Sleeping Lazy

192 23 0
                                    

Betapa magnetis nya sebuah kasur itu. Rasanya Jennie enggan beranjak darinya meski bunyi alarm ponselnya begitu nyaring selama beberapa menit. Ditambah dia masih terlalu kelelahan untuk masuk sekolah hari ini.
             Kasurnya empuk. Seprainya lembut. Jennie merasa dirinya sedang direngkuh. Sangat nyaman. Alarm berbunyi nyaring lagi. Dia berpikir kamarnya terlalu polos karena suara ponselnya menggema di sudut ruangan. Memang tidak terlalu banyak pernak-pernik seperti kamar anak cewek pada umumnya. Kamarnya didominasi warna biru dan putih seperti langit ketika cerah.
              Setidaknya, warna kamarnya membuat kehidupannya tidak terlihat begitu muram.
              Meja belajar terletak di dekat pintu masuk, terdapat MacBook Pro di atasnya. Di samping meja ada cermin yang cukup besar. Disisi lain, ada lemari bajunya. Sebuah nakas disamping tempat tidur. Hanya itu perabotan di kamarnya. Jennie menjaga kamarnya selalu rapi dan bersih. Tidak ada tumpukan baju kotor atau buku-buku yang berantakan.
              Baginya kamarnya adalah tempat teraman. Tidak terlalu banyak barang di dalam kamarnya itu sangat nyaman dan tidak terasa sesak.
             Suara alarm perlahan-lahan seperti menyusup dan menggema dalam otaknya. Jennie sudah tidak tahan lagi. Suara itu memekikkan telinga.
             Akhirnya satu tangannya mencoba menggapai ponselnya di atas nakas. Tanpa melihat ponselnya, dia menggeser tombol alarm nya. Suara itu tidak lagi memenuhi kamarnya. Jennie melanjutkan tidur. Dia ingin tidur nyenyak dan mimpi indah.
            Sudah ditetapkan bahwa Jennie akan bolos sekolah pada hari ini.
           Jennie menarik selimut kembali sampai menutup kepala. Badannya bergelung dalam selimut. Ini hari sempurna untuk dihabiskan di tempat tidur saja.
           "Bangun. Ayo sekolah." Jennie mendengar seseorang berkata.
           Jennie mengerang malas. Dia semakin menutup tubuhnya dengan selimut rapat-rapat. Tidak ada niat untuk beranjak sedikit pun.
          "Jangan malas. Demi masa depanmu. Ayo, harus semangat sekolah."
          "Lima menit lagi. Capek tahu semalam baru pulang. Jangan ganggu aku," balas Jennie. Suaranya teredam karena posisinya dibawah selimut. "Aku masih mau tidur. Pergi sana."
           Apa-apaan, ini?
          Pagi hari seperti ini Jennie sudah dinasihati.
          Beberapa detik kemudian, Jennie merasakan ada kejanggalan. Adegan seperti ini seharusnya tidak pernah terjadi di dalam hidup nya. Seseorang membangunkan nya di pagi hari. Rasanya tidak mungkin. Lagipula siapa yang berani-beraninya masuk ke dalam kamarnya?
          Seseorang?
          Saking jaga privasi nya, Jennie melarang Bibi penjaga rumah untuk masuk ke dalam kamarnya. Dia tidak keberatan sama sekali untuk membereskan kamarnya sendiri juga kamar mandi di dalamnya. Baginya kamar adalah benteng yang tidak boleh dimasuki orang lain.
          Kalau tentang orang tuanya, jangankan masuk kamar, berpapasan dengan Jennie saja jarang. Seolah Jennie tidak tinggal dengan mereka. Seolah kedua orangtuanya itu bekerja di luar negeri yang hanya pulang setiap semester. Bisa saja kedua orangtuanya tidak tahu kabar tentang Jennie atau, terburuknya, tidak tahu penampilan anaknya sendiri seperti apa.
          Mengibaskan selimut nya, Jennie mencoba memastikan apakah dia tidak salah dengar barusan.
             Dia mungkin salah dengar.
             Dia mungkin salah lihat.
             Dia melihat seorang cowok duduk dipinggir ranjang nya. Takut salah lihat Jennie memicingkan mata untuk memperjelas pandangan nya. Sosok itu tidak menghilang. Jennie mengucek matanya. Tetap ada cowok didalam kamarnya. Duduk bersila di ujung tempat tidur.
            Hidung nya mancung. Bibir nya berbentuk hati. Rambut bergaya sedikit urakan. Kulit nya putih. Cowok itu mengenakan kaus hitam dengan celana jins gelap. Tidak jelas apakah jins biru atau hitam.
         "Selamat pagi," sapanya. Cengiran menyusul dari cowok itu.
         Senyum sumringah itu sejujurnya membuat Jennie bergidik.
         Selamat pagi kepala mu!
         Kenapa ada cowok di dalam kamarnya?
         Jennie memekik. "LO SIAPA?"
        Refleks, dia meraih lalu melemparkan ponsel ke arah cowok itu. Lalu terdengar debam suara ponselnya. Yang mendarat di lantai.
       Ponselnya menembus sosok cowok tersebut.
       Tidak mungkin!
       Sepertinya Jennie masih bermimpi atau dia terlalu lelah sehingga mengkhayal yang aneh-aneh.
      Cowok itu terlihat kaget. Dia mengusap-usap dadanya yang tertembus ponsel nya.
      Jennie menggeleng, lalu terkekeh sinis. "Gue pasti masih tidur."
      Dia tidak lagi menghiraukan kehadiran cowok itu. Siapa tahu kejadian ini memang hanya dibawah alam sadarnya.
      Apalagi kalau dipikir-pikir, mustahil sekali ada orang yang tak dikenal masuk kerumahnya. Penjagaan dirumahnya cukup ketat. CCTV, alarm, segala macam. Awalnya mungkin karena kedua orangtuanya takut Jennie membawa pulang selagi berada di luar pengawasan mereka. Padahal mereka bisa benar-benar mengawasi anak mereka seperti orangtua normal pada umumnya.
           Atau, mereka lebih takut ada maling yang akan mengambil harta yang sudah susah-susah ditimbun. Itu alasan mengapa mereka terlihat sebagai orang gila kerja di mata Jennie. Tak akan pernah puas mereka dengan apa yang sudah dimiliki.
            Apalagi Jennie tak akan pernah berhasil membuat kedua orangtuanya merasa cukup.
            Daripada jadi memikirkan hal yang membuat kepalanya semakin pusing, Jennie kembali menarik selimutnya. Dia memilih tidur dibandingkan lelah fisik sekaligus lelah batin........

Menemani Setiap Detik Rasa Sepi (Jensoo Version )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang