UTRAKSA 15

319 22 6
                                    

Hari ini adalah hari yang di benci oleh sebagian banyak orang, yaitu hari Senin. Termasuk Raksa. Raksa menghentikan motor di tempat parkir yang disediakan oleh sekolah.

Berkat kemenangannya kemarin, Mahesa memberikan kunci motornya kembali, dengan senang hati Raksa menerimanya. Raksa akan menggunakan motor ini dengan hati-hati, ia tidak ingin motornya di sita kembali.

"Muka lo keliatan seneng banget," celetuk Nathan melihat Raksa menduduki diri di kursi kelas.

Raksa mengangkat tangannya yang memperlihatkan kunci motor di tangannya, Nathan yang melihat sudah tahu apa yang membuat sahabatnya datang dengan wajah berseri.

Nathan membalikkan posisi duduknya dan menatap Raksa. Nathan dan Juna itu duduk barengan sedangkan Raksa duduk di belakang mereka sendiri. "Lo inget ucapan gue sebelum lo tanding nggak?" tanya Nathan.

"Ingetlah, atur aja. Tapi kalo buat malam ini gue nggak bisa," balas Raksa menjawab.

"Tenang, nanti gue kasih tau kapan waktunya," ujar Nathan seraya tersenyum puas.

"Kalian nggak pernah sadar," sahut Juna yang mendengar percakapan Raksa dan Nathan tanpa mengalihkan fokusnya pada buku.

Nathan beralih menatap Juna yang duduk disampingnya dan berkata, "Lo juga harus ikut, Jun."

"Gue nggak mau kena masalah," tolak Juna sebagai jawaban.

Nathan menepuk pundak Juna pelan seolah meyakinkan. "Lo tenang aja, di sini gue yang tanggung jawab, lagi pula udah lama juga."

"Ya." Juna menganggukkan kepala sebagai respon.

Tidak lama bel berbunyi, seluruh siswa menuju lapangan untuk melaksanakan upacara yang wajib di lakukan setiap senin. Raksa memilih berdiri di barisan paling belakang tentu dengan kedua sahabatnya.

Upacara dimulai sampai akhirnya dimana kepala sekolah memberikan amanat. Raksa menggerakkan kakinya yang sudah terasa pegal.

"Kebiasaan Kepala Sekolah kalo udah ngomong panjang banget, gila matahari makin naik. Panas nih," gerutu Raksa.

"Than, pura-pura pingsan aja yuk, siapa tau di kasih teh anget nanti," ujar Raksa dengan ide gilanya sedikit berbisik pada Nathan yang berdiri di depannya.

"Maunya gitu, tapi timeline nya nggak tepat," ujar Nathan menanggapi dengan sedikit berbisik.

"Lah kenapa?" tanya Raksa.

"Abang lo lagi jaga Sa, jadi anak baik dulu," ujar Nathan memberitahu. Sebenarnya sebelum berbaris tadi, Nathan melihat Kama dan para kawannya memakai almamater osis untuk memantau siswa/siswi yang tidak berpakaian lengkap.

"Iya deh."

Akhirnya hampir sekitar 45 menit, upacara pun akhirnya selesai. Sebelum masuk ke kelas ada beberapa pengumuman yang disampaikan oleh pihak sekolah, salah satunya kemenangan lomba. Raksa mendengar kepala sekolah mengumumkan kemenangan untuk turnamen basket dan hanya perwakilan yang maju untuk menerima hadiah.

"Lo aja, Sa," ujar Galang yang berdiri tak jauh darinya.

Raksa menoleh. "Yang lain ada, Lang, nggak harus gue. Bahkan lo bisa."

"Udah sana maju aja, lagian nggak ada yang mau maju." Galang memberikan gestur mendorong Raksa agar menjadi perwakilan.

Raksa akhirnya maju sebagai perwakilan untuk menerimanya piala kejuaraan.

"Adek lo itu, Jek," ujar Sagara yang melihat Raksa adik dari Kama maju untuk menerima kemenangan.

Kama dan Sagara berdiri tidak jauh dari lapangan menyaksikan siswa/siswi. Kama hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban dan sedikit tersenyum kecil melihat sang adik.

UTRAKSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang