Lelaki itu terbangun karena merasa haus. Ia melihat ke jam dinding yang menunjukkan ternyata sudah lewat tengah malam. Dengan mata yang mengantuk, ia memaksakan diri pergi ke dapur untuk mendapatkan segelas air. Ia terlonjak saat menemukan seorang gadis berdiri di dapurnya. Nugi mentertawakan kebodohannya segera setelah ingat kalau Maya sekarang juga tinggal di rumah itu.
"Kamu haus juga?" sapa Nugi yang membuat Maya menoleh terkejut.
"Terkejut aku. Iya, nih. Lagi belajar malah haus."
"Belajar? Malam-malam begini?" tanyanya sambil menuang air putih dari teko.
"Yaa, mumpung tidak bisa tidur. Biasanya kalau belajar kan cepat mengantuk."
"Sudah belajar berapa jam? Eh, biar aku sekalian yang cuci."
"Ah, ini kan bekasku." Gadis itu mengingat-ingat sambil mencuci gelas bekasnya. "Mungkin dari saat kita berpisah tadi?"
"Sudah selama itu...." gumam Nugi. Ia merasa malu karena beberapa jam yang lalu dia malah tidur.
"Omong-omong, baju tidur ini dibelikan Monica. Bagus tidak?"
Nugi menatap baju yang Maya maksud. Baju tidur itu berupa gaun selutut tanpa lengan berwarna putih. Bahannya terlihat lembut, jadi pasti nyaman digunakan di cuaca panas. "Bagus, kok. Kelihatannya nyaman. Ada angin apa Monica membelikanmu baju?" Nugi tidak biasanya mengomentari baju orang lain, jadi ia menilai sebisa mungkin. Namun, entah kenapa reaksi Maya kelihatan kecewa.
"Aku ... tidak cantik, ya?"
Nugi yang sedang mencuci gelasnya hampir menjatuhkan gelas beling itu karena pertanyaan tiba-tiba Maya. "Cantik.... Jelaslah kamu cantik. Kenapa tiba-tiba tanya begitu? Apa hubungannya?"
Gadis itu menyelipkan rambutnya ke belakang telinga dengan wajah sedih. "Banyak laki-laki yang ingin tidur denganku, tapi kenapa kamu tidak? Pasti karena kamu sudah melihat bekas luka di tubuhku, kan? Karena bekas luka ini ... aku tidak cantik, ya?"
Nugi menghela napasnya. Ia paham sekarang. Gadis ini sedang tidak percaya diri. Memang butuh waktu sampai Maya berani memakai pakaian yang memperlihatkan kulitnya di depan Nugi. Sebelumnya, gadis itu selalu memakai pakaian yang sebisa mungkin menutupi tubuhnya. Cardigan di tengah terik, baju lengan panjang untuk tidur meski sedang panas, berusaha tidak menggulung lengan saat cuci tangan, dan semacamnya.
Lelaki itu mengecup rambut Maya agar si gadis yang tertunduk menatap matanya. Segera setelah mata mereka bertatapan, Nugi menyuguhi gadis itu dengan senyum hangat.
"Kamu cantik, Maya. Dengan atau tanpa bekas luka itu, kamu yang tercantik. Kalau dibilang tidak ingin menyentuh...." Lelaki itu mengusap tengkuknya dengan wajah yang merona. "Tapi, aku kan harus menahan diri. Kamu tahu? Aku senang karena kamu mulai berani memperlihatkan bekas lukamu padaku. Aku senang kamu mulai nyaman dan percaya diri pada tubuhmu meski baru di depanku. Kedepannya, aku harap kamu bisa lebih leluasa menggunakan pakaian yang kamu inginkan tanpa peduli pandangan orang lain terhadapmu."
"Tapi, orang-orang akan memandangiku kalau lihat bekas luka ini. Mereka pasti bilang, wajahnya cantik, tapi tubuhnya tidak mulus."
"Mereka bilang begitu karena tidak secantik kamu."
Maya kembali menunduk. Embusan napasnya terdengar sedih. "Sepertinya aku harus ke psikiater." Gadis itu berjalan menuju kamarnya. Nugi yang sudah selesai mencuci gelas mengikuti gadis itu. Ia merasa tidak bisa pergi tidur meninggalkan Maya yang sedang sedih.
"Pergi saja kalau memang perlu. Nanti kita urus asuransi kesehatan dari pemerintah supaya bisa ke psikiater gratis," ucap lelaki yang duduk bersila di bawah ranjang gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Fall of the Princess
Mystery / ThrillerKehidupan Maya yang tenang tiba-tiba terusik saat video yang berisi kebenaran tentang dirinya tersebar. Merasa tidak terima, ia berusaha mencari tahu siapa orang yang menyebarkan video tersebut. Siapa sangka pencarian si penyebar video akan berbuntu...