Chapter 10

19 1 0
                                    

Alana memperhatikan monitor didepannya, mencari sebuah rekaman yang terlihat mencurigakan. Namun nihil, ada beberapa rekaman yang hilang secara tiba tiba. Alana mengotak atik komputer itu dan berusaha untuk mengembalikkan rekamannya.

"Kenapa tidak bisa kembali?" Gumamnya saat kesulitan untuk mengembalikannya.

Alana kembali mengutak atik komputer itu lalu setelah dia mendapatkannya alana segera menduplikat vidio tersebut. Kemudian alana mencabut flashdisk dan menyimpannya di dalam saku miliknya.

Alana menoleh pada lelaki yang selalu menemaninya akhir akhir ini. "Geon bisa kamu panggilkan brian kesini?" Ucapnya

Geon menganggukkan kepalanya. "Sebentar aku telfon dulu"

"Kakimu tak berfungsi untuk memanggilnya secara langsung?" Sinis alana, karena menggunakan telfon terlalu beresiko untuk sekarang karena dirinya takut handphone itu terhack oleh seseorang.

Geon tersenyum kikuk ke arah perempuan itu dan menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Oke, maafkan aku" ucapnya dan berjalan meninggalkan alana.

Alana menyetel duplikat rekaman tersebut dan memperhatikannya dengan seksama. Dia memperbesar layarnya agar pelakunya terlihat dengan jelas. "Siapa dia? Aku tak pernah melihatnya" gumam alana.

Alana memperbesarnya lagi berharap ada bukti yang terlihat. "Kebaya putih, siapa yang memakainya dihari itu? Bukankah saat itu semua pelayan memakai kebaya hitam??"

Alana terus mengorek beberapa informasi yang dia bisa dapatkan disitu. Bahkan beberapa gelas yang ada di atas meja masih berada ditempatnya dengan harapan ada sidik jari yang tertinggal.

"Aku harus menggunakan gelas itu sekarang juga dan mencari pelakunya, sebelum dia sembunyi semakin dalam"

Clek

Pintu ruang cctv dibuka perlahan oleh seseorang dan menampilkan brian dengan geon di belakangnya. Brian mendekat ke arah alana dan menepuk pundaknya pelan. "Ada apa kamu memanggilku?"

"Bisakah kamu membantuku sebentar? Aku kesulitan dalam mencari identitas orang ini" ucapnya sembari menunjukkan vidio itu kepada brian.

Brian menganggukkan kepalanya paham. "Kapan kejadiannya?"

"Barusan"

Brian menatap alana datar dan mengerutkan dahinya. "Kenapa kalian bisa kebobolan separah ini?"

Alana menghela nafasnya dan menyandarkan tubuhnya di kepala kursi. Lalu dia memijit pangkal hidungnya akibat kepalanya terasa sedikit pusing sekarang. "Entahlah, mungkin karena aku terlalu banyak pikiran sekarang"

"Kita banyak pekerjaan sekarang alana, jangan terlalu banyak ceroboh"

"Minggir! Biar aku yang mengurusnya. Begini saja tidak becus" ucapnya dan mengambil alih komputer yang tadinya berada di depan alana.

Alana mendengus dan memperhatikan cara kerja brian dalam hal meretas dan mencari identitas seseorang. Hebat, itu yang alana pikirkan saat melihat skill brian. Tak semua orang sehebat brian tak terkecuali alana. Dia bahkan tak terlalu bisa dalam bidang ini sebenarnya.

Brian mengetikkan sesuatu dalam komputer itu dan dalam klik terakhir dia mendapatkan apa yang alana inginkan. "Selesai! Apa yang akan kamu berikan padaku?" Tanyanya sembari menyerahkan hasil kerjanya.

Alana bersidekap dada sembari mengangkat salah satu alisnya. "Apa yang kamu inginkan?"

"Uang? Motor? Handphone? Atau apa?"

Brian menyeringai. "Berikan aku kalung yang kamu pakai" ucapnya sembari memegang bandul kalung tersebut.

Alana menepis tangan brian dan menatap pria itu tajam. "Bukankah sudah dari dulu kukatakan bahwa kalung ini tak akan kuberikan pada siapapun?!!"

The Endless WarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang