Mulmed: Laura
Bella's POV
"Nggh, siapa sih?" aku memaksakan tubuhku untuk bergerak ke arah tas yang ada di samping kasur lalu merogohnya. Mengacak-acak isinya untuk mendapatkan ponselku yang masih berdering.
Setelah mendapatkannya, aku segera menekan tombol hijau tanpa melihat siapa yang menelpon. "Halo? Kenapa?"
"Hye Ra! Ini sudah jam berapa? Pulang ke rumah sekarang!"
Aku mendengar suara Ibuku yang marah-marah dari ujung sana, lalu menatap jam yang masih berdetik yang terletak di atas meja. Pukul 9, dan pastiny sekarang malam.
"Aku tidak bisa pulang sekarang, Ma." kataku.
"Kenapa tidak bisa? Kau tidak diculikkan? Dimana Justin?" aku menoleh menatap Justin yang tertidur di sampingku.
"Aku tidak tau dimana dia." lalu aku berbohong padaku Ibuku bahwa aku sedang menemani Laura yang sendirian di rumahnya karena orangtuanya pergi ke luar negri.
"Lalu, bagaimana sekolahmu besok?"
"Mama tenang saja. Seragam hari ini masih dipakai besok. Kalau masalah buku, aku bisa meminjamnya dengan Laura."
Terdengar suara helaan nafas Ibuku, lalu ia bersuara lagi, "Baiklah kalau begitu. Jaga dirimu dan jangan macam-macam. Kunci pintu rumah dengan baik. Banyak kejahatan di luar sana yang bisa datang kapan saja."
Aku mengiyakan pesannya lalu tak lama kemudian sambungan telepon terputus. Aku menaruh ponselku kembali di dalam tas lalu beranjak dari kasur. Niatku ingin menuju toilet, tapi tanganku tiba-tiba ditarik sehingga aku kembali berbaring di kasur.
"Justin, lepaskan aku. Aku mau ke toilet." kataku. Lelaki itu malah tersenyum lalu menahan tubuhku agar tidak bisa bergerak.
"Siapa yang menelponmu tadi?" tanyanya.
"Ibuku. Dia hanya mengkhawatirkanku."
"Hm," Justin hanya bergumam, lalu kembali terlelap di sisiku dengan sebelah tangannya yang masih menahan tubuhku.
Aku hanya bisa diam dan merasakan nafasnya yang berhembus di leherku. Terasa hangat sekaligus geli. "Justin," panggilku.
"Hm?" dia kembali bergumam.
"Apa kau sudah tidur?" tanyaku.
Justin membuka kedua matanya dan langsung menatapku. Bibirnya terulas sebuah senyuman dan sorot matanya terasa hangat. "Ya, aku bermimpi indah."
Aku ikut tersenyum mendengar jawaban bodohnya, "Apa mimpi indahmu itu?"
"Seorang malaikat. Dia sedang menatapku sekadang." ucapnya. Aku segera menatap ke arah lain dan itu membuatnya tertawa.
"Tidurlah, kau akan sekolah besok."
Aku mengelus kepala Justin dan memainkan rambutnya, "Kau juga akan sekolah, kan?"
"Tidak."
Aku menyerngit, "Kenapa tidak?" tanganku turun menuju pipi Justin, mengelusnya sebentar lalu berjalan lagi hingga tanganku berhenti di bibir Justin.
Bibir itu tiba-tiba tersenyum miring, "Apa kau sudah merindukan bibirku ini?"
Justin tiba-tiba mengangkat kepalanya lalu menyentuhkan bibirnya di bibirku lagi. Ketika aku menciumnya kembali, ku rasakan bibirnya tersenyum.
***
Paginya, aku terbangun dengan rasa sakit yang luar biasa di kepalaku. Aku segera beranjak dari kasur ketika aku merasa ingin muntah, tapi kemudian aku tahan. Ibuku pernah bilang kalau setelah minum bir, tidak boleh muntah. Karena itu bisa merusak hati.

KAMU SEDANG MEMBACA
Ladies and Racing
Teen FictionKarena pekerjaan yang menuntut, keluarga kecil Hye Ra pindah ke San Fransisco. Awalnya memang terasa lebih baik ketika memilih untuk pindah ke San Francisco dibanding dengan tinggal di Korea. Tapi siapa sangka ia akan bertemu dengan seorang lelaki b...