Setelah sampai di rumah, Ais langsung masuk ke dalam kamar. Tantenya si Fani masih belum datang, nenek istirahat. Om dan istrinya kerja, biasanya pulang sore setelah Ais selesai madrasah.
Kamar sudah terkunci, seperti biasa jika sudah jam sepi dirinya selalu menangis sejadi-jadinya. Hanya dengan cara seperti itu, Ais bisa meringankan semua beban masalah dipikirannya.
Ternyata tidak semudah itu, padahal dirinya putus dengan Alga dengan harapan untuk mencoba kuat meski terus-menerus diejek.
"Ternyata tekadku selemah ini ya?" tanya Ais terhadap diri sendiri.
"Padahal sudah memantapkan hati, tapi ternyata masih sangat sakit ya." Ais menengkurapkan diri, air mata perlahan menetes. "Bisa gak sih, mereka tidak usah bawa-bawa fisik. Mentang-mentang aku jelek gini, mereka bisa membully seenaknya."
Nenek yang baru saja keluar dari ruangan istirahatnya mendengar suara sesenggukan dari kamar sang cucu, perlahan mendekat, mencoba mendengarkan dari luar pintu.
"Apa semua orang sama aja ya? Pengen menghilang aja, lagian juga enggak ada gunanya hidup!"
"Huft, om reza sama tante fani juga sering menyiksa aku. Telpon papa atau mama juga pasti aku juga tetap dimarahin. Lagian siapa juga yang mau dilahirkan."
Tok tok tok ....
Suara ketukan pintu membuat lamunannya buyar seketika.
"Aisyah? Kamu di dalam?" tanya nenek dari balik pintu.
"Nenek," Ais menyeka air mata karena takut ketahuan kalau sedang menangis.
Setelah membuka pintu dan mempersilahkan masuk, "Nenek tidak istirahat?"
Nenek hanya terdiam melihat cucu kesayangannya mencoba tersenyum.
"Sini duduk di samping nenek," pinta nenek menepuk-nepuk kasur di sebelahnya.
"Nenek bukannya sudah istirahat?" Ais bertanya kembali setelah duduk bersebelahan dengan neneknya.
"Iya, nenek tadi sudah istirahat kok."
"Mau makan ya nek? Aku siapin dulu sebentar,"
Sang nenek meraih tangan cucunya tersebut yang masih berusaha menutupi kesedihannya. "Tidak usah repot-repot, is"
Sunyi nan hening, hanya terdengar suara ayam berkokok dari luar sedang mencari makan.
"Ais sekarang udah hampir lulus ya?" tanya nenek memecah keheningan.
"Iya nek, habis ini ais sudah masuk SMP"
Kembali hening, Ais bingung mau bicara apa dengan neneknya. Sedangkan si nenek tetap menatap wajah Ais.
"Kamu tidak mau cerita sama nenek?"
Pertanyaan yang terlontar dari sang nenek membuat wajahnya mewek seketika, air mata yang sudah diseka akhirnya kembali menetes. Tangisnya pun pecah tidak terbendung.
Nenek menarik kepala ais kemudian memangkunya sembari dielus-elus.
"Nenek sayang Ais?" Setelah beberapa saat, Ais bertanya kepada nenek.
"Sayang kok, sini cerita ama nenek!"
"Ais tuh capek nek, masa semua orang selalu ngata-ngatain aku."
"Memangnya dikatain apa sayang?"
Ais kemudian duduk menyeka air matanya, "dibilang jelek lah, dibilang suka caper ama guru lah banyak pokoknya nek."
"Terus, ais bales gimana?" nenek bertanya sambil mengusap sisa air matanya di pipi Ais.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALANDZA
Teen Fiction•Cinta Beda Usia• Aisyah Nur Izzah seorang anak yang sering mengalami perundungan baik itu di rumah, sekolah, maupun di tempat-tempat yang lain. Pengkhianatan teman, dikucilkan dalam circle merupakan makanan sehari-hari bagi dirinya. Namun.... Cint...