Titah Terakhir

308 54 34
                                        

Bahkan langit gelap berhiasi rembulan di atas sana pun tidak bisa mengerti perasaanku. Bahkan orang-orang di sekelilingku pun tidak akan pernah paham bagaimana susahnya menjadi aku.

Setelah mendengar kabar kondisiku yang membaik, siang tadi baginda raja Aryo memanggilku ke kamarnya. Kelumpuhan yang diderita baginda raja sudah 80 persen merenggut fungsi tubuhnya. Dan yang bisa dia lakukan hanya berbaring di tempat tidur, mendengar setiap kabar berita kodisi dan situasi kerajaan dari orang kepercayaanya, ayahku.

Hatiku tersayat ketika senyum tipisnya menyambut kedatanganku. Aku membungkukkan setengah badan untuk memberi salam padanya. Tapi dia menggeleng, bagai menolak salamku.

"Tidak usah seperti itu, sini duduk," katanya sambil menepuk-nepuk ujung kasurnya.

Aku mengangguk dan duduk di sebelahnya.

"Baginda, bagaimana kondisimu?"

"Jangan panggil aku baginda, aku ingin kau memanggilki paman. Itu jauh lebih bisa kuterima,"

"Baiklah, bagaimana kondisimu Paman?" Aku mengulang pertanyaan.

"Kondisiku tidak sebaik yang diharapkan, El. Aku sudah tidak bisa menggerakan tubuhku terkecuali tangan kananku,"

"Separah ini efek dari serangan petir panglima Cerano waktu itu?"

"Mm," Paman mengangguk pelan.

Aku menghela napas panjang. Sungguh rasa sesal dan bersalah itu muncul dan merambat di dalam perasaanku begitu cepat hingga sedikit sesak kurasakan sekarang.

"Maaf Paman, ini semua salahku. Andai saja aku muncul lebih cepat di hadapan mereka mungkin kau dan penduduk Arsakha di bagian Utara tidak akan mengalami hal buruk seperti ini,"

"Tidak, El. Ini bukan salahmu. Seharusnya aku yang berterima kasih padamu,"

"Terima kasih untuk apa?"

"Langit di luar sana masih tampak biru sebagaimana harusnya. Setelah kudengar kepergian Altan, aku khawatir langit jingga itu akan kembali namun rupanya tidak. Pangeran-pangeranku masih utuh dimata semesta. Maka dari itu, keberadaanmu di sini adalah hal yang paling aku syukuri El, terima kasih sudah menuruti titahku, kau tidak menyerahkan dirimu pada mereka, walau Paman tahu kau sedang berada di posisi yang sulit saat itu," Paman memegang sebelah pipiku.

"Dengan berat hati kau harus melepaskan Altan untuk hidup bersama mereka, meski kau tahu satu hal yang bisa menyelamatkannya, tapi kau memilih meredam dan merahasiakan itu semua demi menjaga keutuhan kalian bukan?"

Deg!

Aku tercenung mendengarnya.

Bagaimana bisa Paman mengetahuinya???

"Kau tidak perlu terkejut seperti itu. Aku tahu kau adalah orang yang sedikit keras kepala, tapi aku percaya kau tidak seceroboh itu, El. Maka dari itu aku menugaskan Ariel untuk mengawasimu, agar kau benar-benar berada di jalan yang sudah kau lihat sebelumnya,"

"Kau adalah salah satu keponakanku yang istimewa, kau adalah tameng kerajaan ini yang sudah lama ditunggu-tunggu setelah kematian raja Qianu si kesatria Acapalati. Dan sekarang kesatria itu berada di hadapanku, betapa beruntungnya aku. Dan betapa beratnya tugasku saat ini, menjagamu sama dengan menjaga kedamaian Arsakha dan rakyatnya,"

"Jadi kuharap, kau tetap di sini jangan sesekali kau melampaui batas, eoh?"

"Aku hanya mencintainya Paman, aku tidak pernah memaksakan kehendak untuk memilikinya. Tapi apa perasaan cinta dan kasih sayang ini juga sebuah kesalahan?"

MYSTERY OF THE ACALAPATI [PANGERAN KELIMA 2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang