau nggak?"
"Mau."
Wirdan ketawa pelan, dia ngusap kepala Petra. "Motornya udah beres tuh. Kamu bawa dulu."
"Baksonya?"
"Mau nyari sekarang?"
Petra mengangguk.
"Nggak jadi rapat?"
"Nggak ikut sekali nggak apa-apa."
Wirdan melongo. "Serius?"
Petra malah nyengir. "Iya, paling kena marah sedikit."
Wirdan ngedorong Petra ke motornya yang udah jadi. "Ke kampus gih. Kita bisa beli baksonya nanti sore."
Sambil memberengut, Petra mengangguk. Duduk di motornya setelah bilang makasih ke bang Bejo, habis itu langsung pergi ke kampus. Mampir ke warung es dulu buat beli es teh lemon.
Cuman rapat kecil-kecilan, isinya anggota penting aja. Makanya rapat diadain di taman, mumpung masih pagi dan cuacanya belum terlalu panas.
Petra dateng paling awal, dia duduk sambil minum esnya.
"Cok, jangan diambil semua. Nanti malah ketauan sama penjaga kebunnya."
"Ya nggak apa-apa, kan kita udah bayar. Masa nggak boleh ambil buahnya? Rudi, dong!"
"Rugi, njir."
Kampus punya satu pohon rambutan legend. Kelihatan udah tua dari batangnya yang gede banget. Pohonnya rindang, buahnya apalagi, manisnya nggak kira-kira. Posisinya di pinggir jalan antar gedung, jadi banyak orang lewat yang sekedar iseng ambil satu iket rambutan.
Ada mobil lewat, nggak lewat sih. Mobilnya berhenti tepat di bawah pohon rambutan, terus ada dua orang yang keluar. Itu Andra, anak baru yang ikut join di organisasi yang Petra ikuti. Terkenal anak orang kaya, mobilnya mahal nggak kira-kira, kalau jajan mesti Andra nggak pernah lupa sama temennya, makanya banyak orang suka temenan sama dia.
Satu orang yang keluar itu anak teknik Arsi, Petra cuman tau siapa namanya, Anan, tapi dia sering dikenal tikiber -tiang kita bersama- pendiem yang nggak bakal merespon cewek random.
Andra mendongak waktu Anan udah siap-siap naik ke atas mobilnya. Melongo, nggak percaya kalau teman-temannya naik di atas semua. "Serius ini lima orang manjat semua?"
Petra yang denger omongan Andra kesedak. Padahal yang terlihat cuman dua orang aja yang naik.
Jamet oren turun dengan jaketnya yang dia korbanin buat wadah rambutan, ditaruhnya rambutan di belakang mobil Andra yang atapnya sengaja nggak ditutup, diambilnya es teh yang Andra beli lalu duduk santai di mobil belakang sambil ngemilin rambutan.
Petra meneguk ludah. Seger banget kayaknya.
Gantian Andra yang manjat, sedangkan jamet oren duduk sambil nerima rambutan yang Anan lempar.
Belum ada lima menit, satu motor dateng.
Petra tersedak buat kedua kalinya. Gimana enggak tersedak kalau orang yang baru dateng dan join buat nyolong rambutan itu mantan ketua organisasinya, Endi.
"Bim, es tehnya masih?" Satu orang turun bawa rambutan, nggak tau namanya, nggak tau jurusannya. Perawakannya kurus dengan wajah tengil.
"Ada tuh di depan. Ambil aja."
"Lagak lo kayak lo yang beli aja."
Bima, jamet oren ketawa. "Minum aja elah. Banyak omong lo, Din."
"Udah gue bilang jangan panggil Udin, panggil Jay! Nama gue cakep-cakep masa mau dipanggil Udin."
Nggak nyahut. Bima malah asik natap sekeliling. Belum banyak orang yang berangkat ngampus. Kebanyakan ada di kelas atau milih ngidem di pinggiran koridor. Bima noleh ke belakang, ngelihat Petra sekilas, lalu asik dengan es tehnya lagi.
"Makan lo banyak tapi kenapa badan lo segitu-segitu mulu?" Udin nyindir Bima yang rakus banget makan rambutannya.
"Ngaca, dong. Badan lo nggak jauh beda dari gue." Udahin nyemil rambutan, Bima menghidupkan pemantik, mau ngerokok.
"Ngerokok mulu, pantes diputusin."
Bima diem, dia cuman ngelemparin kulit rambutan ke Udin.
Satu orang yang diatas turun, ikutan ngerokok. Untung jaraknya jauh, jadi asap rokoknya nggak sampai ke tempatnya Petra.
Semuanya udah turun, rambutan dikumpulkan di mobil belakang. Anan masih berdiri di atas mobil sambil natap ke atas, masih ngincer rambutan yang lain.
Bima menaruh cup es tehnya, dia ambil plastik wadah es dan ngisi plastik dengan rambutan. Dia omongan sama Endi, nggak kedengeran, tapi Petra merasa kalau mereka lagi ngomongin dirinya, bisa dilihat dari Endi yang natap Petra.
Endi dateng, Petra malah gugup. Endi yang Petra tau itu cowok yang punya sabar turah-turah tapi punya sikap tegas yang nggak bisa diganggu.
Duduk di sampingnya, Endi ngasih plastik berisi rambutan. "Ngapain di sini? Nggak ada kelas?"
"Aku mau rapat, kak." Petra menerima. "Makasih rambutannya."
"Santuy, lagian ini rambutan kampus, kita cuman bantu ngabisin aja." Endi ngelihat es teh yang masih utuh di samping Petra. "Beli es teh banyak banget?"
"Buat rapat nanti, kak. Pada nitip buat beliin es teh. Paling bentar lagi merekanya dateng."
"Rapat mulu, bentar lagi UTS juga. Ngomong ke Dendi buat pending rapat, kayak nggak punya waktu yang lain aja."
Petra cuman ketawa setengah hati. Nggak mungkin juga dia ngomong gitu langsung ke Dendi-nya.
"Bang Endi! Yang jaga rambutannya dateng!" Udin ngasih peringatan. Anan sama Andra udah duduk di depan, lima orang yang manjat paling awal tadi sudah naik di belakang mobil.
Endi panik, dia langsung ke motornya tanpa pamit ke Petra. Habis itu mereka kabur.
Petra melongo.
Dasar. Orang aneh.
Sambil ngedumel, Petra ngemilin rambutan. Manis juga ternyata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Canon Rock
Novela JuvenilDengan mata berkaca-kaca, Petra memohon. "Ayah, aku mau dia..." 15 Maret 2024-