Bukan Sembarang Kucing

5.6K 368 33
                                    

"Uhuk! Uhuk!" Aydan mengibaskan tangannya guna mengusir debu yang berterbangan, mungkin saja sebagian debu telah masuk ke dalam rongga hidungnya.

Hari ini Nadhira tak ada di rumah. Dia meminta izin menginap satu malam di rumah orang tuanya. Meskipun ada sedikit rasa tak rela, Aydan tetap tak tega jika melarangnya. Tak apa, besok siang Aydan akan langsung menjemputnya. Lagi pula ini menjadi pertanda baik untuk Aydan menjalankan rencana.

"Wah ... ternyata cape juga bersihin gudang ini." Aydan mengusap peluh yang mengucur dari pelipisnya. Dipandanginya ruangan yang telah berubah kondisi. Gudang yang tadinya kotor, kini nampak bersih.

Seharian Aydan berada di gudang, hanya untuk membersihkan, memindahkan dan membuang beberapa barang yang dirasa tak akan diperlukan lagi.

"Selesai!" seru Aydan. Matanya mengelilingi setiap sudut ruangan. Dia tersenyum saat mengingat ucapan Nadhira semalam.

"Dari kecil saya pengen ngurus kucing. Tapi Mamah ngelarang."

"Ruangan buat rumah indoor-nya udah, tinggal kucingnya."

Aydan mengutak-ngatik ponselnya, mencari kontak seseorang, lalu mengirimkan pesan.

[ Yas, gue boleh minta tolong? ]

[ Tolong apa? ]

[ Gue mau beli kucing. ]

[ Kucing? Maksud lo motor kali. ]

[ Udah, pokoknya lo cariin aja kucing, warna putih! Kalau udah ketemu, lo kabarin gue! ]

Setelah membalas pesan Ayas, Aydan menyimpan kembali ponselnya. Ia harus memastikan, bahwa lantai yang sudah dipel tadi tak dihinggapi debu lagi.

. . . . . . .

"Dan, kucingnya udah dapet tuh!"

Aydan yang tengah memainkan ponselnya menoleh pada Ayas. Malam ini Aydan kembali berkumpul bersama teman-temannya di base camp Annafis.

"Mana kucingnya?" Aydan menyatukan alisnya melihat tangan Ayas yang kosong.

"Gue simpen dulu sama kucing gue. Besok gue anterin."

Aydan mengangguk mendengar jawaban Ayas.

"Dan, gue punya pertanyaan," celetuk Elfathan.

Aydan tak menjawab, dia malah melihat arlojinya, setelah memastikan waktu, Aydan mengambil paper bag yang pernah diberikan Nadhira. Setelah mengeluarkan isinya, Aydan berlalu menuju kamar base camp.

Melihatnya, para anggota Annafis saling melempar tatapan heran. Satu-persatu dari mereka melangkahkan kakinya pelan, mengikuti Aydan dan mengintip apa yang dia lakukan.

"Bang, cubit gue kalau ini nyata," ucap Jayad setengah berbisik.

"Kalau lo teriak, ketahuan ngintip dong kita!" balas Elfathan.

Pintu kamar yang terbuka  kini dipenuhi oleh kepala. Hampir semua anggota Annafis menyembulkan kepalanya di sana. Menyaksikan pemandangan yang jarang terlihat.

"Dia beneran salat, kan?" tanya Rafka.

"Ya iya, emang lu pikir apa?" sahut Ayas.

Alif Lam Mim Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang