" Semua momen bersama mu, akan ku abadikan di dalam dokumen yang ku kemas rapi di dalamnya, salah satunya ada di dalam relung hatiku. "
_Radittya Putera_
•|°°°|•
Kala sinar matahari mulai muncul dari permukaan, kehangatannya ikut menyertai. Cahaya mulai berpendar ke langit yang begitu cerah. Pagi ini, seorang gadis tengah mengenakan pakaian seragam putih abu. Senyumannya merekah sambil berkaca diri menggunakan cermin kecil yang selalu dibawa.
Matanya melirik ke arah gerbang rumah. Mendelik sempurna. "Hah?? Kapan ngasih tahunya?"
Gadis dengan rambut yang terurai panjang itu langsung berdiri dan berlari menghampiri. Merutuki jika keberadaan sang kekasih diketahui oleh kedua orang tuanya nanti.
Rasyila Safira Jati, itulah namanya. Langkah yang berdentum-dentum mendorong pagar untuk membuka.
"Ngapain ke sini? Kan bisa nanti di gang sebelah sana," beritahunya kesal.
Laki-laki yang notabene-nya sebagai pacar saat ini menaikkan kaca helm. Tertawa kecil. "Kelamaan, udah sana minta izin, bilangnya taksi udah ada di depan. Aku tunggu ya di sana."
Rasyil mematung, mengamati laki-laki itu yang kembali melajukan pelan motornya agar bisa bersembunyi di balik pagar yang didesain menggunakan bahan utama batu.
Laki-laki itu menoleh ke belakang dengan kaca helm yang masih dinaikkan. Memberi kedipan mata serta telunjuk nan ibu jari yang melengkung bertaut.
"Ih, Dittya! Ngeselin banget, sih, harus cari alasan apa lagi coba?"
Radittya Putera, nama sang pujaan hati dari gadis itu. Hubungan keduanya telah berjalan satu tahun tanpa memberi tahu kedua orang tuanya, yang paling diketahui di sini adalah orang tua dari Rasyil. Sengaja gadis itu memilih bermain rahasia.
"Bukannya nyamperin langsung ke rumah buat pamitan, malah nyuruh bohong lagi. Kalaupun harus dicoba apa salahnya juga, kan? Siapa tahu papa ngerestuin," monolog Rasyil saat memasang sepatu di kaki kanan dan kiri.
Kini rambutnya dikucir kuda. Rasyil emang tidak suka berdandan berlebih seperti teman-temannya. Dengan pakaian seragam rapi pun sudah terlihat cantik.
"Gimana, diizinin?" tanya Dittya melalui kaca spion yang memperlihatkan wajah gadis itu.
Rasyil menaiki jok motor yang lumayan tinggi, duduk menyingklak mengahadap samping. "Udah, ih, buruan, nanti telat."
"Oke."
Motor sport melaju lagi dengan kecepatan normal. Membelai bahu jalanan yang mulai terisi kendaraan lain. Rambutnya menari-nari tertiup angin.
"Papa ada di rumah, Ra?"
"Hah? Oh iya, ada."
Sayup-sayup mendengarkan tapi kurang jelas. Rasyil harus berdekatan lagi dengan Dittya agar bisa menangkap pertanyaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senandika Zensia
Teen FictionCerita ini berawal dari sebuah pertemuan dua remaja yang sama sekali tidak terbayangkan. Kedua insan tersebut sama-sama berada di satu atap. Tapi nyatanya semua orang pasti memiliki luka yang terdalam, luka yang sulit disembuhkan, luka yang membekas...