-15- Bising

350 45 7
                                    












“Realita emang gak harus sesuai ekspektasi, kan? Ada kalanya mereka itu lebih buruk atau justru lebih baik.” —Sabiru Jeano Atmaja











Berisik. Dunia ini begitu berisik untuk orang setenang Sabiru, Dunia ini terlalu meronta ronta untuk di kenal di langit. Kebisingin ini yang selalu dia dengar setiap hari, entah dari muka bumi atau kepalanya.

Suara bising berteriak di kepalanya, entah dari mana.

Sore ini rasanya tak begitu tenang bagi pemuda tertua itu. Suara kicauan burung masuk kedalam kamarnya, cahaya matahari yang mulai kemerahan menembus jendela besar di kamar nya.

Kalau Jingga sangat menyukai senja, maka Sabiru tidak. Sebab matanya terlalu jatuh jauh ke rintikan Hujan. Setiap Sabiru memejamkan mata ada bayang dimana laut berombak besar di tengah hujan, ini memang gila tapi Sabiru ingin berada disana. Hanya mendengar suara hujan dan menghindari kebisingan awam.

Sabiru beranjak bangun dari kebosanan meja belajar nya. Niatnya hanya sekadar membasuh muka tapi matanya malah fokus dengan banyak plaster yang menutupi punggung nya, plaster yang menunjukan noda merah itu bisa dihitung dengan jari.

Sabiru keluar dari ruangan lembab itu. Duduk di bangku yang ada di balkon nya. Matahari sore menyinari dada bidang nya yang tak memakai atasan itu.

Suara dengung dari pesawat yang melewati rumahnya mencuri pandangan Sabiru. Sudah ada lebih dari satu kali Atmaja menaiki pesawat untuk tugas keluar kota, dan meninggalkan dirinya bersama Lana saat itu.

Sekali saja ingin berpikir positif ke ibu sambung nya itu rasanya sekali, coba saja Lana ini adalah Lana Del Rey pasti dia diomelin pun senang.

Saat ini sunyi melanda rumah nya, ia seperti di bawa kembali ke masa hanya dirinya dan Jingga saat di Jogja dulu. Kesibukan Kasandra dan Atmaja membawa bosan bagi anak kembar itu. Atmaja yang sibuk dengan kantor begitu pun Kasandra. Sekalinya mereka pulang, pasti tidak lengkap.

Terlalu sering seperti itu, hingga penantian keduanya pun sia-sia, yang pada akhirnya ke-tidak lengkap-an itu berakhir selamanya.

Kali ini rumahnya kosong, hanya ada dirinya dan bi Nunung. Atmaja sedang sibuk di kantor nya, dan Lana yang sibuk dengan pesanan di butiknya. Kalingga... Dia masih belum pulang dari check upnya.

Suara ketukan pintu terdengar, prasangka mengatakan bahwa itu adalah Bi Nunung.

"Masuk Bi." Teriak Sabiru.

Knop pintu itu kemudian di putar dan menampakan wanita paruh baya yang setia bersama keluarganya selama belasan tahun. Bi Nunung menghampiri anak majikannya itu, karena sudah merawat dari kecil jadi dia sudah biasa dengan kebiasaan Sabiru yang suka bertelanjang dada ketika sore sore begini. Sabiru itu suka mematikan Ac kamarnya jikalau sore, kecuali kalau hujan datang.

"Den, Bibi boleh tanya sesuatu?" Ucap Bi Nunung setelah duduk di kursi balkon tepat di samping Sabiru.

Yang di tanya hanya terkekeh, "Bibi kayak sama siapa aja, kan Bibi udah kayak keluarga Biru sendiri." Gurau Sabiru menanggapi.

"Waktu itu Lingga pernah cerita ke bibi. Dia pernah ketemu cowok yang mirip sama Den, bibi langsung inget sama siapa tuh....?" Bi Nunung mencoba mengingat, "Jingga?" Tebak Sabiru.

Bi Nunung langsung mengangguk, kemudian wanita itu jelas menyembunyikan kesedihannya, "Den udah ketemu ya?"

Hanya anggukan kepala Sabiru yang didapat nya. Bi Nunung menghembuskan napas nya, "Den udah kasih tau Jingga?" Tanya Bi Nunung.

Sabiru tersenyum, "Udah, Bi. Jingga bahkan lebih deket sama Lingga. Biru juga udah ketemu sama Mama..."

"Terus gimana? Mama seneng gak ketemu sama den?"

Sabiru tertawa hambar kemudian menggeleng, "Biru di usir, Bi. Padahal Biru pengeeen banget ketemu Mama."

Kala ucapan itu lolos menyentuh hati Bi Nunung, wanita berusia lima puluh enam tahun itu mengelus rambut Sabiru. Dalam hatinya berucap, kasihan sekali Sabiru ini.

Tak diterima di kedua orang tuanya, Setelah sekian lama beliau berbakti di keluarga Atmaja, beliau belum pernah melihat Sabiru tertawa dalam pelukan keluarganya. Atmaja terlalu sering melayangkan tangannya pada Sabiru, Lana jangan di tanya, dan kali ini Mamanya, Kasandra Tiffany, mengusir nya setelah belasan tahun tak bertemu.

"Den... den masih inget gak yang pernah diucapin Mama dulu, waktu den kesel sama temen Den dulu."

"Masih!"

"Mama bilang, kalau semua yang kita harapkan bisa aja gak terjadi semau kita. Mama bilang, Tuhan bergantung pada harapan hambanya. Kata Mama, Biru harus bisa terima apa yang terjadi, dan mencoba lagi jika ada kesempatan." Ucap Sabiru.

Bi Nunung tersenyum bangga, "Nah! Berarti Sabiru harus sabar sama Mama mungkin Mama masih sik sak shock sama kedatangan Biru. Jadi Sabiru harus berjuang—berjuang terus!"

"Kayak lagu yang sering di nyanyiin Pak Joko pagi pagi sambil ngelap motor itu loh, den. Berjuang berjuang, berjuang sekuat tenanga~!"

Saat lagu milik raja dangdut di nyanyikan oleh Bi Nunung terdengar tawa renyah dari keduanya.





























































Serius nih gak ada yang kangen sama Biru?

Akhir akhir ini aku susah ngetik jadi chapter ini pendek.

Kalingga dan Jingga Biru | JEJTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang