039

32.7K 1.9K 30
                                    

”AKAN KU PENUHI PERSYARATANMU, AKAN KU BUKTIKAN BESARNYA CINTAKU PADAMU, WAHAI RORO JONGGRANG!”

Setelah mengatakan itu, suara musik tradisional berderu keras. Pasha duduk di sebelah Rika, menikmati sajian malam di Prambanan dengan menyaksikan teater the legend of Roro Jonggrang. Pasha seolah dibawa ke masa lalu, berteman dengan Rika rupanya membawa pengaruh besar untuknya. Pasha menjadi tau jika bangsa yang sedang ia pijak memiliki jiwa yang besar. Kaya akan sejarah, legenda, dan peninggalan.

Sebenarnya tidak ada list study tour, kelimanya keluar dari hotel menuju kesini dengan sengaja. Tentu saja karena ada Farhan semuanya lebih mudah. Pun teman-teman yang lain juga sama, menggunakan waktu istirahatnya dengan jalan-jalan bersama teman-teman diluar pembelajaran.

”Kalau ada kesempatan, gue mau balik lagi kesini.”

Rika bergumam dan menaruh kepalanya di bahu Danial. Mahira duduk bersama Farhan di depannya, sementara dirinya? Sendirian aja, karena kekasihnya beda generasi.

Sedang beda benua, beda negara, beda waktu.

Pasha jadi memikirkan Guntur, sedang apa ya masnya itu.

Seraya memakan keripik kentang, Pasha masih fokus memperhatikan. Betapa gagahnya pria yang menjadi Bandung Bondowoso itu, seolah jika dirinyalah benar-benar pemilik tahta kerajaan Pengging. Rika menampar dada Danial membuat pemuda itu berdecak. Tadi saja nempel-nempel!

Hingga pementasan selesai, semua orang yang ada disana beranjak, mengantri membubarkan diri. Pasha dan keempat temannya masih duduk disana, menghabiskan sisa makanan sebelum meninggalkan tempat teater yang menampakkan bangunan candi Prambanan yang semakin mempesona saja di malam hari, ”minta foto sama talentnya mau gak?”

”Ayo, gue mau!”

Pasha jadi paling pertama mengiyakan, sementara ketiga yang lain menggelengkan kepala dan memilih menunggu di pintu masuk. Rika dan Pasha saling bertautan tangan, maju ke depan berharap para talent yang ada disana mau di ajak foto. Atau, sekedar memperbolehkan keduanya melihat alat musik yang digunakan. Dengan sopan, Rika dan Pasha menghampiri beberapa orang yang masih disana, memperkenalkan diri sebagai peserta study tour dari Jakarta.

Pasha tersenyum ketika salah satu bapak tua yang memakai baju adat khas Jawa yang dan blangkon lama sekali ketika Pasha mengulurkan tangan ingin bersalaman. Pasha tak merasa takut, hanya saja tatapan ramah dan senyum hangat itu membuat Pasha sedikit heran, ”nanti ke rumah ya, Nduk.”

”Hah?”

”Cantiknya calon istri Guntur,” ujarnya lagi.

Pasha ingin bertanya, namun pria itu lebih dulu pergi dari sana bersama talent yang lain. Pasha terdiam dan mengusap rambutnya ketika tangan kakek-kakek tua itu sempat mampir di kepalanya, mengusap dengan sayang. Rika tak melihat itu membuat Pasha tidak perlu menjelaskan, karena ia pun tidak tau pria tua yang mengusap rambutnya siapa. Apa jangan-jangan itu mbah Kakung yang Guntur maksud?

”Yuk ah, cepet ke hotel. Gak sabar mau update.”

Rika terkekeh seraya menggandeng lengan Pasha, temannya yang suka sekali physical touch ke siapapun ini sempat terheran ketika Pasha tidak beranjak dan justru masih melihat ke belakang dengan wajah penasaran, ”ada apa sih?”

”Ha, enggak ko, gak ada apa-apa.”

Pasha tersenyum menyakinkan sebelum berjalan bersisian, benar, ketiga temannya menunggu di pintu masuk. Lebih tepatnya duduk-duduk di stand penjual makanan ringan.

”Lama amat lo pada.”

”Kalo lama kenapa gak duluan?”

”Khawatir.”

[#2] GUNTUR ASKA BUMI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang