Karena hari ini hari libur, pagi-pagi Aydan sudah memarkirkan mobilnya di depan base camp Annafis. Semalaman Aydan memikirkan tawaran Elfathan. Meskipun sambungan telepon tadi malam diakhiri, mereka tetap melanjutkan pembicaraan di room chat. Tentunya tanpa sepengetahuan Nadhira.
Ceklek!
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam," jawab anggota Annafis serempak.
Aydan mengerutkan kening melihat pemandangan di depannya. Kedua mata Aydan mengelilingi sekitar, melihat beberapa kejanggalan di ruangan.
Biasanya, di hari Minggu base camp Annafis terlihat berantakan. Ada anggota yang sibuk memainkan ps, dengan bungkus snack yang berserakan di sampingnya. Kadang, beberapa anggota tengah mengutak-ngatik motor, dan sisanya memilih tidur.
"Sibuk banget kayaknya," celetuk Aydan.
Dani yang tengah memantau layar laptop menoleh. Matanya membulat saat menyadari kehadiran Aydan.
"Loh, Bang Aydan kapan ke sini?"
Suara Dani membuat anggota Annafis yang berada di ruangan itu ikut melihat Aydan. Nyatanya, mereka juga tak sadar bahwa orang yang masuk tadi adalah Aydan.
"Lo kira yang ngucap salam tadi siapa?"
"Temennya Om--"
Sontak Dani menyikut lengan Jayad. Dan hal itu, tentu tak lepas dari perhatian Aydan. Melihat gerak-gerik anggota Annafis yang mencurigakan, Aydan langsung menghampiri Dani. Dahinya mengerut melihat apa yang tertera di layar laptop Dani dan Jayad.
"Bukannya lo bilang gak mau lanjut kuliah, ya? Kenapa sekarang malah daftar?"
Dani hanya diam mendapati pertanyaan dari Aydan.
Aydan semakin bingung saat menyadari beberapa anggota tengah memegang buku tebal. Bukan apa-apa, hanya saja ini pertama kalinya Aydan melihat mereka rajin seperti ini.
"Gimana Dani, udah di isi semua?"
Semua yang berada di ruangan itu langsung memusatkan pandangannya pada asal suara.
Lagi-lagi kening Aydan berkerut, mendapati seorang laki-laki yang baru saja keluar dari arah dapur.
"Papah?"
Adnan tersenyum sambil menggaruk kepalanya canggung.
"Yah, ketahuan deh sama ketuanya." Adnan bergumam sambil berjalan mendekati putranya.
Setelah berada di hadapan Aydan, Adnan menepuk pundak putranya pelan. Saat hendak bicara, tiba-tiba Aydan menarik tangannya, dan dicium punggung tangan itu dengan takdzim. Tak ayal, semua anggota Annafis, bahkan Adnan sendiri pun tertegun dengan sikap Aydan.
"Papah lagi apa di sini?" Aydan bertanya dengan suara pelan, namun terkesan dingin.
"Eum..., Papah minta maaf udah lancang masuk ke base camp Annafis tanpa izin kamu. Papah cuma mau sharing aja sama mereka. Gak aneh-aneh, kok."
"Udah 2 Minggu Om Adnan nyempetin datang ke sini. Beliau banyak bantu kita, bagi-bagi ilmu juga," sahut Rafka yang tengah duduk di sofa.
"Kita baik-baik aja. Gak tertekan sama sekali." Elfathan menimpali.
Aydan menatap Elfathan. Bicaranya memang baik, tapi wajahnya tak menunjukan begitu. Terlebih tangannya tampak memainkan buku yang ia pegang. Lagi pula, siapa yang bertanya tentang tertekan?
Aydan melihat sang ayah dari sudut matanya. Meskipun tak terlalu jelas, Aydan dapat melihat tak ada raut kesedihan di wajahnya. Tak ayal, hal itu menghadirkan rasa kecewa dalam hati Aydan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alif Lam Mim
RomanceBagaimana jadinya seorang ketua geng motor menikah dengan wanita solehah yang bercadar? Aydan Razi Wistara, lelaki yang senang kebebasan itu dipertemukan dengan perempuan yang taat akan aturan, terutama aturan yang telah ditetapkan Tuhannya. Bagi A...