00.15 Time | Belladona's Hope [The End]

792 84 34
                                    

Dikala genangan mencari lautan, kala langit menyampaikan puisi. Akankah takdir kian menari? Dalam relungan diri sebuah arti, aku tahu kau kan pergi.

──── Aaron Vxoly Fellipe ────

──── Aaron Vxoly Fellipe ────

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

⋆☽◯☾⋆

Beberapa hari setelah janji temu yang mereka ucapkan kala di taman saat itu, Hali kini menelusuri tiap lorong Istana utama Pearl Diamond. Langkahnya begitu tergesa dengan sorot mata gelisah menatap sekitar, waspada. Tak ada yang mencurigainya sejauh ini, hal itu menjadikan ia memiliki peluang untuk menggali informasi di tempat yang kini ia pijak. Pintu besar dengan ukuran rumit di hadapannya adalah kendali yang akan memberikanpenjelasan mengenai semua yang ia alami selama ini.

Menghela napas pelan, ia mendorong pintu tersebut, menimbulkan bunyi halus gesekan setiap engselnya. Tatapannya begitu yakin lalu menengok ke kanan dan ke kiri sekitar ruangan yang tampak lenggang sebelum akhirnya menutup dan menguncinya dengan sebuah mantra keamanan yang ia pelajari beberapa saat yang lalu.

"Baiklah, apa yang akan mengejutkan ku kali ini," gumamnya seraya menelusuri setiap lorong rak. Berbagai buku kini tampak di hadapannya.

Tanpa menunggu lama, tangannya menelisik setiap rak, mencari keberadaan buku bersampul coklat tua yang menjadi tujuannya. "Kumohon, di mana buku itu?"

Frustasi ia rasakan kala tidak menemukan yang ia cari setelah beberapa jam meniti barisan buku. Bingung melanda, entah mengapa keraguan dalam dirinya semakin besar ia rasakan.

Mencoba mengingat, Hali segera menuju rak paling belakang, di mana itu adalah zona yang jarang terjamah oleh siapapun, terbukti dari betapa berdebunya rak dan buku yang ada.

Tepat ketika ia hendak berlalu dari rak itu, ekor matanya menangkap sebuah buku yang seperti di selimuti asap hitam. Perlahan Hali menatap ke arah buku itu, dan benar saja, setelah ia tatap lamat, buku itulah yang ia cari-cari sejak tadi. "Malam Kelahiran Jiwa," gumamnya membaca setiap bait judul yang tertera.

Hali duduk melipat kaki di lantai, mengabaikan debu yang dapat mengotori jubah Kekaisarannya. Maniknya bergerak, membaca tiap bait aksara yang tertulis dengan huruf latin. Sketsa asal yang di gambarkan sang penulis sungguh memudahkan dirinya memahami kalimat-kalimat kiasan yang sulit ia pahami.

Membuka setiap lembaran, maniknya kemudian terhenti di halaman tengah buku tua tersebut, "Malam di mana sang purnama mengikat cahaya pada Sang Inti Kehidupan, tiga jiwa yang menari dengan cahaya tak serupa satu sama lain, membubuhkan kehidupan yang akan menjadi garis abadi masa depan?" Sejenak Hali mengernyit. Kalimat itu sangat sulit ia pahami, sepertinya dirinya membutuhkan penerjemah handal yang amenguasai Sastra Kekaisaran. Tak peduli berapapun ia membacanya, makana yang terkandung, cukup rumit untuk ditelaah oleh pengetahuannya.

Lelah ia rasakan, perlahan ia bersandar pada rak dengan kaki terbujur. Ia menempelkan buku yang terbuka itu di dada bidangnya seraya menutup mata indahnya dengan lengan kanan. "Tiga jiwa yang menari ...." Berulang kali ia menggumamkan kalimat yang sama, tetapi nihil, hasilnya ia semakin tidak dapat memahami makna tersirat di baliknya.

The Eldest Brother's Odyssey [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang