00.10 Time | Anomaly

852 89 53
                                    

Satuan hati dalam pelukan sang dewi, memenuhi lubang kehampaan jiwa itu. Dimana purnama berdiri? Akankah tanah indah berseri? Tidak, bila jiwa itu masih tetap dalam sangkarnya.

──── Thornie Kavin Najandra ────

──── Thornie Kavin Najandra ────

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

⋆☽◯☾⋆

"Pohon Kehidupan Mellodica. Akhirnya kita bertemu setelah sekian lama."

Seorang pria muda dengan jubah menyelimuti, menatap jengah pada remaja di sampingnya. "Semua hal ini sungguh menyulitkan," ujarnya memijit kening.

"Ada apa denganmu, Pak Tua?"

Pria itu mendengus pelan. Banyak hal yang ia hadapi kala membawa remaja itu untuk mendekati Pohon Kehidupan Mellodica, tanpa terdeteksi siapapun.

"Aku berusaha membawamu ke sini dengan aman," ujarnya dengan nada kesal tertahan.

"Tentu, lalu? Ada masalah dengan itu?" ucapnya heran.

Pria itu bersidekap dada. Helaan napas berat ia embuskan, berusaha mengurangi beban yang memenuhi punggungnya.

"Hah, lupakan. Jadi, apa selanjutnya?" tanya Pria itu seraya menatap Pohon Kehidupan yang berdiri kokoh di hadapannya.

Remaja itu mengulas senyum. Tudung jubah yang menutupi sebagian wajahnya, menari-nari oleh terpaan angin.

"Saat para Pangeran Arràyan mengunjungi Althea, maka rencanaku telah memasuki bagian akhir."

Pria itu tersenyum, tak habis pikir dengan otak menyeramkan yang menyusun strategi penghancuran ini. Usia remaja itu bukan menjadi halangan untuk kecerdasannya merajut siasat menguntungkan.

"Aku tidak mengira, kau akan menawarkan diri untuk bergabung dengan kami," seru Pria itu. Baginya, campur tangan dari Remaj aitu sangat tidak terprediksi olehnya. Menurutnya, jika di lihat dari berbagai sisi. Tidak ada kemungkinan yang dapat mengira Remaj aitu adalah perancang siasat, mengingat posisinya di Kekaisaran, termasuk kalangan terhormat.

"Pergilah, Pak Tua. Aku akan meluruhkan inti segelnya."

Tanpa mengatakan apapun, Pria itu langsung merapal sihir teleportasi. Meninggalkan Remaj aitu dengan kesunyian Hutan Mellodica.

Sepeninggal rekannya, Remaja itu mendekat pada batang sang Pohon Kehidupan. Mengalirkan sihir segelap gulita kehampaan pada pusaran kecil yang terukir di batangnya.

Perlahan, sulur hitam muncul dan melilit setiap inci Pohon tersebut.

"Ini akan memakan waktu berhari-hari. Sebaiknya aku lebih berhati-hati dengan mereka," lirihnya menatap bongkahan batu berkilau di setiap ujung akar gantung sang Pohon.

Ratusan batu itu menghitam secara amat perlahan, membuat seringai menghiasi wajah Remaja itu.

⋆☽◯☾⋆

The Eldest Brother's Odyssey [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang