UTRAKSA 18

257 27 4
                                    

"Jangan kayak maling lo pada."

Nathan dan Juna membeku dan menoleh satu sama lain. Raksa sudah sadar.

•••

"Sa, ini lo udah sadar?" Nathan melangkahkan kakinya menuju ranjang yang Raksa tempati.

Raksa memutar bola mata malasnya. Apa sahabatnya itu tiba bisa melihat yang sudah terbaring dengan mata terbuka dan berbicara tadi. "Menurut lo?"

"Minum, gue haus," ujar Raksa. Juna pun melihat sekitar meja di samping ranjang dan melihat ada seteko air lalu menuangkannya ke gelas dan membantu Raksa untuk minum.

"Sa, lo hampir buat semua orang gila gara-gara kecelakaan lo ini, tau gak!" gerutu Nathan pada Raksa seusai meminum.

Raksa tak menjawab perkataan Nathan. Raksa kembali mengingat tentang kecelakaannya ini, ia pun di buat bingung. Bagaimana bisa motor yang di kendarai memiliki masalah terutama di bagian rem, sebelum balapan ia sudah mengecek semua kondisi motornya dan semuanya baik, tidak ada yang salah satu pun.

Saat Raksa tersadar, ia merasa kaki kirinya tidak bisa digerakkan dan agak nyeri sama halnya dengan lengannya sedikit kaku ketika digerakkan. Apakah ini efek dari kecelakaan? Kalau iya, efeknya sangat sakit.

"Kaki gua nggak bisa digerakin, apa patah tulang?"

"Bukan patah lagi tapi retak!" balas Nathan seraya memegang lengan kiri Raksa yang di balut perban putih.

Raksa meringis pelan. "Sakit bego! Lo kira nggak sakit apa!"

Juna menyentak tangan Nathan yang sedang memegang lengan Raksa yang di perban. Nathan segera menjauhi tangannya.

"Tapi gue masih bisa jalan kan?"

"Nggak tau tanyain aja tuh dokter," balas Nathan sewot. Sebenarnya ia agak kesal dengan Raksa yang sudah membuat nangis dan ketakutan kemarin, tapi ia sadar juga ini kesalahannya.

"Pasti bisa, mungkin pemulihannya agak lama, Sa." Raksa menghela napasnya seraya memandang lengan dan kaki yang di pasang gips seusai mendengar perkataan Juna.

"Bang Hesa sama bang Kama marah pasti, lagian segala jatuh. Tapi motor gue nggak bisa di rem. Apa mungkin ada yang sabotase?" Entah mengapa Raksa merasa aneh dengan kecelakaan ini. Raksa menatap kedua sahabatnya.

"Bang Hesa marah besar, apalagi bang Kama. Walaupun keliatan diam aja tapi tatapan nya itu," ujar Nathan mengingat kejadian semalam di lorong rumah sakit.

Ceklek.

Nathan dan Juna menoleh begitu juga dengan Raksa yang mendengar pintu ruangan di buka. Nathan menahan napasnya kali ini, sumpah! Baru saja di omongin Kama datang dengan wajah datarnya, seperti biasa.

"Kau sudah sadar ternyata." Kama melangkahkan kaki mendekat ke arah sang adik.

Juna menarik baju Nathan dan memberikan tatapan, "Ayo kita pulang saja." Nathan yang seolah mengerti mengangguk kepalanya. "Raksa, kita pulang dulu jam besuknya kayaknya udah selesai. Kita pamit pulang, permisi bang Kama, Raksa."

"Sialan lo berdua, malah pulang," seru Raksa dalam hati seraya melihat kedua sahabatnya sudah meninggalkan ruang rawat inapnya.

Kama menatap sang adik yang semula datar menjadi tajam dan sekilas Raksa melihat perubahan itu. Raksa memejamkan matanya sejenak menetralkan detak jantungnya yang sedikit berdegup kencang, supaya nanti ia mampu menahan diri untuk di hukum dan di marahi.

"Puas kau?" Dengan nada dingin Kama memasukkan kedua tangannya di saku celananya, "Setelah ini kau akan mengulanginya?"

"B-bang, tolong marahnya nanti aja. Raksa baru sadar nggak boleh ada banyak suara."

UTRAKSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang