Bagian 1 - Hari Pertama Menjadi Rakyat Biasa

46 3 3
                                    

Maya mencoba tidak peduli pada tatapan orang-orang. Ia yakin orang-orang yang saat ini menghinanya juga tidak lebih baik darinya. Awalnya, ia berniat begitu sampai ia merasa punggungnya basah karena dilempar sesuatu. Ia melihat sebuah susu kotak terguling setelah membentur badannya.

Giginya bergemeletuk karena kesal. Ia berusaha menenangkan diri. Dalam situasi ini, kepala yang dingin diperlukan untuk mendapat solusi yang baik.

Gadis itu tidak sengaja melihat ember berisi air kotor yang sepertinya habis digunakan penjaga sekolah mengepel. Dengan perlahan, ia berjalan menuju ember itu. Si pelempar tertawa-tawa mengira dirinya sudah menang. Tawanya segera berhenti ketika air kotor masuk ke mulutnya.

Hal itu tentu membuat si pelempar makin marah. Ia menjambak rambut Maya, membuat gadis itu menjerit kesakitan. "Heh, harusnya kau bersyukur aku melemparmu dengan susu kotak! Orang miskin sepertimu kan tidak mampu beli susu!"

"Kau lupa kalau kau dulu pernah memohon-mohon dijadikan pacar oleh orang miskin ini?!" Maya mencoba melepaskan diri, tapi lelaki itu malah mencengkeram pipinya kasar. "Sekarang karena aku sedang jatuh, kau balas dendam karena dulu aku tolak? Astaga, kau pengecut, Denis!" Maya bersusah payah menggigit tangan Denis yang mencengkeram pipinya hingga lelaki itu akhirnya melepaskan cengkeramannya dari Maya.

Maya berlari menuju toilet untuk membersihkan pakaiannya sebelum Denis kembali menangkapnya. Gadis itu membersihkan seragamnya sambil mengomel karena noda susu cokelat sulit hilang warna dan baunya. Mau tidak mau ia menggunakan seragamnya lagi dengan noda yang masih tersisa. Saat akan keluar dari bilik toilet, ia mendengar suara yang amat ia kenali.

"Jadi, soal Maya mau bagaimana?" tanya Keyra dengan nada ragu-ragu.

Regina mendecak. "Bagaimana lagi? Tentu saja dia harus tahu diri menjauh dari kita. Ah, aku benar-benar kesal. Berani-beraninya dia menipu kita. Pantas saja selama ini ia selalu memberikan hadiah murahan, ponselnya keluaran lama, jarang ikut belanja kalau kita jalan-jalan, tidak pernah mengizinkan kita main ke rumahnya, ternyata karena dia miskin."

"Tapi, apa berita itu sudah pasti benar?" Kini giliran suara Cherry yang terdengar.

"Kalau berita itu bohong, dia pasti sudah mencoba meluruskannya. Tapi dia malah diam saja, kan? Aku tidak percaya selama ini berteman dengan benalu. Gila! Kok bisa kita percaya dia tinggal di apartemen, padahal aslinya di perkampungan belakangnya?" timpal Monica.

"Yaa, aku akui dia penipu yang cukup ulung. Dia selalu meminta berhenti di depan apartemen setiap kita mengantarnya. Seharusnya aku sadar sejak dia hanya membeli minuman murah setiap kita main. Itu pun sepertinya dia harus menabung dulu, makanya tidak mau kalau diajak main dadakan." Regina mengakhiri kalimatnya dengan tawa mengejek.

"Tapi, dari mana dia dapat uang untuk beli pakaian, sepatu, tas dan barang-barangnya yang lain, ya?" tanya Cherry sambil merapikan rambutnya.

"Entahlah. Mungkin dia diam-diam jadi simpanan orang kaya."

Maya membatalkan niatnya untuk keluar. Satu pertanyaan muncul di kepalanya sejak kebohongannya terkuak. Apakah kesalahannya sebesar itu?

....

Nugi meneguk air di botolnya sampai hampir habis. Latihan selalu melelahkan. Seragam karatenya terlihat basah karena keringat. Ia segera merapikan barang-barangnya supaya bisa cepat pulang.

Saat mengemas barang-barangnya, ia merasa ada yang menepuk pundaknya. Lelaki itu mendapati Abi berada di dekatnya saat menoleh.

"Gi, kau sekelas dengan Maya, kan? Bagaimana dia di kelas tadi? Aku dengar dia menyiram Denis dengan air kotor tadi pagi. Benar-benar tidak tahu malu. Sudah ketahuan bohong, masih angkuh saja."

