Yudistira Cakra Warman

404 49 11
                                    

Cakra ni bukan yang babunya Ganesha yaa
Beda orang ini beda
.
.
.

"Yudistira Cakra Warman!"

"Hadir!"

Anak yang semula menunduk itu mengangkat tangan spontan dengan senyum merekah. Setidaknya sampai tatapan orang yang menyebut namanya membuat ia menciut dan menurunkan tangan perlahan.

"Apa ayah ini lelucon buat kamu, Cakra?"

"Enggak, kata siapa?" Anak itu menggeleng ribut. "Ayah itu gak ada lucu-lucunya. Malah serem."

Tampaknya itu langkah yang salah sebab wajah Galuh makin keruh mendengar ucapan anaknya.

"Bisa gak kamu itu gak bikin masalah sehari aja? Ayah pusing dengar laporan yang masuk semuanya tentang kelakuan kamu yang makin menjadi terus."

Cakra menggeleng dengan senyum tipis, "Gak bisa ayah. Kalau gak begini ayah gak bakal tau kalau aku masih terus hidup hari ke hari."

"Cakra!"

"Iya, ayah?"

Galuh menghela nafas kasar. Tak tau lagi kata-kata semacam apa yang harus ia keluarkan untuk anaknya ini.

"Kenapa? Aku benar kan? Kalau gak berulah, mana ayah tau aku masih hidup atau nggak nya. Ayah kan gak peduli...."

Sebelum Galuh sempat menjawab seseorang datang menginterupsi. Dia Helena, putri sulungnya.

"Acaranya udah mau mulai."

"Ah iya, ayah segera kesana."

Mata Cakra mengikuti pergerakan ayahnya yang beranjak berdiri. Pasti ayahnya mau ke halaman belakang, tempat dimana acara ulangtahun Raka diadakan.

"Ayah mau pergi main aja gak sama aku keluar?" Tanya Cakra tiba-tiba. "Kan ayah selalu ada pas ulangtahunnya Raka. Masa gak mau alfa sekali aja gitu?"

"Jangan aneh-aneh Cakra." Hanya itu yang Galuh katakan sampai akhirnya dia melangkah pergi meninggalkan Cakra disana bersama Helena.

"Ayah gak mau main sama aku. Kalau kak Helen gimana?"

Helena, wanita itu menatap adiknya lama. Sekilas ada tatap permusuhan yang ia lontarkan. Tapi tak bertahan lama sebab ia berusaha mempertahankan logikanya dimana tak seharusnya ia membenci adiknya sendiri.

Meski begitu Helena tetap tak bisa menghindari dimana dia tanpa sengaja jadi bersikap dingin pada Cakra.

"Kalau kamu memang mau diperhatikan, bukan begini caranya."

Sama seperti Galuh, usai mengucapkan kalimat dingin itu Helena berbalik pergi. Meski langkahnya sempat tertahan akibat kata-kata yang kemudian Cakra lontarkan dengan tawa pelan yang mengalun sumbang.

"Terus gimana? Masa iya aku harus mati dulu baru kalian peduli.. haha..."

Helena hanya menganggapnya angin lalu. Dia bergerak menuju tempat keluarganya berkumpul. Dan dari sini Cakra mendengar lagu selamat ulang tahun yang mereka senandungkan bersama. Juga tepuk tangan serta seruan penuh harapan dan doa.

Ah, tau begini mending Cakra tak pulang saja tadi.

•••••

Masih pagi. Bahkan diluar saja masih gelap. Cakra tak yakin apa hari sudah berganti atau belum. Namun di tengah nyenyak tidurnya dia harus terbangun akibat ponselnya yang terus ribut.

"Ck apa sih bangsat?!" Makinya dengan tangan meraba-raba kasur. Mencari benda yang mengganggu ritual tidurnya yang sakral. Kalau waktu tidurnya kurang satu menit saja Cakra bisa kerasukan tau!

campur aduk Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang