UW - 8. SINYAL PATAH HATI

349 33 4
                                    

Bagian delapan ⎯  Sinyal Patah Hati.

"Tidak seharusnya rasa milikmu itu hadir, karena aku tidak bisa bertanggungjawab akan itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Tidak seharusnya rasa milikmu itu hadir, karena aku tidak bisa bertanggungjawab akan itu."

⎯ Lyvia Elaila Azlan⎯

Sejak dirinya tahu bahwa Lyvia telah melangsungkan acara pertunangan dengan seorang pria dua minggu lalu, perubahan pada suasana hatinya terasa cukup siginifikan. Terlebih penyesalan-penyesalan yang mendadak singgah padanya karena merasa telah menyia-nyiakan banyak waktu untuk segera bergerak.

Kini dirinya hanya bisa berandai-andai pada waktu yang tidak bisa diputar apalagi dikembalikan. Dukungan dari anggota keluarganya masih ia dapatkan sampai detik ini, terlebih dari Khalid yang tidak pernah absen untuk menghubunginya setiap waktu.

Selama dua minggu ini Emir mencoba menata hatinya dengan berkeliling antar kota guna menikmati kesendiriannya. Rencananya ia akan melanjutkan perjalanannya ke Solo namun urung karena Sang Ibunda tercinta mengeluh merindukannya. Nampaknya, kerinduan itu membawanya untuk segera kembali dan disinilah kini dirinya berada, di Bandara Internasional Soekarno-Hatta menunggu kedatangan Fadzila untuk menjemputnya.

Selagi menunggu kedatangan adik perempuannya itu Emir memejamkan matanya dibalik kacamata hitam yang tengah berupaya menutupi jejak patah hatinya.

"Halo? Abang dimana? Cepetan deh jangan melipir kemana-mana dulu, gue malu bawa papan sambutan yang penuh sama muka jelek lo ini. Besok-besok lo nggak usah ngide kaya begini deh, terkenal juga nggak lagaknya mau ngikutin kaya Idol Korea. Cih!"

Emir yang tidak berniat untuk mendengarkan apapun yang berada disekitarnya mendadak mencerna dengan seksama gerutuan dari seorang gadis yang baru saja terduduk disampingnya. Ia merasa jika suara tersebut terdengar familiar ditelinganya, meskipun demikian Emir berusaha untuk tidak menggubris hal-hal yang mengarahkannya pada seseorang.

"Sumpah ya, gue nggak ngerti banget sama jalan pikiran si Zair. Bisa-bisanya kebelet berak padahal dia baru aja landing."

Seolah tidak mengizinkan Emir untuk tenang seruan penuh kekesalan itu kembali terdengar, kali ini dirinya benar-benar terusik karena suara itu. Perlahan namun pasti kepalanya yang tertunduk pada backpack melirik kearah sumber suara yang membuat hatinya kembali tak karuan.

"Lyvia?" gumam Emir bertanya pada dirinya sendiri untuk memastikan jika apa yang dilihatnya sekarang bukanlah ilusi semata.

Tepat setelah Emir menggumam pelan gadis yang dicurigai sebagai Lyvia itu menatap kearahnya. Pandangan keduanya saling beradu sampai dimana Emir tidak bisa mengontrol dirinya sendiri karena gadis disampingnya itu benar-benar Lyvia, bukan halusinasinya.

Unexpected Wedding Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang