Jubah yang menempel di punggung Alana berterbangan akibat dia yang berlari cukup kencang, apalagi angin saat ini terasa lebih kencang dibandingkan biasanya. Saat ini dia tak sendirian karena Alvin juga ikut berlari mengikuti Alana dari belakang. Keringat bercucuran dari perempuan itu dan menetes ke kemeja putih yang dia pakai saat ini. Goresan di pipi tak terasa akibat karena rasa khawatir yang dia rasakan lebih besar.
Alana melirik jam tangannya yang terpasang lokasi Brian saat ini dan lokasi tersebut cukup jauh dari area yang dia tempati sekarang. Pikiran Alana berterbangan sekarang, apa yang Brian lakukan di tempat sang putri? Apakah ada sesuatu yang penting? Atau malah lelaki itu sedang dimanfaatkan oleh perempuan itu?
"It's okay mba. Trust me, Brian will be fine" Ucap Alvin yang berlari di samping Alana.
"I know but... Arggg!!"
Alvin menghela nafas melihat kelakuan kakak sepupunya itu. Nafasnya ngos ngosan akibat berlari sedari tadi dan dia tak diberikan waktu untuk beristirahat. Sebenarnya mereka bisa saja memakai kuda atau motor, tapi itu terlalu menarik perhatian orang orang disekitarnya. Berlari saja sebenarnya menarik perhatian para penjaga, apalagi arah mereka berlari terlihat jelas ke arah mana.
"Alvin ikut aku. Jangan berlari ke arah sana" Ucap Alana sembari menarik tangan Alvin ke area pinggir. Mereka mengendap endap di sekitar tempat tinggal putri sembari mencari saudara bodoh mereka itu.
"Dimana Brian?" Tanya Alvin pada dirinya sendiri.
Alana melirik ke jendela kamar sang putri yang terbuka lebar dan memperlihatkan beberapa bayangan orang orang yang berada di dalam sana. "Coba kamu lihat kesana" Bisik Alana ke lelaki di sebelahnya.
Pandangan Alvin dia fokuskan ke arah yang dikatakan oleh sang sepupu dan berusaha menebak nebak siapa saja yang berada di dalam sana. Alisnya bergerak ke atas saat melihat sebuah bayangan yang familiar dibenaknya. "Mba itu siapa? Bayangan laki laki" Ucapnya.
Jelas bayangan tersebut terlihat begitu jelas karena pencahayaan di kamar sang putri terlihat lebih terang dibandingkan pencahayaan di luar. Bahkan suara bisik bisik di dalam kamar terdengar samar samar ditelinga mereka. Kenapa bias begitu? Itu karena lokasi persembunyiaan mereka begitu dekat dengan jendela kamar. Bayangkan saja jaraknya hanya 4m saja.
Tuk
Alvin melemparkan sebuah kerikil ke jendela tersebut dan tersenyum bego ke arah Alana sang menatap dirinya tajam.
Bug
Alana memukul kepala Alvin dengan tak berperikemanusiaan bahkan lelaki itu hamper jatuh dibuatnya, untung saja tak menimbulkan suara yang keras. "Alvin bego!!"
"Cuma coba coba mba, calm down okay?"
Alvin mengambil tiga buah kerikil dan dilemparkan kecil kecil ke atas kemudian lidahnya menjilati area mulutnya sendiri. Setelah itu, kekehan muncul dari belahan bibirnya. "Kita coba sekali lagi" Bisiknya dan mendapatkan pelototan dari Alana.
Tuk
Tuk
Tuk
Bruk
Alana menarik Alvin ke bawah dan bersenyumsi dibalik pohon pohon yang tertata rapi di depannya. "Diam. Ada yang bergerak ke arah jendela"
"Siapa?"
Alana membekap mulut adiknya dengan keras, sampai sampai Alvin kesulitan untuk mengambil oksigen. Sejujurnya bersembunyi di samping pohon saat malam hari tak baik karena tumbuhan mengeluarkan karbon dioksida pada malam hari, tapi yasudahlah mungkin untuk sekarang tak apa apa. Kala matipun ya berarti itu takdir mereka, tapi lucu sekali jika mereka mati akibat masalah seperti ini hahaha.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Endless War
FanfictionHanya menceritakan sebuah kisah tentang seorang perempuan bernama Alana Zara Paramitha yang memiliki dendam kepada para tentara luar dan mengambil semua resiko untuk membalaskan dendamnya. Namun disaat semuanya hampir terbalaskan, sebuah fakta menam...