BAB I, Malam Sebelum Hujan

11 3 1
                                    

Malam itu angin berhembus lebih kencang dari biasanya, membawa aroma tipis hujan yang mungkin akan datang tidak lama lagi. Hampir saja gaun malam Gracia tertiup begitu kakinya melangkah keluar lobi hotel di mana pesta perayaan atas keberhasilan dari acara peragaan busana milik Miss Evelyn-seorang designer fashion senior- diselenggarakan.

Bukan pesta besar, hanya pesta yang diisi beberapa rekan sesama designer dan model dari bimbingan Miss Evelyn sendiri yang menghadirinya, termasuk Gracia.

Sembari menahan gaun yang memberontak di bagian bawah karena angin yang tak kunjung berhenti, Gracia menanamkan pandangannya pada ponsel di tangan kanannya, membuka sebuah pesan singkat dari seseorang yang ia selalu nantikan kehadirannya.

"Bawa mobil?" tanya seorang wanita berambut keriting, mengembang yang ia ikat menggumpal di atas kepalanya, seraya berjalan menghampiri Gracia di lobi.

"Gak, Frey, Demian datang sebentar lagi." balas Gracia, menyimpan kembali ponselnya ke dalam tas Gucci kecilnya, masih sibuk dengan gaun berlayernya.

Mencoba menutupi lengan terbukanya dengan outer tipis yang ia bawa untuk berjaga-jaga, Freya memandang jauh ke langit malam yang gelap tak berbintang.

"Kayaknya malam ini bakal ada badai." Seolah menyuarakan pikirannya, Freya menoleh kebelakangnya untuk menemukan gadis berkulit eksotis dan wajah ayu, ala jawa, dan senyuman manis yang menawan tergambar di bibir wanita itu, "Gue saranin lo balik duluan, Grace. Mungkin lo bisa kena badai kalau pulang bareng Demian."

Freya memandangnya penuh antisipasi, "Atau mungkin lo bisa kasih Grace tumpangan yang lebih 'aman', Liv?"

Olivia terkekeh, mengangkat bahunya, "Sorry. Have another plan." balasnya ringan sambil berlalu menuju parkiran, tak jauh dari mereka berdiri.

Freya membuntuti Olivia dengan tatapan tajamnya, "Dasar ular." gerutu Freya ketika jarak mereka sudah cukup jauh untuk Olivia mendengarnya, "Nongol cuma buat ngajak berantem."

"Frey, dia cuma ngomongin hujan." sanggah Gracia mencoba menenangkan. Tapi cuaca hari ini memang sedikit membuat hatinya tidak tenang. Mungkin karena Jakarta termasuk daerah yang jarang dilalui badai. Ia hanya berdoa hal buruk tidak akan terjadi.

Tak lama setelahnya, mobil sedan hitam berhenti di hadapan mereka. Dari kacanya yang terbuka, terlihat lelaki dengan setelah kemeja putih di dalamnya, tersenyum ke arah mereka. Gracia memberikan lambaian kecil pada sahabat yang ia tinggalkan sebelum akhirnya masuk kedalam mobil dan melaju, meninggalkan daerah hotel.

"How's your day, baby?" tanya Demian tanpa mengalihkan pandangannya dari jalan. Penampilan demian sedikit berbeda dari terakhir mereka bertemu. Kini tampilannya lebih santai. Mungkin karena pekerjaannya selesai, ia melepas jas formal nya dan beberapa kancing atasnya.

"Enggak ada yang spesial. Kamu gimana? Meeting-nya lancar?" Gracia menyibukkan diri dengan membetulkan posisi tas, gaun atau apapun yang bisa ia raih, mencoba tidak memperhatikan setitik perbedaan dari Demian. Kelihatannya ucapan Olivia tadi membuatnya lebih sensitif.

"Ribet. Mereka maunya banyak tapi yang di-tawarin nggak sebanding." Ia menggaruk poninya frustasi, menyisir poni yang terus menutupi matanya ke belakang.

"Capek ya?" sekilas Gracia mencium aroma yang tidak ia kenal ketika Demian melakukannya, tapi ia mencoba menelan mentah-mentah. Toh, bukan hal aneh tercium aroma asing dari seseorang. Selain itu aroma itu tidak terlalu kuat menempel padanya. Namun kali ini Gracia sedikit terganggu dan Gracia menyalahkan sepenuhnya pada Olivia.

"Baby..." Gracia memanggil Demian ketika ponsel Demian berdering di sampingnya.

"Second." bisik Demian sebelum memarkirkan mobilnya ke pinggir jalan dan mengangkat ponselnya.

Fall from GRACETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang