Rumah ✓

38 11 0
                                    

Bugh....

"AIS!!!" Plak... pukulan serta tamparan keras mendarat secara bergantian terhadap anak perempuan yang terus menangis tersebut.

"Dia tadi juga tidak mau aku suruh suruh kak, sudah mulai ngelunjak dia mah!"

"Enggak kok om... itu... tante..." di sela-sela isak tangisnya, anak tersebut masih mencoba menjawab ucapan anak perempuan yang dipanggil tante yang hanya lebih tua 1-2 tahunan dari dirinya.

"Diam kamu ais!" Cowok berumur sekitar 24 tahun yang dipanggil om itu membentak Aisyah, tangan kekarnya langsung menjambak rambut serta menyeret dari ruang tamu menuju ke kamar mandi.

Ais yang sudah tidak berdaya dengan keadaan tersebut hanya bisa pasrah saja sewaktu om dan tantenya menyiksa tanpa rasa belas kasihan tersebut.

Hampir setengah jam sudah berlalu, namun Ais masih terus saja disiksa. "Fan, habis ini kita keluar! Kasih tau ke mbak anis."

Fani yang ikut menyiksa Ais langsung berhenti, "siap kak."

Ais yang sudah menggigil kedinginan dibiarkan tergeletak begitu saja. Terdengar senyap-senyap suara mobil keluar dari garasi.

Dengan tenaga yang tersisa, Ais mencoba merangkak menuju kamarnya.

Aisyah merupakan anak perempuan yang masih berumur 12 tahun sudah menginjak kelas 6 Sekolah Dasar, orang tuanya sama-sama bekerja. Sang ayah bekerja di luar negeri, sedangkan ibu bekerja di luar kota.

Aisyah tinggal bersama dengan om dan tante yang kejam. Mereka berdua merupakan adik dari ayah Ais, setiap hari dirinya selalu menerima perundungan. Sebenarnya ada nenek yang juga tinggal bersama mereka namun usianya sudah sangat berumur, sehingga jarang keluar dari kamar.

Reza sang om sangat keras memperlakukan Ais, salah sedikit saja pasti akan dipukul atau disiksa. Istri Reza, Anis juga tidak pernah peduli dengan sikap suaminya tersebut terhadap Ais.

Adapun Fani sendiri, suka menyuruh-nyuruh Ais sembari membual tentang kesalahan Ais agar kakaknya si Reza menyiksa Ais. Itu semua tanpa sepengetahuan nenek, karena Ais selalu diancam jika sampai memberi tahu nenek.

Dengan suasana rumah yang tak layak disebut rumah tersebut, Ais hanya melampiaskan emosinya dengan menangis setiap waktu sepi atau mengurung diri di dalam kamar.

Setelah beberapa menit menangis, Ais kelelahan dan tertidur pulas.

Drrtt... Drrrttt... Drrtttt...

Ponsel pinter bergetar dengan cepat membangunkan Ais yang baru saja terlelap. Dengan gerak malas dirinya mematikan alarm sembari mengecek jam.

"Sudah hampir jam 2!" ucapnya setengah berteriak, ternyata alarm elektro mungil itu berbunyi hampir 5 kali, namun dirinya tak kunjung bangun.

Jam menunjukkan pukul 2 kurang 5 menit, setelah 20 menitan dirinya sudah sampai di sekolah yang berbasis agama tersebut atau biasa disebut madrasah diniyah (madin.)

"Dari mana aja is? Baru keliatan?" Reva menyapa Ais yang baru duduk terengah-engah.

"Hampir telat bangun aku mah, ketiduran tadi rev."

Brakk....

Gebrakan meja yang lumayan keras itu membuat seisi kelas melihat ke arah sumber suara.

"Hallo jelek! Masih berani nongol lu ya?"

"Apa-apaan sih Hen! lu gak bosen apa gangguin Ais mulu!" Reva yang melihat Hendra mengganggu Ais langsung berdiri dengan mata melotot.

Hendra yang merasa dirinya seperti dihina langsung menarik Ais dari tempat duduknya lalu menghempaskan ke lantai.

ALANDZATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang