Pemuda ini tampak bahagia setelah membawa dua kantung besar berisi makanan ringan dan kebutuhan pokok lainnya. Bahkan aku sendiri membantu membawakan satu kantung besar berisi baju-baju baru.
Sepulang kuliah, aku memutuskan untuk ikut Geges ke mol dan super market. Pemuda berponi ini berbelanja banyak baju anak-anak. Iya, anak-anak. Aku pun sempat heran, tapi dia bilang baju-baju ini untuk adik-adiknya di rumah.
"Kau mau ikut ke rumahku?"
Aku menoleh dan menatapnya. "Memang boleh?"
"Ya, bolehlah... gimana kau mau ikut atau tidak?"
Aku sempat berpikir sebentar.
"Ikut saja, dari pada kau luntang-lantung tidak jelas. Di sana banyak adik-adikku. Mereka seru diajak main. Ayo,"
Aku tersenyum lantas mengikutinya masuk ke dalam bus umum.
Hanya butuh waktu sekitar tiga puluh menit untuk sampai di rumah berwarna hijau muda dengan plang nama PANTI ASUHAN MENTARI.
Langkahku berhenti dan tertanam saat membaca plang nama itu. Panti asuhan? Sebentar, bukan kah dia mengajakku pulang ke rumahnya? Tapi kenapa dia malah mengajakku ke panti asuhan?
Geges memutar badannya saat tahu aku tidak mengikutinya.
"El, ayo,"
Pada akhirnya aku masuk membuntutinya. Belum sampai di ambang pintu kami berdua sudah disambut teriakan segerombolan anak kecil yang memanggil Geges dari dalam.
"Kak Gegeeeesss..." anak-anak kecil itu berlarian keluar dan memeluk Geges yang sudah berlutut sambil merentangan tangannya menyambut hangat pelukan mereka.
Ah... manis sekali.
Aku tersenyum melihatnya.
Di saat beberapa anak-anak itu memeluk Geges dan membawa masuk dua kantung berisi makanan, aku menemukan seorang gadis berseragam sekolah menengah atas dengan potongan rambut sebahu dan jepit pita yang menghiasi satu sisi rambutnya jalan menghampiri kami.
"Kak,"
"Hai dek,"
"Kakak bawa teman?"
Geges mengangguk. "Iya, Kakak bawa teman, namanya Ellio,"
"Hai, Ellio," aku tersenyum sambil mengulurkan tangan.
"Seika," katanya sambil menjabat
tanganku.Sssshhh...
"Ah?" Mataku melebar.
Dingin sekali tangannya.
"Dia tampan bukan?" Suara Geges memutus tatapan Seika yang sedari tadi menatapku.
Anak gadis itu mengangguk dan tersenyum.
"Iya, dia tampan seperti pangeran," katanya sebelum melengos masuk ke dalam.
Geges tertawa ringan sambil memukul pundakku hingga buatku meringis sakit.
"Dia menyukaimu," katanya yang lantas masuk ke dalam rumah itu.
"Eoh?" Aku sempat diam, membiarkan kepalaku memperoses perkataan Geges barusan.
Dia menyukaimu,
Hadir sebuah lekukan sabit dibibirku.
"Apa pesonaku sekuat itu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
MYSTERY OF THE ACALAPATI [PANGERAN KELIMA 2]
FantasyKehidupannya tak lagi menyandang gelar sebagai Pangeran Kelima. Ellio kembali berbaur dengan hirup pikuk Ibu Kota. Meski tak ada lagi tuntutan sebagai seorang Pangeran, Ellio tak menampik jika dia tak bisa lari dari perannya sebagai kesatria Acapala...