Jam aula madin hampir menunjukkan setengah tiga sore. Beberapa santri dan santriwati di bawah masih asyik bermain, namun banyak pula yang sudah berkumpul di aula termasuk Ais dan Reva.
"Eh, kamu beneran putus ama si alga, is?"
"Iya... " Ais hanya menjawab dengan datar. Mengingat kejadian tadi pagi, hampir satu kelas tidak ada yang menyapa dirinya gara-gara difitnah selingkuh dari alga. Padahal sebenarnya itu hanya akal-akalan Alga untuk menutupi kebusukannya. apalagi setelah kejadian kemaren di kantin.
"Baguslah!" Reva menarik pipi Ais.
Sedangkan tantenya, Fani sedang bersama lingkaran circle-nya di salah satu sudut ruangan seperti sedang membicarakan suatu hal yang serius.
"Katanya sih dua cowok loh!" ucap Feli kepada teman-temannya dengan semangat
"Stop deh berharap fel, palingan juga udah punya istri. Cuma bahasanya ustadz khoirul aja yang masih muda!" tegur Fani yang melihat Feli sangat excited terhadap kedatangan ustadz baru.
"Hahahaha tapi kalo dari ustadz khoirul katanya kan dua orang, siapa tau lu juga bakalan naksir ama salah satunya Fan," sahut Eva sembari menggoda Fani yang tahu kalo sebenarnya sedang gugup.
"Eh eh eh, itu ustadz yang dimaksud bukan?" salah satu dari santriwati melihat ke luar jendela menunjuk ke arah dua orang pemuda.
Salah satunya yang tidak begitu tinggi memakai blazer dengan daleman kemeja hitam, sedangkan yang tinggi menggunakan baju koko warna hijau.
"Itu yang tinggi kayaknya macho deh!" ucap Feli, dari raut wajahnya dia terlihat sangat antusias menatap salah satu pemuda yang sedang melepas helm kemudian memarkir sepeda motornya di depan kantor.
"Hush palingan juga sama kayak cowok pada umumnya Fel, BUAYA!" celetuk Eva menepuk pundak Feli dan Fani.
"Eh gimana kalau kita langsung coba aja?"
"Hah?" Feli dan Eva mengernyitkan dahi tidak paham perkataan Fani.
Fani tersenyum licik, "kita coba godain aja! Setelah berhasil kita ghosting."
"Ide bagus, gue nyoba yang kecil itu. Lu dan Feli coba yang tinggi, kan kalian suka yang lebih tua tuh."
Sebenarnya dari awal Eva sudah tertarik dengan cowok yang memakai blazer tersebut, karena terlihat dari fashionnya saja sangat keren.
Namun karena gengsi untuk mengakui di hadapan Fani dan Feli akhirnya muncullah ide untuk membagi tugas dengan mereka berdua.
"Keduanya sama-sama cakep Rev," ungkap Ais tertegun, pipinya merah yang dicubit Reva sampai tak dirasakannya.
"Mau kamu deketin is?" tantang Reva tersenyum lebar karena melihat wajah Ais yang biasanya selalu suram sekarang terlihat berbeda.
"Kamu mah cakep Rev! Aku jelek tau,"
"Heleh, gak boleh bilang gitu Ais. Siapa tau jodoh ya kan?"
"Aaa gak tau ah, masalahku ama alga aja belum kelar."
"Eh eh eh, yang satunya ke sini tuh Is!" tidak hanya Reva, hampir satu ruangan langsung heboh karena salah satu pengajar baru tersebut langsung menuju ke aula. Serempak santri yang di bawah lari ke atas takut keduluan si pengajar baru.
Hening ....
Aula biasanya seperti pasar yang ramai pelanggan, tiba-tiba menjadi hening. Semua santri dan santriwati tertegun menuju sang pengajar. Padahal badannya tidak begitu tinggi dan penampilannya juga biasa aja, namun hawa keberadaannya saja mampu menekan satu ruangan tersebut.
Dengan santainya Alvan membuka blazer yang dipakai, kemeja hitam dengan setelan sarung merah maronnya terlihat sangat elegan. "Assalamualaikum warahmatullahi wabaraktuh..."
"Wa'alaikumsalaam warahmatullahi wabarakatuh......" jawab mereka kompak.
Setelah sesi perkenalan dan dilanjut sholat ashar kelas aula dibubarkan dan kembali ke kelas masing-masing.
Sepintas namun bermakna, pertemuan dengan Alvan tadi membuat hati Ais berdegup kencang. Dirinya yang mudah salah tingkah sampai harus dipukul pelan bahunya oleh Reva.
