Asrael

270 38 6
                                    

"Tunggu disini sebentar."

Sudah setengah jam terlewat sejak Erisa mengatakan itu. Dan Asrael masih setia duduk dengan patuh menuruti titah ibunya tersebut.

Remaja berhoodie hitam itu menoleh untuk kesekian kali ke tempat dimana ibunya tengah berbincang dengan seorang pria.

Matanya bergerak gelisah lantaran selama pembicaraan ibunya dengan pria itu disana, beberapa orang tak dikenal terus menatap penuh selidik kepadanya. Meski mereka duduk terpisah tapi tetap saja tatapan yang menusuk itu tak bisa dienyahkan.

"Rael."

Asrael langsung berdiri. Terlihat tak sabar untuk segera pergi. Tapi sedetik kemudian dia tersadar begitu melihat wajah sang ibu.

Benar juga. Dia kan sudah tak bisa kemana-mana lagi....

"Ingat pesan mama. Jangan nakal. Turuti apa kata ayah. Dan.. jangan lupa bahagia ya nak."

"Aku bahagia." Ucap anak itu singkat. Dia sedikit memiringkan kepala melihat pria yang menyandang titel sebagai ayahnya berjalan mendekat di belakang Erisa.

Erisa mengulum senyum mendengar nada acuh tak acuh Asrael. Juga tatapan memindai yang anak itu berikan pada Galen selaku ayah yang baru kali ini Asrael jumpai setelah 15 tahun lamanya.

"Kalau begitu mama pergi dulu."

Asrael hanya mengangguk singkat tanpa perubahan wajah yang berarti. Hal itu membuat langkah Erisa untuk berbalik pergi tertunda. Dia diam beberapa saat menatap Asrael.

"Tidak ada yang mau kamu katakan pada mama?"

Asrael menggeleng dengan matanya yang kini melihat pergerakan Galen yang telah berdiri di sampingnya. Berkedip beberapa kali mengamati pria itu dia kemudian menatap ibunya lagi.

"Benar tidak ada yang mau kamu katakan?"

"Tidak." Asrael menjawab mantap. Dia menjeda sejenak baru kemudian bicara lagi. "Kalaupun ada, itu hanyalah kata-kata yang akan membuat mama sakit hati dan menghancurkan segalanya sampai saat ini."

Erisa tertegun dibuatnya. Asrael mengucapkan itu dengan raut tak peduli seolah kata-kata itu tak bermakna sama sekali. Tapi Erisa dapat merasakan dengan jelas luka yang berat yang tersirat di setiap kata Asrael.

Lama terkesiap, Erisa hanya mampu memberikan senyuman sendu. Dan mengagumkan permintaan maaf yang terdalam.

"Tapi biar bagaimanapun..." Erisa menarik nafas sejenak. Menahan cairan yang menggenang di pelupuk matanya agar tidak tumpah ruah. "...semoga kamu bahagia dengan kehidupan baru kamu disini, Rael."

"Bahagia ku itu mama." Asrael menjawab cepat membuat mulut Erisa terbungkam.

"Tapi bahagia mama bukan aku. Gak pa-pa, aku ngerti. Mama boleh pergi. Semoga mama juga bahagia dengan kehidupan baru mama disana."

•••••

Lama sekali Asrael memandang arah kepergian mobil ibunya. Dan selama itu, Galen setia berdiri di sampingnya dalam diam.

"Mau ikut dengan mama saja?"

"Memangnya boleh?"

"Boleh."

"Aku lapar."

Sejenak Galen terdiam. Peralihan topik yang tak terduga dan begitu tiba-tiba. Galen tak tau entah itu karena Asrael tak mau membicarakan tentang Erisa lagi atau mungkin karena dia memang benar-benar lapar.

"Baiklah. Ayo masuk ke dalam."

Asrael diam saja. Tapi tak ada penolakan sama sekali ketika Galen merangkul pundaknya dan menggiring dia masuk ke rumah.

campur aduk Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang