[•••]
Artaleon menarik Dera menuju perpustakaan. Setelah menyuruh Dera masuk ke perpustakaan, cowok itu pergi entah kemana dan berpesan untuk tidak pergi sebelum ia kembali. Dera hanya mengangguk saja.
Sepeninggal cowok itu, Dera memilih pergi ke toilet untuk mencuci wajah serta rambutnya. Toilet tidak sepi juga tidak ramai hanya ada beberapa anak di dalamnya. Beruntung tidak ada yang bertanya kenapa. Kalau ada mending Dera ngilang, males jawab itu aja.
Segera ia membersihkan dirinya yang terasa sangat lengkap akibat gula yang terkandung dalam minumannya. Jika dipikir-pikir sial sekali dirinya sudahlah pagi kehujanan, kena air comberan, sekarang disiram dengan minumannya sendiri. Balas nggak ya?
Setelah mengeringkan wajahnya, Dera segera kembali menuju perpustakaan. Takut-takut antagonis ngamuk lagi. Eh, tapi ngomong-ngomong soal antagonis, kenapa sikapnya hari ini aneh sekali?
Pertanyaan bertingkah seolah mereka sudah lama tak berjumpa. Padahal mereka sering terlibat masalah meski tak begitu besar, eh, besar nggak sih masalahnya? Entahlah.
Lalu tadi, apaan coba? Nolongin ala-ala- uh, geli Dera tuh. Bodoh amat lah. Yang penting sekarang Dera masih hidup meski sudah kerap berurusan dengan antagonis itu.
Suara langkah kaki berlari terburu-buru mengejutkan Dera. Di depannya berdiri Artaleon yang terengah-engah menatap panik ke arahnya. Ia menatapnya heran namun tetap diam.
"Kamu kemana aja?! Kirain diculik tadi! Kemana?!" Pertanyaan sedikit membentak namun bernada khawatir itu semakin membuat Dera keheranan. Memang jika Dera akan pergi ke suatu tempat harus pamitan dulu sama situ? Emang situ siapa?
"Kenapa?"
"Pakai tanya kenapa, ya aku khawatir sama kamu, Ana! Udahlah tadi dibully, aku kira kamu diculik buat dibully lagi." tuturnya nampak frustasi.
"Ayo." Lagi-lagi pergelangan tangan Dera digenggam namun kali ini lebih ke cengkeraman. Cowok itu membawa Dera memasuki perpustakaan. Selama berjalan mencari tempat duduknya, dapat Dera rasakan genggaman itu semakin menguat hingga tanpa sadar ia meringis.
"Kenapa? Apa yang sakit?" panik Artaleon. Ia mendudukkan Dera di salah satu kursi di perpustakaan itu sedangkan ia duduk di sampingnya menghalangi cahaya matahari membuat Dera kesulitan melihat wajahnya.
Perlahan Dera menarik tangannya. "Nggak ada." Cewek itu memalingkan wajahnya.
Jemari Artaleon tampak bergetar selepas tangan Dera yang berada di atasnya. Perlahan ia menatap wajah Dera. "Ana kenapa? Ata ada salah, ya?"
"Ha?" Diliriknya cowok yang nampak lebih rapi dari biasanya itu. "Nggak, lo nggak salah kok."
"Kalau gitu boleh Ata tanya apa yang sakit?" izinnya. Dera luluh oleh nada bicaranya yang cukup berbeda dari yang pernah ia dengar. Cewek itu memutuskan menjawab pertanyaannya. Antagonis itu sungguh berbeda dari biasanya. Seperti ada yang salah dengannya. "Boleh."
"Ana, apa yang sakit?" tanyanya diikuti senyuman. Lihatlah ia seperti good boy saja. Bahkan aura bad boy-nya sama sekali tidak terasa adanya.
"Pergelangan tangan. Tapi tadi, sekarang udah enggak." ujar Dera masih dengan nada bicaranya yang biasa. “Coba lihat.”
Dera memperhatikan Artaleon yang memperhatikan pergelangan tangannya setelah ia sodorkan.
"Telapak tangan kamu ini kenapa?" tunjuk Artaleon pada telapak tangan Dera. "Udah kering, berarti udah lama." lanjutnya.
Cowok itu termenung sejenak. "Aku nggak ingat kamu dapat luka ini. Kamu nggak cerita ya sama aku? Kenapa nggak bilang? Kamu mau rahasiain ini dari aku?" Ia menatap Dera serius. "Bilang siapa yang lukain ini!" desaknya.
![](https://img.wattpad.com/cover/346726857-288-k358739.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind the Script [Hiatus]
Genç Kurgu[Transmigrasi Story] [Slow Updet/sesuai mood] Bukan terjemahan! Karya pribadi dan bukan jiplakan! Belum revisi. ------------------------------------------------------------------------ Menjadi penggemar salah satu novel best seller adalah status A...