Bab 11

318 44 11
                                    

“Mulai dari hal-hal kecil, aku akan mengubah masa depan dan memastikan anak-anakku tidak tersiksa lagi.”
-Elara Callista-

” -Elara Callista-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

__________

Di ufuk timur yang masih tertutup kabut tipis, matahari malu-malu mulai muncul. Dengan sinar kuning keemasan yang lembut, ia menyambut langit yang masih tertidur dari tidurnya yang panjang.

Seperti sang dewi pemalu yang baru bangun dari tidurnya, matahari memancarkan sinarnya perlahan-lahan, membuat langit merona dengan warna jingga yang hangat dan menyapu gelapnya malam yang baru berlalu. Kala terusik dari tidurnya karena matahari yang menyusup masuk melalui jendelanya. Pagi yang cerah mulai menyapa dunia.

Kala beranjak dari kasurnya. Ia cepat-cepat melangkahkan kakinya menuju dapur. Dia mengernyitkan keningnya ketika melihat pemandangan yang tak biasa—mamanya sedang menyiapkan makanan.

"Mama, kok, tiba-tiba menyiapkan bekal?" bisik Kala tepat di sebelah telinga Asha. Memastikan mamanya tidak mendengar bisikannya.

"Asha juga nggak tau. Tadi Asha bangun-bangun liat mama lagi masak," balas Asha setengah berbisik.

"Ini bekal untuk kalian." Elara menyerahkan dua kotak bekal yang makanannya sudah disusun rapi.

"Mama gak perlu repot-repot menyiapkan bekal, kok. Aku bisa melakukannya sendiri," ungkap Kala.

Setelah melihat wajah kecewa mamanya, dia jadi agak merasa bersalah. "Tapi karena Mama udah menyiapkannya ... makasih."

Ekspresi kecewa itu berubah senang mendadak. Kala tertegun, dia tidak pernah melihat mamanya menunjukkan ekspresinya sejelas ini. Biasanya, ekspresinya selalu datar dan kaku, atau yang paling jelas hanya ekspresi marahnya.

"Mulai sekarang, mama akan selalu menyiapkan bekal untuk kalian. Kamu pasti kelelahan harus bangun sepagi ini untuk menyiapkan bekal sendirian, Kala. Kalau kelelahan, kamu bisa sakit."

"Mama khawatir aku jatuh sakit?" tanya Kala, masih tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar.

Elara mengangguk. "Mama tidak mau kalian sakit. Kesehatan kalian adalah yang terpenting."

Kesehatan kami yang terpenting? Lalu kenapa Mama memaksa kami belajar sampai merelakan waktu tidur? Kenapa Mama menghukum kami dengan kekerasan? Ingin rasanya Kala berkata seperti itu, tapi dia urungkan.

"Mama berubah," ucap Asha pelan. Dia menutup mulutnya dengan tangan saat menyadari dia keceplosan bicara. Dia mengamati ekspresi mamanya, takut kalau ucapannya itu menyinggung hati mamanya.

The Mother's Epiphany [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang