Aydan terus menolak dengan alasan yang sama saat Ishak kembali menawarkan bantuan. Sikap kekeh Aydan membuat Ayas terpaksa menuruti keinginan temannya. Meskipun begitu, Ayas tak sepenuhnya menuruti ucapan Aydan. Dibanding menghubungi orang lain, Ayas lebih memilih menghubungi orang tua Aydan. Karena menurut Ayas, mereka berhak menjadi orang pertama yang ia hubungi, dan mengetahui keadaan putranya saat ini.
Setelah cukup lama menunggu, akhirnya mobil putih yang Aydan tunggu datang, lalu berhenti di dekatnya. Namun, Aydan rupanya nampak terkejut saat melihat siapa sosok yang pertama kali turun dari mobil itu.
"Papah?"
Aydan menatap Ayas tajam, lalu beralih pada Razi yang tergesa-gesa menghampirinya.
"Nak, kamu gak papa?" Kalimat pertama yang Razi ucapkan mampu membuat Aydan mematung mendengarnya. Karena ini pertama kalinya kalimat itu kembali Aydan dengar setelah hampir 9 tahun lamanya.
'Kamu buat ulah lagi?' Aydan tersenyum miris saat mengingat pertanyaan yang dulu sering diucapkan orang tuanya. Saat Aydan pulang dengan keadaan kacau, mereka selalu meyakini bahwa keadaan itu ia dapatkan dari hasil kenakalannya.
"Mang, tolong bantu saya gandeng Aydan!"
"Baik, Pak!"
Mendengar ucapan mertuanya, Nadhira buru-buru berdiri, dan menjauh dari suaminya.
Saat Mang Parman dan Razi mendekat, Aydan langsung mengeluarkan kalimat yang membuat keduanya menghentikan langkah.
"Kita pulang ke rumah aja."
Nadhira mengerutkan dahinya. Sesaat menarik napas, berniat mengeluarkan protesnya. Namun, tiba-tiba Aydan menatapke arahnya. Seolah tak mengizinkan Nadhira untuk bersuara.
"Jangan keras kepala, Aydan! Papah malas debat."
Aydan menarik satu sudut bibirnya. Debat? Kenapa setiap pilihan Aydan harus diperdebatkan? Jika keinginan Aydan tak sesuai dengan kemauan orang tuanya, bukankah sebuah bujukan akan terdengar lebih nyaman dibanding dengan perdebatan.
Melihat sikap suaminya, Nadhira berniat ikut bicara. Namun, niat itu ia urungkan. Karena lagi dan lagi Aydan menatapnya dengan sorot yang tajam.
"Buat apa Papah bayar dokter keluarga mahal-mahal, kalau luka gini aja harus dibawa ke rumah sakit?" Aydan berucap tanpa mengalihkan sedikitpun tatapannya dari Nadhira.
"Saran saya, lebih baik Om bawa Aydan pulang. Karena ngebujuk anak ini cuma buang-buang waktu aja. Dia bakal kekeh sama pendiriannya." Ayas berani ikut bicara bukan tanpa sebab. Dia tahu betul, mau dibujuk seperti apapun, Aydan mana mau dibawa ke tempat yang setiap sudutnya tercium bau obat.
Razi menghela napas kasar. Akhirnya, mau tak mau dia pun menuruti kemauan putranya. Meskipun begitu, Razi akan memastikan, Aydan akan dirawat dengan sangat baik. Baik itu oleh tenaga medis, maupun keluarga. Karena jauh di lubuk hatinya, ia tak rela melihat anak semata wayangnya terluka.
"Baik, kita akan pulang. Tapi kamu harus janji sama Papah, kalau kejadian tadi gak akan terulang lagi!"
"Papah kira semua ini kemauan Aydan?" balas Aydan.
Razi bergeming. Dalam hati, ia merutuki diri. Lagi, dia mengeluarkan kalimat yang menyakiti hati.
"Maaf," lirih Razi.
Aydan akui, dia memang sering melakukan kesalahan, Aydan juga sering mengecewakan. Namun sayangnya, beberapa orang yang diharapkan akan sudi memperbaiki, justru malah memilih melihat kesalahannya sebagai bentuk penilaian.
"Kita pulang sekarang," ucap Razi.
Razi memberikan kode pada Mang Parman untuk bergerak menggandeng Aydan. Setelah Aydan berdiri, Razi menatap Ayas dan Ishak bergantian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alif Lam Mim
RomanceBagaimana jadinya seorang ketua geng motor menikah dengan wanita solehah yang bercadar? Aydan Razi Wistara, lelaki yang senang kebebasan itu dipertemukan dengan perempuan yang taat akan aturan, terutama aturan yang telah ditetapkan Tuhannya. Bagi A...