Doncaster, 09-04-13
"Sudah berapa kali kau meneleponku hari ini Louis? Sudahlah! Apapun yang terjadi, aku tak akan mau kembali lagi padamu! Apakah itu kurang jelas?!"
"Tapi aku berani bersumpah bahwa kejadian itu-"
"Kau mau kembali mengungkit masalah itu lagi?! Terimakasih telah membuang waktuku! Selamat ma-"
"I miss you, Lily."
Entah mengapa jantungku berdegup kencang saat mendengarnya. Aku juga merindukanmu Lou, sangat, bahkan rasanya sampai sebegitu sakitnya.
"Liar." umpatku -berbohong- yang ternyata masih bisa didengarkannya dengan jelas.
Hening beberapa lama, lalu aku mendengar Louis mengela nafas. "Beri aku waktu, Li.. Sebentar saja. Berikanlah aku waktu untuk memperbaiki semuanya, i'm begging you." Ucapnya yang bahkan dari sini, aku bisa mendengar suaranya terdengar semakin rendah dan serak, mungkinkah dia.... Menangis?
"Waktu untuk apa lagi? Melihatmu kembali bermesraan dengan gadis lain lagi? Begitu? Thanks, Louis. But no thanks." jawabku ketus.
Aku memang tidak bisa membohongi perasaanku sendiri. Tetapi berusaha memasang topeng aku-baik-baik-saja-tanpamu- adalah cara yang terbaik bukan?
"Itu..Itu bukan seperti yang kamu bayangkan." Jawab Louis yang hampir menyeruapi bisikan. Diam-diam aku bisa mendengar isakan tertahan diseberang sana.
Dugaanku benar, Louis menangis!
Tetapi tetap saja. aku masih sulit memaafkanya. Air mata itu tidak ada bandingnya dengan rasa sakitku. "Apakah kau tidak pernah berfikir bahwa mata diciptakan untuk melihat Lou?" Kataku lagi, berusaha mungkin terdengar tenang.
"Lindsay, you.. You have to understand, please, aku mohon.." Louis menghela nafas lagi, seakan ia berusaha segala cara untuk bisa mengajakku, setidaknya, hanya untuk bicara, "aku ingin bertemu dengan- ah, bukan. Aku butuh bertemu dengamu!"
Mendengar perkataanya yang terdengar yakin seakan akan ingin merobohkan pertahananku.
Aku bisa mendengar Louis menghela nafasnya. "I just really want you back, that's all. You have to believe me. "
Ah Louis, tidakkah kau sadar bahwa aku disini, juga merindukanmu. Merindukan segala tentangmu sampai aku sendii bingung harus mengatakannya dari mana. Tapi aku tau aku harus berhenti, semakin banyak aku mengingat kejadian manis itu, semakin banyak pula rasa sakit yang kurasakan.
"Lindsay, you're the one! You're the only one in my mind, never-ever gonna change. I still love you! No matter happen between us, get it?"
Aku selalu merinding setiap mendengar semua perkataannya. Entahlah, hanya dengan perkataanc efeknya seperti berkali-kali lipat padaku.
Aku menghela nafas. "Tetapi kenyataannya sudah berpaling, Louis. Dan aku.." Kalimatku mengangguntung diudara, sebisa mungkin aku menyuarakan lagi pikiranku yang tertahan diujunh tenggorokkanku,
"Aku sudah tidak mencintaimu lagi, Louis."
Aku bisa merasakan Louis tertegun diujung sana.
"Ap-Apa?"
Aku menghela nafas. Astaga, kenapa berbicara seperti itu rasanya sulit sekali?! "Aku tidak mencintaimu lagi." ulangku pelan.
"I know you aren't!" Tiba-tiba Louis berteriak kencang. "Aku percaya bahwa kau masih mencintaiku, Lily."
"Bagaimana kalau jawabannya tidak, Lou?" Balasku, berusaha setenang mungkin, menahan kedua air mataku yang seakan bisa tumpah begitu saja.
Aku tidak bisa membohongi perasaanku, aku sangat ingin kembali padanya. Namun, sudah kukatakan, luka yang terlajur membekas membuatku berfikir dua kali. Mungkin aku memang tidak bisa kembali padanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Another World [oneshot]
Fanfiction"Take me to the place where you go, where nobody knows, if it's night or day.."