"Is! Kenapa dah?"
"Gapapa kok!" jawabnya dengan wajah merah.
Reva yang baru mengerti, langsung tertawa "kamu suka Ustadz Alvan ya?"
Dalam sesi perkenalan tadi, Alvan mengatakan masih hampir seumuran dengan anak-anak madin. Jadi mereka semua langsung bisa akrab dengan Alvan. Dan itu juga menjadi penyebab Ais salah tingkah, secara logika berarti bisa dikatakan Alvan belum menikah. Setidaknya itu yang Ais pikirkan. "Mana ada, kamu yang suka kali Rev?!"
"Kalo aku emang suka loh," pancing Reva melirik Ais yang terus memainkan jarinya.
"Ya kenapa gak kamu aja Rev! Kalo kamu kan cantik,"
"YA BAGUSLAH KALO SADAR DIRI, LU ITU EMANG JELEK!"
"Cih, biang masalah datang lagi!" gerutu Reva melihat Hendra yang tiba-tiba berdiri di dekat bangkunya.
"Diem lu Rev! Gue ke sini cuma mau ngomong ama si jelek ini!"
"AISYAH! DIA PUNYA NAMA!" Reva juga ikut meninggikan suara.
"Udah-udah gapapa rev, mau ngomong apa hen?" lerai Ais terhadap Reva yang sudah ikutan naik pitam.
"Nanti selesai kelas madin jangan pulang dulu, BYE!" ucap Hendra yang langsung pergi meninggalkan kelas.
"Dasar bocah idiot, belagu bener tuh si Hendra!" Geram Reva kemudian memukul meja dengan pelan.
Jam sudah menunjukkan pukul 4 sore, bel berbunyi menandakan kegiatan kelas madin sudah selesai.
"Gak usah dengerin apa kata Hendra, is. Langsung pulang aja yuk," ajak Reva terhadap Ais yang hanya duduk terpaku.
"Hei mau kemana?" Hendra yang baru saja masuk membuat suasana kelas langsung suram. Anak yang lain sudah siap-siap keluar kelas namun terhenti karena Hendra berdiri di pintu. "Selain si jelek ini, gue persilahkan keluar!" Perintahnya kemudian.
Reva tetap tak beranjak di samping Ais. Hendra yang melihatnya menghampiri mereka berdua, "yo Rev! gue minta lu juga keluar!"
"Lu mau ngapain?" Alih-alih mengikuti perintah Hendra, Reva langsung mendongakkan kepala seraya bertanya seakan menantang.
Hendra yang masih menahan emosinya langsung menarik Reva keluar kelas dan menutup pintu kelas dengan keras. Bruakk!!!....
Alvan yang mendengar suara tersebut dari kantor langsung bertanya terhadap para pengajar yang lain, "ada apa di atas ya tadz?"
"Ah biasa le, palingan juga anak-anak lagi pada becanda. Kan sudah jam pulang," jawab salah satu pengajar di kantor tersebut.
Namun karena penasaran akhirnya Alvan keluar dan menuju ke arah sumber suara yang berada di kelas 4. Terlihat banyak anak-anak yang berdiri di luar kelas dengan wajah yang tegang, membuat Alvan semakin penasaran.
"Ada apa?" Tanya Alvan ke salah satu dari mereka yang hampir menangis.
"Itu ustadz ada santri dan santriwati di dalam kelas,"
Reva yang masih berdiri di depan pintu langsung menghampiri Alvan, "Ustadz, tolongin temen saya ustadz"
"Hah? kenapa? apa yang terjadi di dalam?" Namun karena wajah mereka panik Alvan tanpa menunggu jawaban langsung menggedor pintu kelas. "Buka!"
Hendra yang sedang asyik menampar Aisyah di dalam kelas kaget dengan suara bentakan cowok dari luar pintu. Karena dari dulu belum pernah ada yang keliling setelah pelajaran selesai.
Krieeek....
Hendra membuka pintunya dan langsung terperangah dengan siapa yang ada di depannya.
"Apa yang kalian lakukan di dalam?"
Karena rasa kagetnya masih berlanjut, pertanyaan Alvan mendadak membuat otak Hendra berhenti sejenak untuk berpikir.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALANDZA
Teen Fiction•Cinta Beda Usia• Aisyah Nur Izzah seorang anak yang sering mengalami perundungan baik itu di rumah, sekolah, maupun di tempat-tempat yang lain. Pengkhianatan teman, dikucilkan dalam circle merupakan makanan sehari-hari bagi dirinya. Namun.... Cint...