Bab 20

221 23 3
                                    

“Mama selalu bilang bahwa ‘Mama baik-baik saja.’ Namun, aku merasa mama sedang menutupi luka-lukanya.”
-Kalanie Iryssa-

” -Kalanie Iryssa-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

___________


“Karena kondisi pasien yang perlu segera menjalani cuci darah, maka kami akan melakukan arteriovenous fistula, yaitu operasi kecil untuk menghubungkan salah satu pembuluh darah arteri dengan pembuluh darah vena.”

Elara mengangguk-anggukkan kepalanya ketika dokter perempuan di hadapannya menjelaskan pengobatan yang harus Elara lakukan.

“Sebelumnya, saya mau bertanya, Ibu lebih dominan menggunakan tangan kanan atau tangan kiri?” tanya dokter itu.

“Saya lebih sering menggunakan tangan kanan,” jawabnya.

“Kalau begitu, aksesnya akan dipasang di tangan kiri, ya.”

Elara mengangguk lagi saat mendengar penjelasan dokter.

“Dokter Gianna, saya pasti hidup, ‘kan?” Elara memperhatikan ekspresi dokter itu. Ada keraguan di hatinya.

“Asal rajin cuci darah. Ibu bisa bertahan hidup lebih lama.” Dokter itu mengatakan dengan senyum lembutnya.

“Saya ingin hidup lebih lama,” aku Elara. Dadanya sakit saat mengingat kenyataan bahwa penyakit yang dideritanya tidak bisa disembuhkan.

“Kami akan membantu semampu kami. Sisanya, kita serahkan pada Tuhan. Cuci darah akan dilakukan seumur hidup bagi penderita gagal ginjal kronis.”

Mendengar penjelasan Dokter Gianna, Elara jadi semakin gundah. Perasaannya tidak tenang. Dia takut sekali.

“Maaf, tapi, apa Ibu punya wali yang bisa menemani atau mendukung selama proses operasi dan cuci darah?”

Elara tersenyum tipis. “Tidak ada. Saya sudah cerai dengan suami saya. Saya hanya punya dua putri saja.”

Dokter Gianna mengangguk paham. Dia empati dengan kondisi pasiennya. Bagaimanapun, dia tidak ingin pasiennya  stress atau tertekan karena penyakitnya. Dia akan mendukung pasiennya dan mengusahakan yang terbaik.

“Dokter, boleh tolong rahasiakan penyakit saya dari anak-anak saya?” pinta Elara sungguh-sungguh.

“Eh, kenapa Bu? Bukannya Ibu sayang dengan anak-anak Ibu?”

“Justru itu ... saya tidak ingin mereka tersiksa dengan kenyataan bahwa mama mereka bisa saja meninggalkan mereka kapan pun.”

Dokter Gianna menggenggam telapak tangan Elara dengan erat, senyum hangat membingkai di wajahnya. Dia berkata, “Saya pasti akan menepati permintaan Ibu. Tolong yang kuat, ya, Bu? Saya tahu pasti berat melaluinya, tapi jangan patah semangat.”
***

Elara memijat kepalanya. Setelah operasi kurang lebih selama dua jam, dokter membolehkannya pulang. Dia merasa lelah sekali. Elara berpegangan ke tembok saat tubuhnya mulai oleng. Perlahan, dia duduk di sofa ruang keluarga.

The Mother's Epiphany [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang