One Fine Day

108 14 3
                                    

Jennie terbiasa menghitung hari, lalu dia berhenti. Tepatnya semenjak dia kehilangan hitungan hari dirinya tidak bertemu dengan orangtuanya.

Kini dia tidak tahu sudah berapa hari Jisoo hadir dalam hidupnya.

Yang jelas dia sudah tidak terlalu banyak marah-marah dan emosian seperti awal kehadiran Jisoo. Hal ini bisa dikatakan kemajuan pesat. Meskipun rasa kesal kadang-kadang muncul. Itu pun saat-saat Jisoo banyak omong atau nanya-nanya.

Ini akhir pekan. Jennie dan Jisoo menonton acara TV di ruang keluarga. Perhatian Jennie tidak sepenuhnya pada televisi, tetapi terbagi juga kepada ponselnya.

Dia juga tidak tahu kenapa masih ada harapan ponsel itu akan berbunyi dan suara ibunya di seberang sana mengajaknyauntuk berjalan-jalan di akhir pekan. Kalau dia ingat-ingat. kira-kira kapan terakhir kali mereka berakhir pekan sebagai keluarga, seperti keluarga normal?

Jennie sudah tidak ingat lagi.

Padahal Jisoo ingin mengganti saluran, tapi Jennie terlalu sibuk dengan pikirannya. Dia terpaksa menonton acara yang dipilih oleh Jennie.

Jisoo akhirnya membuka pembicaraan. "Lo enggak niat ke mana-mana?" tanya Jisoo, mencuri perhatian Jennie, "Bahkan Bibi aja lo izinin pergi jenguk anaknya lagi."

"Belum ada rencana," jawab Jennie, sambil mengambil granola dari stoples di meja, lalu memakannya.

"Lo tahu enggak anak-anak cewek di kelas pada bikin rencana heboh."

"Mendingan lo belajar yang bener di sekolah." Toh, Jennie tidak peduli juga dengan rencana murid lain di sekolahnya. Bukan urusannya. "Mau musim ujian."

Tidak menghiraukan komentar Jennie, Jisoo tetap menyerocos. "Ada yang pergi ke Bali. Terus ada yang ke Hongkong, katanya mau ke Disneyland. Terus ada yang mau ke Vietnam. Lo di rumah aja?"

"Lo kalau mau, hantuin mereka aja biar ikut liburan mereka. Jennie tidak antusias dengan percakapan ini.

"Enggak asyik. Yang ada gue nonton doang. Enggak bisa diajak ngobrol."

"Mungkin mereka juga enggak mau ngobrol ama lo kalau bisa juga."

Melihat Jennie dalam suasana hati buruk, Jisoo menyudahi.

"Ya, udah. Gue diem lagi aja. Nonton acara enggak jelas ini." Tapi kalau dia pikir-pikir, suasana hati Jennie memang begitu tiap harinya.

"Baguslah kalau ngerti." Jennie kembali sibuk mengudap granola.

Tidak butuh waktu lama sampai akhirnya Jennie merasa bosan juga. Dia merasa bodoh sendiri karena berharap keajaiban terjadi yaitu orangtuanya menghubunginya. Alasan mengapa dia tetap bertahan di rumah tidak ada. Yang ada dia merasa bodoh menunggu hal yang bukan hanya tidak pasti, tetapi juga mustahil. Jennie mematikan televisi dan bangkit dari sofanya.

"Bentar gue siap-siap dulu. Kita pergi aja. Gue bosan." Jisoo berseru sembari melemparkan tinju ke udara. "Gitu dong!"

Cowok itu terlalu antusias sampai lupa mengingat waktu yang diperlukan cewek untuk bersiap-siap. Hal itu bisa menghabiskan waktu setengah sampai satu jam sendiri. Jisoo merasa waktu berjalan lambat seperti telah berabad-abad Sedangkan persiapan tidak diperlukan oleh hantu. Lihat saja Jisoo, selalu mengenakan pakaian yang sama tiap harinya, Jennie memilih jaket denim dengan kaus putih polos bawahannya, jins yang berwarna selaras dengan jaketnya. Sepatu sneakers selalu menjadi favoritnya. Rambutnya kali ini dikucir kuda. Ada riasan tipis pada wajahnya agar tidak tampak pucat seperti hantu. Hantu yang sering berpapasan dengannya, bahkan ada di rumahnya sendiri.

"Udah siap?" tanya Jisoo ketika melihat Jennie kembali dari kamarnya. "Mau ada fashion show di mana?"

"Kalau itu cara lo bilang gue keren, makasih."

Menemani Setiap Detik Rasa Sepi (Jensoo Version )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang