Brak!!
"Papah udah keterlaluan! Kenapa Papah libatin temen Aydan?!"
Aydan Razi Wistara. Pewaris tunggal Wistara itu dengan beraninya meninggikan suara di hadapan orang tuanya. Dengan tangan yang terkepal, Aydan menatap sang ayah.
"Aydan!" Adnan--laki-laki yang dipanggil 'Papah' itu berdiri, membalas tatapan putranya.
"Berani-beraninya kamu bersikap seperti ini di hadapan orang tua kamu sendiri!" sentaknya.
"Di mana Elfathan? Papah kurung dia di mana?" Aydan bertanya dengan wajahnya yang mulai memerah.
"Kalau Papah marah sama Aydan, hukum Aydan. Bukan mereka!" lanjut Aydan.
Merasa hampir dikuasai amarah, Aydan memilih beranjak pergi. Namun, sebuah kalimat membuat langkahnya terhenti.
"Papah akan beri tahu kamu di mana Elfathan, asal kamu mau menikah dengan perempuan pilihan Papah."
Aydan berbalik. Apa ada yang salah dengan pendengarannya? Menikah? Mana mungkin!
"Maksud Papah apa?"
"Kalau pun Papah masukin kamu ke pondok pesantren, apa kamu gak akan kabur, atau mungkin buat onar di sana?"
"Tergantung," jawab Aydan singkat.
"Kalau gak mau, ya udah, nikah!"
Aydan menghela napas jengah. Selama ini Aydan tak banyak berurusan dengan wanita, dia terlalu terobsesi dengan dunia motornya. Apalagi Aydan berpikir, di masa nakalnya sekarang, harusnya dia tak mendengar suatu hal yang berkaitan dengan pernikahan.
"Aydan masih kuliah, Pah. Gimana mau nafkahin istri," ucap Aydan.
"Udah masuk semester akhir. Nanti kamu bisa magang di perusahaan." Kali ini, Mia--Bunda Aydan angkat bicara.
Walaupun dia bukan ibu kandung Aydan. Tapi, Mia selalu memberikan kasih sayang dan perhatiannya melebihi ibu kandung Aydan sendiri.
"Tapi--"
"Apapun alasannya, Papah gak peduli," potong Adnan.
"Papah gak usah repot-repot. Kalau udah waktunya, Aydan bisa cari istri sendiri."
"Tapi Mamah setuju sama Papah. Arini pernah bilang, kalau punya anak laki nakal harus cepet-cepet dinikahin."
Aydan langsung menatap ibu kandungnya yang kini ikut berdiri di samping suaminya.
"Mamah ngapain dengerin dia? Aydan kan udah pernah bilang sama Mamah, jauh-jauh dari wanita itu!"
"Buat apa Mamah dengerin kamu? Kamu aja gak pernah dengerin Mamah." Arini menyilangkan tangan, bersedekap seraya menatap wajah putranya yang terlihat lelah melawan 3 orang dihadapannya.
"Aydan gak mau! Aydan masih mau menikmati masa muda--"
"Menikmati masa muda? Aydan ... Aydan ..., masa muda seperti apa yang kamu maksud? Balapan liar? Itu bukan menikmati, tapi mengantarkan diri pada Ilahi! Masa muda itu bukan hanya untuk senang-senang, mau jadi apa kamu kalau masa muda dihabiskan bersama sekumpulan anak-anak yang tak bermoral--"
"Pah!" Aydan menyentak. Tidak, Aydan tak terima kalimat itu. Teman-temannya tak seperti yang diucapkan sang papah.
"Turuti kemauan Papah, Aydan! Itu juga kalau kamu gak mau teman-teman kamu yang lain bernasib sama seperti Elfathan."
Sebelum melenggang pergi, Adnan mendekati putranya.
"Kamu seperti apa Papah. Papah gak main-main dengan ucapan Papah. Kalau kamu mau Papah menuruti kemauan kamu, maka juga harus menuruti kemauan Papah," bisik Adnan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alif Lam Mim
RomanceBagaimana jadinya seorang ketua geng motor menikah dengan wanita solehah yang bercadar? Aydan Razi Wistara, lelaki yang senang kebebasan itu dipertemukan dengan perempuan yang taat akan aturan, terutama aturan yang telah ditetapkan Tuhannya. Bagi A...