002

49.1K 2.6K 17
                                    

”Kamu tunggu makanan dateng, saya kesana dulu.”

Pasha hanya diam menatap kepergian Guntur pada satu titik kursi kosong. Bersamaan dengan itu, seorang perempuan datang membawa map ditangannya dan melemparkannya pada wajah Guntur, bukannya marah pria itu justru terkekeh sembari menggapai map bening yang Pasha tak tau apa, keduanya tampak seperti tidak akrab, terlebih wajah garang si wanita. Cantik. Satu kata yang mampu Pasha jabarkan, ia menoleh ke arah lain, menatapi wajahnya dan mendapati kata menyedihkan disana. Sejelek itukah dirinya.

”Silahkan!”

Pasha tersenyum kecil ketika pramusaji mengantarkan pesanannya. Melihat Guntur tak kunjung menyudahi pertemuannya dengan seorang wanita dewasa, Pasha memilih makan lebih dulu sesekali memusatkan atensi pada pasangan yang terlihat cocok itu. Si ganteng milik si cantik, begitupun sebaliknya. Pasha tersenyum miris menyadarinya.

”Bapak sama siapa itu?”

Guntur melirik Pasha, gadis itu kembali fokus makan ketika tertangkap basah sedang mengamatinya. Mengedikan bahu adalah tanggapan yang ia berikan pada Soraya, sekretarisnya di kantor yang katanya hendak mengajukan resign.

”Simpanan ya? Kucel banget tapi,” tanya Soraya lagi.

”Kenapa? Cemburu kamu ya.”

”Najis deh!”

Guntur terkekeh mendengar umpatan Soraya, ia melirik Pasha kembali yang lahap sekali makan. Tak peduli sudut bibirnya berceceran, melihat itu Guntur tersenyum membuat Soraya yang tengah memakan spaghetti carbonara bergidik melihat bosnya itu.

”Mending bapak sama dia aja deh, cantik kok. Tinggal di dandanin aja biar gak dekil.”

Ujaran Soraya rupanya mampu mengundang Guntur mendelik. Kemudian ia mencondongkan tubuh, membuat Soraya terkesiap, waspada dengan dengan bosnya ini.

”Kamu beneran gak mau sama saya?”

Soraya menggelengkan kepala, ”enggak, brondong lebih asik.”

”Sama saya nikah, sah di mata hukum dan agama. Daripada kamu sama brondong itu, kawin terus nikah enggak.”

”Gak usah ngatur hidup orang deh, pak!”

”Saya tuh heran, kurangnya saya apa sih?”

”Enggak ada tapi saya males, bapak belom move on.”

Guntur terdiam menatap Soraya yang tiba-tiba matanya melotot kemudian melenggang pergi keluar, seperti mengejar seseorang. Guntur berdecih melihatnya dan bangkit sembari membawa map bening dan berjalan ke tempat dimana seorang gadis kecil sedang makan seorang diri.

”Enak?”

Pasha hanya mengangguk membuat Guntur hanya mampu mengerutkan kening melihat wajah datar Pasha. Benar kata Soraya, Pasha cantik, wajahnya lugu dan polos, meski tatapannya sayu dan kuyu dan terlihat tak terurus.

”Tadi pacarnya ya? Cantik banget.”

Guntur tersenyum mendengar pertanyaan meleset itu.

”Soraya, sekertaris saya.”

”Oh,” Pasha membulatkan bibir tanpa bersuara.

”Habis ini kamu kemana?” tanya Guntur.

Pasha mengedikan bahu, mulutnya masih penuh dengan makanan. Tanpa sadar, Guntur terkekeh, ia tidak pernah melihat hal sederhana bisa membahagiakannya, ia ingin terus melihat gurat wajah itu, sisi lain hatinya berbicara membuat dirinya segera menggelengkan kepala, tidak mungkin sekali terlebih gadis di depannya terlihat masih sangat muda.

”Umur kamu berapa sih?”

”Gak tau,” jawabnya cuek.

”Lahir tahun berapa?” tanya Guntur lagi. Terlampau sabar.

”2003.”

”Delapan belas tahun berarti,” gumam Guntur.

Tanpa bertanya mengapa Guntur ingin tahu, Pasha menyudahi makannya dan meneguk jus stroberi yang amat segar. Terbiasa meminum jus kemasan membuat Pasha mendadak merasa bangga bisa duduk dan makan di tempat mewah ini. Entah berapa rupiah yang Guntur keluarkan untuk makan di tempat seperti ini, yang jelas Pasha cukup penasaran dan menatap Guntur penasaran ketika pria itu menyodorkan iPad ke hadapannya.

”Apa?”

”Biar kamu gak bosen nunggu saya makan.”

”Oh.”

Dengan ragu, Pasha mengambilnya, pantas saja saat datang dan bertanya pasal umur, Guntur mengotak-atik iPad miliknya, rupanya pria itu mengunduh enam game populer di dalam sana untuk Pasha mainkan, sejenak Guntur hanya tersenyum kemudian berdoa, mengadahkan tangan dan mulai makan dalam diam.

Bukannya bermain game, Pasha justru membolak-balik iPad, meneliti benda canggih produksi dari negeri paman Syam sebelum memencet game semut yang kalau di pencet langsung mati. Terkekeh, Pasha senang sampai tak sadar jika Guntur menggelengkan kepala.

”Boleh buka YouTube?”

”Boleh.”

Terkekeh lagi, Guntur sampai mendapat perhatian dari beberapa karyawan karena pria dewasa itu tertawa hanya karena seorang gadis yang sedang bersamanya meminta membuka YouTube. Hingga tak lama suara musik dan lirik merdu berbahasa Korea Selatan terdengar menyapa telinga.

Pasha asik sendirian dan benar-benar menunggu Guntur selesai makan, pria itu mengangkat sebelah tangan, meminta bill membuat Pasha segera menyerahkan iPad itu kepada pemiliknya.

”Oh ya, rumah kamu dimana?”

”Di perkampungan. Gue pulang sendiri aja.”

” ... Em, makasih udah bayarin rumah sakit sama makan.”

Guntur menganggukkan kepala, keduanya keluar dari area restoran. Semua orang bisa melihat bagaimana visual keduanya tampak berbeda sekali, meskipun Guntur juga hanya memakai kaos polo putih dan jeans hitam.

”Saya anterin kamu pulang aja deh, pucet gitu kamunya.”

”Nggak usah.”

”Beneran?” tanya Guntur meski ia meragukannya.

”Sekali lagi, makasih ya om Guntur.”

”Sama-sama, Shasa.”

Dan meyakinkan Guntur, Pasha hanya perlu menganggukkan kepala dan menyuruh Guntur untuk pergi lebih dulu. Tidak bisa memaksa, ia akhirnya beranjak dan memasuki mobil, Pasha melambaikan tangan kemudian bertolak ke sebuah area pom bensin. Ia sudah tidak tahan lagi, ia ingin bertemu dengan air segar untuk mandi di saat sang ibu tiri tidak memperbolehkannya menggunakan air di rumah dengan alasan bayar mahal.

Guntur yang lebih dulu sampai di pom bensin dan membayarkan tarif bensin yang ia pakai, menajamkan mata melihat siluet tubuh gadis yang sempat bersamanya membawa sabun dan shampo sachet di tangan.

”Dia gak mungkin mandi di tempat kayak gini kan.”

👑

Siapa yang udah baca Soraya? Gak sejulid itu kok mulutnya.

[#2] GUNTUR ASKA BUMI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang