Ketika murid-murid berhamburan keluar kelas menuju kantin sekolah saat jam istirahat, Jennie masih bertahan dalam kelasnya. Sibuk bernegosiasi dengan Jisoo.
Jennie berdeham. Dia berusaha agar raut wajahnya terlihat biasa saja, meskipun ada niat terselubung. "Jadi lo bisa ikutin pelajaran tadi? "
Sebelum menyerahkan nasibnya pada Jisoo, dia harus memastikan kapasitas otak nya Jisoo.
Awalnya Jisoo menanggapi dengan santai. "Bisa kok. Gue masih ngerti. Kenapa? "
"Lo kan ngakunya enggak ingat apa-apa. " Jennie menyipitkan mata, menyelidik. "Siapa tau kemampuan belajar lo juga ikut ilang."
Jisoo menaikkan kedua alisnya. "Gue lupa, tapi enggak bego kok, kok. "
"Masa? "
"Kok gue ngerasa lagi diremehin, ya? " tanya Jisoo sembari terkekeh.
"Kalau dua kali dua berapa? " Jennie tidak mengacuhkan pertanyaan Jisoo. Dia memilih untuk melakukan pengecekan.
"Ya empatlah. "
Jisoo mulai menampakan wajah di penuhi rasa curiga. Dia heran kenapa tiba-tiba Jennie peduli dengan kepintarannya.
"Gue beneran enggak bego, kok. Jangan remehin gue.""Gue cuma memastikan, kok."
"Yang gue lupa itu gue belajar nya di mana dan yang ngajar nya siapa. Gue enggak ingat hal yang berhubungan dengan interaksi sama orang lain."
Tatapan matanya menjadi sendu.Jisoo terlihat begitu kesepian di mata Jennie.
Jennie seakan melihat dirinya sendiri pada sosok Jisoo.
Lalu muncul perasaan itu. Perasaan dalam dirinya yang seolah menunjukkan tanda bahaya.Ikatan.
Mengetahui banyak hal tentang Jisoo akan membuat sebuah ikatan.
Suasana menjadi terlalu melankolis. Jennie segera mengalihkan pembicaraan.
"Oke, berarti gue aman," ucapnya
Jisoo mengernyit. "Aman apa? "
"Kalau gue ujian. " Jennie langsung mengalihkan pandangannya dari Jisoo.
"Pantesan lo nyuruh gue juga belajar. Biar bisa gue bantu kalau ujian. " ujar Jisoo. Matanya menghakimi Jennie.
"Sesuai aturan, lo harus berguna dan bermanfaat."
Wajah Jisoo tampak tidak senang. "Ta-tapi.... ""Padahal lo tadi tiba-tiba masuk kedalam kamar. Kalau lo manusia, gue bisa tuntut lo karena udah berbuat hal yang enggak menyenangkan dan merugikan. Mungkin lo memang mesum. Cuma pura-pura enggak sengaja masuk." Potong Jennie. Dia memegang kartu kelemahan Jisoo.
Dengan ini, Jisoo tidak bisa berkutik.
Jisoo berdecak.
"Hanya dalam keadaan darurat, oke?. Jadi kondisinya memang lo udah belajar dan enggak bisa jawab. Baru gue bantu."Jennie menyungging seulas senyum.
"Lo enggak nyari makan di kantin?" Jisoo kembali bertanya.Jennie hendak protes, tapi setelah dipikir-pikir selama bukan pertanyaan menyangkut keluarga atau menyentil privasinya, masih diperbolehkan.
"Enggak." Jennie meraih ponselnya dan mengecek media sosial nya. Ibu jarinya menyentuh layar dan bergerak dari bawah ke atas ke bawah lagi.
"Enggak bosen?"
"Lo kali yang bosen," timpal Jennie. Matanya masih tertuju pada layar ponselnya.
"Iya, tahu aja. Ajak keliling sekolah nya, dong. Gue penasaran." Jisoo mengakui maksudnya.
Tidak ada alasan untuk menolak permintaan itu. Terutama Jisoo telah sepakat untuk membantunya kalau sedang ujian. Walaupun ada syarat dan ketentuan berlaku kayak promo di mall. Yang penting Jisoo sudah niat membantu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menemani Setiap Detik Rasa Sepi (Jensoo Version )
FantasíaJennie cantik dan anggota pemandu sorak terbaik di sekolahnya. Tapi setiap latihan dan pertandingan dia merasa kesepian di dalam keramaian. Dia punya teman-teman, dulu. Dia punya keluarga sangat bahagia, dulu. Semua berubah setelah setiap detik rasa...