Nugi menyampirkan ranselnya ke pundak. "Aku dengar Denis yang melemparinya susu cokelat duluan. Menurutmu dia lebih baik diam saja walau dirundung?"

"Tidak, sih. Tapi kan dia dirundung karena kebohongannya sendiri."

"Dia bohong atau tidak itu bukan urusan kita. Fokus saja pada pertandingan minggu depan." Nugi akhirnya pergi dari sana.

Kasus Maya memang sedang ramai-ramainya diperbincangkan di sekolah. Nugi yang biasanya tidak peduli pada gosip pun jadi tidak sengaja mendengar tentang kasus itu.

Dia tidak begitu paham, tapi dari yang dapat ia tarik kesimpulannya, Maya ini tadinya anggota geng yang biasa warga sekolah sebut "si Princess" entah sebagai pujian atau ejekan. Geng itu berisi anak-anak cantik dan kaya, tapi ternyata Maya aslinya bukan orang kaya. Hal tersebut diketahui karena ada akun anonim di Instagram yang menyebarkan video Maya keluar masuk rumah kecil di sebuah perkampungan dan mengetag akun kelas mereka yang tentunya diunggah ulang oleh admin akun kelas tersebut.

Nugi kembali fokus pada kayuhannya. Toh, kalaupun mau membantu Maya, tidak ada juga yang bisa ia lakukan. Ia hanya bisa mendoakan anak-anak segera lupa pada gosip ini.

....

Maya terduduk malas di pinggir lapangan. Ia benar-benar tidak suka pelajaran olahraga. Matanya melirik ke arah teman-temannya yang sedang mengambil nilai. Kali ini pengambilan materi bola voli dilakukan secara berpasangan. Kebetulan sekali jumlah mereka sekarang sudah genap. Ia mengembus napas lelah. Gadis itu bersyukur masih ada yang mau berpasangan dengannya.

Di tengah lamunannya, ia merasa ada sebuah benda berat menghantam kepalanya. Benda itu menggelinding begitu saja tanpa rasa bersalah, sementara Maya mengusap kepalanya yang pening.

Nugi berlari kecil menghampiri Maya yang masih memegangi bekas pukulan bola. "Kamu baik-baik saja? Maaf, aku benar-benar tidak sengaja."

"Bagaimana, sih?! Katanya atlet, masa main begini saja sampai kena kepala orang!"

Nugi tahu gadis di depannya ini memang agak galak. Tetapi, ia tidak menyangka akan disemprot bahkan setelah meminta maaf. Lelaki itu menarik napas panjang, berusaha bersabar. "Iya, aku memang tidak becus. Aku minta maaf atas ketidakbecusanku. Jadi, apa ada yang bisa aku lakukan untuk menebus kesalahanku?"

Perhatian Maya teralihkan pada tatapan beberapa anak kelas yang melihatnya dengan sinis. Mereka pasti berpikir ia berlebihan karena memarahi Nugi atas ketidaksengajaannya.

"Sudahlah. Sana main! Teman kelompokmu sudah menunggu, tuh." Maya membiarkan Nugi pergi. Tidak ada gunanya melakukan sesuatu yang membuatnya jadi pusat perhatian sekarang.

....

Maya berdiam diri selama beberapa saat di jembatan penyeberangan untuk melihat manusia-manusia yang lalu-lalang di bawah sana. Melihat itu membuatnya membayangkan bagaimana sekiranya hidup orang-orang itu. Rumah mereka. Pekerjaan mereka. Mereka pernah berbohong atau tidak.

Sejak videonya tersebar, ia terus memikirkan cara untuk mengungkap pelakunya. Namun, ia bukan orang yang paham teknologi, jadi ia tidak bisa melacak sumber akun itu. Ia juga tidak mungkin melabrak orang-orang yang dicurigainya. Bisa-bisa namanya akan semakin buruk.

Di tengah lamunannya itu, matanya teralihkan pada sebuah mobil yang melaju kencang, lalu menyerempet seorang pengemudi sepeda. Tidak mengindahkan warga yang meminta pengemudi mobil untuk turun, mobil itu malah melaju makin kencang meninggalkan korbannya.

Maya bergegas turun dari jembatan. Mungkin saja ada yang bisa ia bantu untuk pengemudi sepeda itu. Tetapi, dia malah dikejutkan ketika mengetahui pengemudi sepeda itu merupakan anak yang tadi tidak sengaja melempar bola voli ke kepalanya.

The Fall of the PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang