SD 10

201 41 5
                                    

Arkan pov

Sekarang gue udah ada di ruang periksa bersama ketiga orang yang masih diduga pelaku dan kasat reskrim serta kapolresnya juga.

Iya sampek didampingin sama kapolresnya juga. Kurang elit apa lagi sih nih pelakunya minta di temenin sama kapolres. Kalo bisa datengin kapolri, di datengin juga kayaknya tuh.

(Y/n) gue minta buat nunggu diluar. Kayaknya gak mungkin juga mereka mau ngomong kalo ada orang luar yang ikut campur. Ini juga gak tau mereka mau ngomong apa nggak.

Dan ya, udah hampir 15 menit diruangan ber-ac ini, ditambah banyaknya bungkus makanan fast food diatas meja dengan gaya duduk yang songong sambil melipat tangan di depan dada satu keluarga ini melihat gue dengan tatapan tidak senang sekaligus kayak mau nerkam.

Gue sih nyantai aja ya cuma rasanya ada yang aneh gak sih? Rasa-rasanya yang lebih galak pelakunya dari pada korbannya.

"Saya boleh ngomong gak sih?" Tanya gue ke pak kapolres.

"Siapa yang suruh kamu bicara? Kamu gak punya hak buat introgasi saya, istri dan anak saya." ucap si bapak yang gayanya udah kayak penguasa disana.

Gak heran kenapa proses pemeriksaan bisa sampek sealot ini, orang di introgasi aja mentalnya modelan bocil begini.

"Saya juga gak mau bicara dengan orang kotor seperti anda." jawab gue meliriknya tajam lalu mengalihkan pandangan kembali pada pak kapolres.

"Saya akan bicara blak-blakan saja disini jadi maaf jika sedikit sarkas, sebenarnya proses pemeriksaan sampai memakan waktu 72 jam itu karena bapak-bapak ini mau di bayar berapa sih oleh pak Haksa?" tanya gue dengan senyum kesal.

Pertanyaan yang gue tunjukan untuk pak kapolres serta kasat reskrim yang sedari tadi diam seakan hak bicaranya di ambil oleh pak Haksa.

"Mas Arkan kok bicaranya begitu? Kami semua disini masih terus berusaha untuk dapat informasi dari pak Haksa, tidak ada yang namanya bayar membayar, kami disini bekerja dengan hati mas."

"Kalau pakai hati gak akan mungkin sampai seorang calon anggota DPR betah menginap di kantor polisi beserta keluarganya dengan sajian bungkus makanan fast food seakan mereka ini sedang dilayani. Tolong ya, saya gak mau banyak drama kalian cukup ringkus orang-orang ini apa susahnya? Saya ini juga masyarakat yang punya hak untuk masalahnya diselesaikan. Gak perlu saya kan yang ikut campur dalam mencari info?" ucap gue panjang lebar mengintimidasi orang-orang kepolisian ini.

Walaupun rasanya ya gak akan ada apa-apanya ancaman gue ini, tapi paling nggak gue udah berusaha semampu gue untuk buat pihak polisi ini bisa kerja sebagaimana semestinya.

"Bagaimana jika kita keluar dan bicarakan diruangan saya dulu?" tawar pak kapolres bikin gue eneg. Gue bahkan sampai garuk-garuk kepala saking enegnya sama nih polisi.

Akhirnya mau gak mau gue harus pakai cara anti mainstream sama nih orang.

Gue mengeluarkan amplop coklat dari saku celana loreng dan mengeluarkan puluhan lembar foto. Mereka semua yang ada disana kebingungan dengan apa yang sebenarnya sedang gue lihat dari isi amplop coklat ini dengan ekspresi licik yang sedang gue buat.

"Kalian penasaran gak sih? Mau tau gak? Nih gue sebar deh." gue melempar puluhan lembar foto keatas dan menyebar keseluruh ruangan yang mana isinya adalah campuran foto dari pak kapolres yang ketahuan karaokean sama lc sampek foto pergi kehotel sama selingkuhannya, foto kasat reskrim yang lagi terima uang gelap, sampek buang barang bukti, dan masih banyak lagi foto-foto aib mereka berdua yang kalo di sebar ya tamat lah riwayat karier mereka di kepolisian.

Mereka berdua terlihat panik sekaligus kesal melihat gue yang hanya tersenyum melihat kekeosan mereka.

Ya semuanya jelas gue dapatkan dari hasil mememata-matai mereka hampir sebulan itu.

SINGLE DADY ⛔️Imagine You X Yoon Jeonghan (SEVENTEEN)⛔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang